Ngelmu.co – Bareskrim Polri, pada Rabu (3/3) malam, menetapkan keenam anggota Laskar yang tewas dalam peristiwa di Tol Jakarta-Cikampek Km 50, sebagai tersangka kasus.
Penetapan Tersangka
Penjelasannya, karena keenam anggota tersebut, diduga melakukan kekerasan.
“Iya, jadi tersangka enam orang itu… yang [Pasal] 170 itu, memang sudah kita tetapkan tersangka, sudah ditetapkan tersangka.”
Demikian kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Andi Rian Djajadi, mengutip Detik, Rabu (3/3).
“Kan itu juga tentu harus diuji, makanya kami ada kirim ke jaksa, biar jaksa teliti,” imbuhnya.
Andi, menyebut keenam anggota Laskar itu dapat menjadi tersangka, meski telah wafat, karena nantinya pengadilan yang akan memutuskan.
“Iya, bisa-lah, ‘kan jadi tersangka dulu, baru nanti pengadilan yang putuskan bagaimana ke depan,” tuturnya.
“Ke depannya, berkas akan dilimpahkan ke jaksa. [Penghentian kasus] Itu ‘kan bisa di penyidikan, bisa di penuntutan,” sambung Andi.
Respons Tim Advokasi
Langkah Polri, jelas mendapat respons dari tim advokasi enam anggota Laskar yang tewas.
Pihaknya pun meminta, agar dalam menegakkan hukum, polisi kembali melihat undang-undang terkait.
“Semua tahu ‘kan, ini ‘kan jelas kalau menurut hukum, kita kalau pakai hukum, bertugas atau menegakkan hukum, ini melihat Pasal 77 KUHP, ‘kan gitu.”
Demikian tegas Ketua Tim Advokasi Laskar Hariadi Nasution, mengutip Detik, Kamis (4/3).
Pada Pasal 77 KUHP, lanjutnya, dijelaskan bahwa tuntutan pidana dihapus saat tertuduh telah meninggal dunia. Sebuah aturan yang sudah jelas.
“Untuk apa [dijadikan tersangka] gitu, lho. Pasal 77 KUHP jelas ‘kan ketika tersangka meninggal dunia statusnya,” beber Hariadi.
“Pasal 77 KUHP, kewenangan menuntut pidana, hapus, jika tertuduh meninggal dunia,” imbuhnya.
“Ya, kalau ditetapkan sebagai tersangka, mau ngapain? Mau P21 nanti kayak Habib Rizieq, atau yang lain?,” tanya Hariadi.
“P21 ‘kan berarti kejaksaan, silakan saja kejaksaan. Kalau sudah dilimpahkan ke kejaksaan, nanti ‘kan P21 tahap kedua dan sebagainya ke pengadilan, bisa enggak? Sudah meninggal dunia, enggak ada,” tegasnya lagi.
Itu mengapa, Hariadi, menduga polisi menempatkan diri di atas hukum. Sebab, undang-undang merupakan hukum tertinggi.
“Artinya, polisi kayak menempatkan dirinya di atas undang-undang, atau kayak lebih tinggi dari undang-undang, atau kayak enggak ngikuti aturan gitu, lho,” ujarnya.
“Aturan di undang-undang itu, enggak gitu. Undang-undang ‘kan menyatakan gitu, jadi kayaknya lebih tinggi dari undang-undang,” kritik Hariadi.
“Seperti itu kalau kita lihat, ya, kalau memang ditetapkan sebagai tersangka, orang sudah meninggal,” imbuhnya menyayangkan.
Mempertanyakan Langkah Hukum
Lebih lanjut, Hariadi, mengaku tim advokasi pun kebingungan mengambil langkah hukum atas status tersangka tersebut.
Pasalnya, keenam orang yang menjadi tersangka, telah wafat. Maka itu ia berharap, polisi dapat benar-benar menegakkan hukum berdasarkan undang-undang.
“Mau langkah hukum apaan? Orang sudah meninggal, ‘kan nanti upayanya ditahan, tersangka ditahan, tersangka ditahan di mana? Orang udah meninggal,” kata Hariadi.
“Seandainya diperiksa, tapi ada saksi lagi, diperiksa segala macam. Lah, terus saksinya juga enggak mau diperiksa, ‘tersangkanya meninggal, Pak, sudah enggak ada’,” sambungnya.
Itu mengapa Hariadi meminta, agar pihak berwenang menempatkan hukum sesuai dengan kedudukan hukum itu sendiri.
“Kita penegak hukum, itu hukum itu sendiri, bukan kita yang jadi di atas, seperti di atas undang-undang,” tuturnya lagi.
Keenam Laskar Tak Pernah Jadi Terlapor pun Saksi
Begitu pun dengan Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar Abdullah Hehamahua.
Ia juga mengkritik, langkah kepolisian yang menetapkan keenam Laskar yang sudah meninggal dunia, sebagai tersangka.
Abdullah, menanyakan tahapan prosedur penetapan tersangka, lantaran keenamnya tidak pernah menyandang status terlapor pun saksi oleh kepolisian.
“Nah, sekarang sebelum mereka meninggal, mereka tidak punya status apa pun,” jelasnya, mengutip CNN, Kamis (4/3).
“Mereka bukan status tersangka, status saksi, [ataupun] terlapor. Mereka dibunuh, dan ditetapkan sebagai tersangka. Ini luar biasa. Itu ilmu dari mana?,” imbuh Abdullah.
Ia juga menyoal, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur kewenangan.
Bahwa penuntutan pidana, akan otomatis gugur, jika tertuduh meninggal dunia. Maka seharusnya, aparat paham dengan aturan tersebut.
“Mungkin karena Indonesia ini sudah enggak masuk negara di bumi, tapi masuk di negara di antariksa,” sindir eks penasihat KPK itu.
“Jadi kalau di antariksa, beda sama di Indonesia. Kalau KUHP-nya antariksa, beda dengan KUHP-nya di Indonesia,” sambung Abdullah.
Ia juga mengaku, baru pertama kali menemukan kasus seperti ini, ketika orang yang telah wafat, justru ditetapkan sebagai tersangka.
“Bagaimanapun, saya pernah belajar hukum. Ini baru pertama kali saya temukan,” kata Abdullah.
Baca Juga: PP Muhammadiyah Nilai Tewasnya Anggota Laskar Harusnya Termasuk Pelanggaran HAM Berat
Meski demikian, TP3 akan terus memberikan advokasi kepada keluarga dari keenam korban [anggota Laskar yang meninggal].
Abdullah juga berencana, membuat ‘buku putih’ yang menjelaskan data-data serta fakta sebenarnya dalam kasus pembunuhan terkait.
“Jadi, TP3 hanya melakukan advokasi kepada keluarga korban, agar mereka tidak diteror, tidak disuap, tidak disogok, tidak diintimidasi. Itu saja yang TP3 lakukan,” tegasnya.
Pasal 77 KUHP
Terpisah, Munarman juga meminta pihak kepolisian kembali membaca KUHP.
“Suruh baca Pasal 77 KUHP,” jawabnya singkat, mengutip Hidayatullah, Kamis (4/3).
Pasalnya, penetapan enam anggota Laskar yang telah wafat menjadi tersangka, menurut Munarman, tidak sah.
“Pasal 77 KUHP, kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia,” jelasnya.
Sebagai informasi, Pasal 77 KUHP memang menjelaskan kewenangan pidana akan dihapuskan, jika tertuduh atau tersangka, meninggal.
Din Syamsuddin Terkejut
Terlepas dari itu, kabar penetapan tersangka ini juga mengejutkan eks Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
“Berita tentang ketersangkaan enam anggota Laskar, mengejutkan,” tuturnya, mengutip Hidayatullah, Jumat (5/3).
“Selain karena mereka sudah berada di alam barzakh, juga patut dipertanyakan, mengapa bukan penembak atau pembunuh mereka yang diungkap dan dijadikan tersangka?,” sambung Din, bertanya.
Eks Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu juga setuju, jika peradilan digelar dengan menghadirkan para saksi.
“Tentu dengan menghadirkan para penembak atau pembunuh itu. Nanti, mereka [aparat penegak hukum dan keamanan], perlu ditanya,” kata Din.
“[Ditanya] Mengapa mereka menembak, mengapa harus sampai mati. Di mana dan bagaimana cara menembaknya?,” imbuhnya.
“Tentu juga harus dihadirkan saksi dan barang bukti. Adakah para penembak enam korban mati itu ditembak duluan, sehingga mereka membalas? Adakah bekas-bekasnya?,” jelas Din.
CCTV, lanjutnya, merupakan barang bukti sekaligus saksi yang harus ada.
“Tapi sebagai kaum beriman, mari kita yakini bahwa ada ‘CCTV’ Maha Besar, Maha Melihat, dan Maha Menyaksikan,” ujar Din.
“Yang balasan-Nya sangat langsung, baik di dunia maupun di akhirat,” sambungnya.
“Dan para arwah tersangka yang diadili secara in absentia dari alam barzakh, boleh jadi mengajukan pleidoi,” lanjutnya lagi.
“Dengan meminta bantuan kepada Saksi yang Maha Mengetahui, agar membantu kaum mazhlumin [tertindas],” tegas Din.
Mempertanyakan Proses Persidangan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, juga menanyakan cara polisi melanjutkan proses hukum terhadap orang yang sudah meninggal.
“Apakah pertanyaan bisa diwakilkan kepada Munkar dan Nakir?,” cuitnya bertanya, melalui akun Twitter @Abe_Mukti, Kamis (4/3).
Kalau orang yang sudah meninggal dunia menjadi tersangka, bagaimana proses persidangannya?
Apakah pertanyaan bisa diwakilkan kepada munkar dan nakir? pic.twitter.com/EDrYsB8juq
— Abdul Mu’ti (@Abe_Mukti) March 4, 2021
Munkar dan Nakir adalah dua malaikat yang bertugas di alam kubur, menanyakan keimanan, amalan, serta hal lain kepada mereka yang telah wafat.
Maka melalui kicauannya, Mu’ti pun menanyakan proses peradilan bagi orang yang sudah meninggal.
“Kalau orang yang sudah meninggal dunia menjadi tersangka, bagaimana proses persidangannya?,” tulisnya bertanya.
Status Tersangka Gugur
Setelah banyak pihak memprotes dan mengaku tak habis pikir dengan penetapan keenam anggota Laskar yang telah wafat sebagai tersangka, status itu pun gugur.
Pada Kamis (4/3) siang, Bareskrim Polri, resmi menghentikan kasus dugaan penyerangan oleh anggota Laskar terhadap polisi yang sedang bertugas [dalam insiden di Tol Jakarta-Cikampek Km 50].
Status tersangka terhadap keenam Laskar yang tewas pun dinyatakan gugur.
“Kasus penyerangan di Tol Jakarta-Cikampek, dihentikan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, mengutip Detik, Kamis (4/3) siang.
“Dengan begitu, penyidikan serta status tersangka, sudah gugur,” sambungnya.
Argo juga mengatakan, bahwa polisi telah menerbitkan laporan dugaan adanya unlawful killing terhadap empat dari enam anggota Laskar yang masih hidup ketika digiring ke dalam mobil polisi.
Adapun yang menjadi terlapor dalam kasus ini adalah tiga anggota Polda Metro Jaya.
Hal itu, menurut Argo, telah sesuai dengan instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjalankan rekomendasi serta temuan Komnas HAM.
“Rekomendasi dan temuan Komnas HAM, kami sudah jalankan. Saat ini masih terus berproses,” pungkasnya.