Ngelmu.co – Ramai temuan soal ratusan bos BUMN [badan usaha milik negara] rangkap jabatan. Di mana salah satu namanya, tercatat di 22 perusahaan [BUMN dan non BUMN], sektor pertambangan.
“Bahkan, jabatan rangkap untuk satu personel di sektor tertentu [pertambangan] dapat mencapai 22 perusahaan.”
“Penelitian ini masih terus berlangsung, dan tidak tertutup kemungkinan akan diperdalam KPPU, kepada proses penegakan hukum.”
“Jika ditemukan adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat, sebagai akibat [dari] jabatan rangkap tersebut.”
Demikian kata Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi, secara tertulis, mengutip Detik, Selasa (23/3).
Berikut pernyataan pihak KPPU, selengkapnya:
Guna untuk mencegah potensi persaingan usaha tidak sehat sedini mungkin, maka KPPU telah berkoordinasi, dan menyampaikan surat saran dan pertimbangan kepada Kementerian BUMN yang pada intinya menyarankan agar Kementerian BUMN, mencabut ketentuan yang memperbolehkan rangkap jabatan dewan komisaris dan dewan pengawas, dengan dewan komisaris perusahaan selain BUMN tersebut.
KPPU juga menyarankan, agar Kementerian BUMN, memastikan personel yang menjadi direksi atau komisaris dalam lingkup BUMN, tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN.
Sehingga dapat mengurangi potensi pelanggaran Pasal 26 dan pasal lain yang terkait dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Baca Juga: Jadi Komisaris Perusahaan BUMN, Ini Pengakuan Jubir Timses Mantu Jokowi
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto, pun memberikan penjelasan.
Ia menilai, memang ada celah aturan [Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN] yang membuat sejumlah pejabat BUMN, rangkap jabatan.
Setidaknya, KPPU telah menemukan 62 orang komisaris dan direksi BUMN yang rangkap jabatan di perusahaan swasta.
Berdasarkan telaahan KPPU, jumlah tersebut baru dari tiga sektor BUMN:
1. Sektor Keuangan
Di sektor keuangan–termasuk asuransi dan investasi–KPPU menemukan 31 pejabat yang rangkap jabatan [di sektor yang sama] ke perusahaan swasta.
Bahkan, menurut Taufik, tercatat nama yang rangkap jabatan hingga di 11 perusahaan.
2. Sektor Pertambangan
Di sektor pertambangan, KPPU menemukan 12 pejabat yang rangkap jabatan.
Perangkapannya luar biasa, karena satu nama ini menduduki posisi di 22 perusahaan non-BUMN.
3. Sektor Konstruksi
Di sektor konstruksi, ada 19 pejabat yang rangkap jabatan di perusahaan swasta. Tepatnya menduduki satu sampai lima jabatan.
397 Komisaris Rangkap Jabatan
Ombudsman, sebelumnya telah mempermasalahkan hal ini.
Sebab, dari pendataan 2019 [yang dirilis pada Juni 2020 lalu], Ombudsman menemukan 397 komisaris BUMN, rangkap jabatan dengan instansi lain.
Ada juga 167 komisaris yang rangkap jabatan di anak usaha BUMN.
Komisaris BUMN, berdasarkan data Ombudsman tersebut, rangkap jabatan pada dua sektor:
- Kementerian, dan
- Non-kementerian.
TNI, mendominasi komisaris BUMN yang rangkap jabatan [non-kementerian] yakni sebanyak 27 orang. Sementara sisanya:
- Polri, 13 orang;
- Kejaksaan, 12 orang;
- Pemerintah Daerah, 11 orang;
- BIN, 10 orang;
- BPKP, 10 orang;
- KSP, 6 orang;
- BPK, 4 orang; dan
- Lain-lain, 19 orang.
Sedangkan untuk komisaris yang berasal dari kementerian [mendominasi dengan 58 persen dari total perusahaan BUMN], antara lain:
- Kementerian BUMN, 55 orang;
- Kemenkeu, 42 orang;
- Kementerian PUPR, 17 orang;
- Kemenhub, 17 orang;
- Kemensetneg, 16 orang;
- Kementerian Koordinator, 13 orang;
- Kemenperin, 9 orang;
- Kemendag, 9 orang;
- Bappenas, 8 orang; dan
- Lain-lain, 68 orang.
Sampai saat ini, KPPU, masih mencermati aturan Kementerian BUMN yang memperkenankan rangkap jabatan.
Sebab, meskipun dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN (PermenBUMN), khususnya pada Bab V huruf A (Rangkap Jabatan) dalam lampiran Permen BUMN Nomor PER-10 MBU/10/2020 [ditandatangani pada 9 Oktober 2020, dan berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 16 Oktober 2020].
Tidak demikian dengan substansi rangkap jabatan antara direksi/komisaris yang diatur dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasalnya, UU tersebut melarang seseorang untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan yang pada waktu bersamaan merangkap sebagai direksi atau komisaris perusahaan lain [apabila perusahaan-perusahaan tersebut di pasar bersangkutan yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha, atau secara bersama menguasai pangsa pasar tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat].
Rangkap jabatan ini berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar, dalam bentuk:
a. Kemudahan perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, jumlah produksi, dan lainnya.
Koordinasi kesepakatan horizontal tersebut akan lebih mudah dicapai dan dijaga, apabila terjadi rangkap jabatan direksi/komisaris antar perusahaan dalam pasar yang sama.
b. Penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktik eksklusivitas, tying, dan bundling, serta aksi korporasi lain yang melibatkan perusahaan, di mana direksi/komisarisnya saling rangkap jabatan.
c. Tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait, di mana direksi/komisaris perusahaan tersebut terlibat dalam rangkap jabatan.