Ngelmu.co – Negara-negara di berbagai belahan dunia terus mencatatkan cerita sedih, akibat wabah virus Corona yang belum juga usai. Tak terkecuali Indonesia.
Harus Menahan Lapar
Warga Penancangan Baru, Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten, Yuyun Cahyaningsih (37), menceritakan bagaimana keluarganya harus menahan lapar.
“Jadi, saya enggak punya pemasukan, gara-gara Corona ini,” tuturnya, Jumat (3/4/2020) lalu, mengutip Merdeka.
“Kan enggak boleh keluar, jadi orang-orang ngegosok sendiri. Anak saya sepekan puasa, mulai dari Senin sampai Kamis kemarin,” sambung Yuyun.
Suami yang sebelumnya bekerja, juga tak dapat memberikan biaya tambahan untuk keluarga, karena sakit.
“Sakitnya [kepala], sudah lama. Enggak kerja, buruh lepas,” jelas Yuyun, yang syukurnya masih punya tempat tinggal [rumah peninggalan keluarga suami].
Ia pun mencoba mencari jalan keluar, bertukar pikiran dengan salah satu tetangga, dan mendapat arahan agar mengadu ke RBMC [Relawan Banten Melawan Corona].
Setelah menghubungi RMBC, baru-lah Yuyun, mendapat bantuan.
Relawan langsung mengunjungi rumahnya, dan memberikan bantuan untuk kebutuhan keluarga tersebut.
“Saya ngeluh enggak punya beras, gosok saya sepi. Kemarin saya bingung, terus disuruh kontak Untirta (RBMC) peduli,” ungkapnya.
“Kepepet, saking kepepetnya, malu sebenarnya mah,” akuan Yuyun.
Koordinator RBMC yang juga Akademisi Untirta [Universitas Sultan Ageng Tirtayasa] Hendra Leo Munggaran ikut bicara.
Upaya yang dilakukan oleh pihaknya adalah bentuk kepedulian antar sesama.
Bantuan yang diberikan untuk keluarga Yuyun, kata Leo, berasal dari para donatur dan relawan [bukan hanya dari Banten].
“Ini sebagai salah satu bentuk kita membantu masyarakat Banten,” ujarnya.
“Semua elemen harus bahu-membahu, menyelesaikan persoalan bangsa kita ini,” sambung Leo.
“Semoga kita semua bisa melewati masa krisis ini,” imbuhnya lagi.
Bingung dan Kecewa
Pedagang roti bakar bernama Anugrah, mengaku kewalahan karena pendapatannya terus menurun pasca pandemi.
“Sebelum ada virus, saya bisa berjualan dengan omzet Rp300 ribu, dari jam 05.00 sore, sampai jam 11.30 malam,” tuturnya, Jumat (17/4/2020) lalu, mengutip Detik.
“Semenjak ada wabah ini, penghasilan saya menurun,” sambung Anugrah.
“Saya kebingungan, saya punya cicilan modal usaha sebulannya Rp2,3 juta,” imbuhnya lagi.
“Di sisi lain, anak saya butuh makan, susu. [Butuh juga] Bayar kontrakan dan lain-lain,” jelas Anugrah.
Ia juga mengaku kecewa, karena ketika bercerita, belum juga menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah.
“Sampai saat ini, belum ada bantuan yang datang dari pemerintah. Dampak dari wabah ini menyeluruh, tapi kenapa yang dapat bantuan hanya sebagian?”
“Media, influencer, juga mesti lihat… yang diangkat jangan hanya ojol [ojek online], tapi UMKM seperti saya, maupun sektor lainnya yang lebih parah.”
Tak Ada Pemasukan Sama Sekali
Kisah Gatot Riyadi, pelaku UMKM di bidang insulation contractor dan mechanical electric, bahkan lebih parah.
Ia mengaku, tak mendapat pemasukan sama sekali. Pendapatannya menurun hingga Rp0, sejak pandemi meluas.
“Semenjak Corona merebak di Indonesia, otomatis segala kegiatan dihentikan,” ujar Riyadi.
“Imbas yang saya rasakan saat ini adalah sangat berat, karena pemasukan tidak ada,” imbuhnya.
“Tetapi kewajiban cicilan, kebutuhan pokok dan lain-lain, tetap harus dibayarkan,” sambungnya lagi.
Riyadi pun mengaku, terpaksa meminjam sana-sini untuk bisa bertahan.
Namun, jelas itu tidak menyelesaikan masalahnya, karena ia masih harus mencari jalan untuk membayar utang.
“Saat ini saya bertahan dengan pinjaman dari saudara dan teman. Entah kapan saya dapat membayarnya,” beber Riyadi.
Pada kesempatan itu, ia pun berharap, agar pemerintah dapat memberi perhatian kepada para warga yang terdampak.
“Mohon agar pemerintah juga memperhatikan nasib pengusaha kecil seperti saya.”
Kisah sedih bukan hanya soal menahan lapar dan terpaksa menumpuk utang.
Pasalnya, berawal dari permasalahan, beberapa dari mereka justru memutuskan untuk mengakhiri hidup.
Tak Sanggup Bayar Cicilan
Pengemudi taksi online, JL (33), ditemukan tewas di sebuah kebun kosong, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, Senin (6/4/2020) malam.
Berdasarkan keterangan dari istri korban, JL, diduga nekat mengakhiri hidup, karena tidak sanggup membayar cicilan kendaraan.
“Sebelumnya, ada seorang laki-laki yang datang ke rumah menanggih cicilan kredit mobil, setelah itu, korban sering melamun.”
Demikian kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Selasa (7/4/2020), mengutip Liputan 6.
“Korban sudah hampir dua bulan tidak narik penumpang,” sambungnya.
Frustasi Pasca di-PHK
Seorang pria JT (27), ditemukan tewas di kamar kos, di kawasan Jakarta Barat, pada Selasa (21/4/2020) pagi.
Diduga, di-PHK [pemutusan hubungan kerja], JT, frustasi hingga nekat mengakhiri hidupnya dengan tragis.
Jenazah korban, kata Kanit Reskrim Polsek Kembangan Ajun Komisaris Polisi Niko Purba, pertama kali ditemukan oleh adik dan ibunya.
Saat itu pukul 09.50 WIB, keduanya curiga, karena tidak melihat JT, sepulang dari ziarah.
“Korban dipanggil tidak ada jawaban, dan pintu kosan korban dalam keadaan terkunci,” jelas Niko, dalam keterangan tertulis, Selasa (21/4/2020).
“Kami tidak temukan tanda-tanda kekerasan. Kuat dugaan, meninggal akibat bunuh diri,” sambungnya.
Berdasarkan keterangan, sebulan sebelum meninggal, JT dirumahkan oleh atasannya.
“Kata kakaknya, baru di PHK. Mungkin karena itu, terus suntuk,” kata Niko.
Lapar Berujung Maut
Yulie Nuramelia (43), warga Lontar Baru, Serang, Banten, dilaporkan meninggal, setelah dua hari kelaparan.
Sejak wabah virus Corona merebak, ia dan keluarga, bertahan hidup hanya dengan meminum air galon isi ulang.
Yulie meninggal pada Senin (20/4/2020) lalu, sekitar pukul 15.00 WIB.
Ia meninggalkan seorang suami dan empat orang anak yang salah satunya masih bayi.
Keempat anaknya juga harus menahan lapar selama dua hari, dengan hanya meminum air galon isi ulang.
Sebab, suami Yulie, yakni Mohamad Holik (49), sebagai pemungut barang rongsok, tidak berhasil mendapat penghasilan.
Lapak pembeli barang bekasnya memilih tutup, di tengah pandemi.
Begitu pun dengan anak sulung Yulie yang biasa bekerja sebagai buruh.
Ia tidak dapat menambah penghasilan untuk kedua orang tuanya, karena tempat kerjanya juga tutup, semenjak virus Corona menyebar.
“Pagi segar, sehat. Tidak ada keluhan… [meninggal] karena ada pikiran, kalau kata dokter,” kata Holik, di rumah duka, Senin (20/4/2020).
“Mungkin banyak orang yang ngomongin,” sambung suami Yulie.
Penghasilan suami yang hanya Rp25 ribu sampai Rp30 ribu per hari, menjadi semakin tak tentu.
Semenjak pandemi, hingga wafat, keluarga Yulie belum sempat menerima bantuan sosial dari Pemprov Banten pun Pemkot Serang.
Salah satu relawan, Rochman Setiawan (Omen), memberikan kesaksian.
Ia yang sempat mengantarkan bantuan dan bertemu langsung dengan almarhumah, mengaku kaget ketika tahu Yulie, meninggal.
“Kalau ada yang bilang keluarga Ibu Yulie enggak kelaparan, itu bohong,” tutur Omen.
“Waktu saya kasih bantuan, itu roti, langsung dimakan sama anaknya,” sambungnya.
“Saya kaget pas dapat kabar ibu (Yulie) meninggal dunia,” imbuhnya lagi, Senin (21/4/2020).
Pada saat itu, Omen yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, terdengar menangis.
Bantahan Pihak Kelurahan
Pihak Kelurahan Lontar Baru, mengaku tidak yakin jika keluarga Yulie, menahan lapar selama dua hari, dengan meminum air galon isi ulang.
“Dua hari enggak makan, saya sendiri enggak percaya juga, ya,” kata Lurah Lontar Baru Dedi Sudradjat.
“Karena saya dapat informasi, beliau masih makan,” lanjutnya, saat ditemui di rumah duka, Senin (21/04/2020).
Namun, Dedi juga mengatakan, pihaknya tidak bisa memastikan penyebab kematian Yulie.
Sebab, berdasarkan laporan yang ia terima dari tim medis, almarhumah tidak terpapar COVID-19.
“Kalau penyebabnya, saya belum tahu pasti, tapi dokter bilang bukan COVID-19,” ujar Dedi.
“[Kelaparan] Saya kira bukan itu. Pihak Puskesmas bilang, meninggal di jalan. Bukan juga [meninggal] karena kelaparan,” klaimnya.
Putus Asa
Y (42) yang merupakan seorang ibu rumah tangga, ditemukan tewas mengambang di Situ Cipondoh, Jl Eretan, Jumat (20/11/2020), sekitar pukul 06.00 WIB.
Kanit Reskrim Polsek Cipondoh Ipda Riono, mengatakan bahwa Y, diduga mengakhiri hidup setelah dinyatakan positif COVID-19.
“Iya, dipastikan bunuh diri. Dari keluarganya begitu [positif virus Corona],” ungkapnya, mengutip Detik.
“Sudah putus asa, bilangnya. Dari semalam memang sudah dicariin,” sambung Riono.
“Perginya dari semalam. Kayak orang depresi gitu, suaminya juga bilang begitu,” jelasnya lagi.
Rindu Berujung Depresi
Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial EK, yang sedang menjalani perawatan di Wisma Atlet, karena positif COVID-19, berupaya mengakhiri hidupnya, pada Selasa (23/2/2021).
Syukurnya, Prajurit Batalyon Komando 461 Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU, berhasil menggagalkannya.
Mengutip laman resmi paskhas.mil.id, kejadian bermula dari laporan tenaga kesehatan.
Seorang wanita nampak mencoba melompat dari kamar 2034, di lantai 20, tower 9, Wisma Atlet, sekitar pukul 23.55 WIB.
Dari laporan tersebut, Praka David Anjar yang tengah berdinas di pos 2 tower 9, langsung menuju ke kamar korban.
Di lokasi, sudah ada Serda Dadang–Prajurit Detasemen Matra I Paskhas–yang mulai kelelahan memegang tangan kiri korban.
“Posisi korban EK, sudah di luar jendela. Berusaha untuk menjatuhkan diri.”
Lalu, Praka David langsung meraih tangan kanan korban, dan berusaha menarik ke dalam jendela kamar.
Meski EK berupaya melawan, “Dengan usaha Praka David dan Serda Dadang untuk membujuk korban, kurang lebih selama 10 menit, korban berhasil ditarik ke dalam kamar melalui jendela.”
Setelah berhasil diamankan, dalam kondisi sangat lemah, EK dibawa oleh tenaga kesehatan untuk mendapat perawatan.
“Diketahui, alasan korban ingin bunuh diri lantaran depresi. Kangen ketemu sama keluarga dan anaknya.”
Catatan: Berbagai kisah [bunuh diri] yang Ngelmu tulis ini tidak bertujuan menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa.
Kehilangan Anggota Keluarga
Terlepas dari berbagai kisah di atas, kita juga perlu menyimak kembali cerita Dea Winnie Pertiwi (27), warga Surabaya, Jawa Timur.
Ia, tidak pernah menyangka harus kehilangan tiga anggota keluarganya sekaligus, dalam waktu singkat.
Ayah, ibu, dan kakaknya yang masih mengandung janin di perut, meninggal–hampir bersamaan–akibat terpapar COVID-19.
Ayah Dea, Gatot Soehardono (68), meninggal pada Sabtu (30/5/2020).
Debby Kusumawardani (33), sang kakak, wafat pada keesokan harinya, Ahad (31/5/2020).
Menyusul sang ibu, Cristina Sri Winarsih (60), tutup usia di hari Selasa (2/6/2020).
Ayah dan ibunya, meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP), karena tidak sempat melakukan tes swab.
Sementara sang kakak, dinyatakan positif COVID-19 dari hasil tes swab, pada Kamis (28/5/2020).
“Ini kayak mimpi buruk banget buatku. Allah kasih ujian enggak putus-putus,” kata Dea, Jumat (24/7/2020), mengutip Kompas.
“Dari awal tahun, ujianku sendiri, rumah tanggaku, kemudian orang yang aku sayang, diambil satu-satu,” imbuhnya.
“Aku hanya mengimani, bahwa ini sudah takdir Allah. Aku ikhlas saja. Allah mungkin menganggap aku kuat dan bisa melalui ini,” sambungnya lagi.
Walaupun ia tak memungkiri, diam-diam masih melamun dan menangis.
“Ya, aku cuma bisa mendoakan. Berdoa dan ikhlas. Kunciku cuma itu saja untuk bisa melalui ini semua,” jelas Dea.