Ngelmu.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut rancangan karya Nyoman Nuarta, sebagai pradesain Istana Negara untuk IKN [ibu kota negara] baru, di Kalimantan Timur.
“Usulan beliau sarat dengan filosofi lambang Burung Garuda sebagai pemersatu bangsa sesuai semboyan Bhinneka Tunggal Ika.”
Demikian puji Presiden Jokowi, seperti Ngelmu kutip dari akun Instagram resmi, @jokowi, Sabtu (3/4).
Lebih lanjut ia menjelaskan, karya Nyoman adalah salah satu masukan, usai Kementerian PUPR mengundang beberapa arsitek dan seniman [berkaitan dengan bangunan ikonik di IKN baru].
“Usulan ini, sekali lagi, masih pada tahap pradesain,” tegas Jokowi.
Maka ia berharap, lahir masukan dari berbagai kalangan mengenai pradesain Istana Negara tersebut.
“Saya menginginkan Istana Negara tidak hanya dikenang sebagai tempat Presiden bekerja atau menjadi simbol kebanggaan bangsa, tapi juga mencerminkan kemajuan bangsa,” tutur Jokowi.
View this post on Instagram
Menuai Kritik
Jika Presiden Jokowi memuji rancangan karya Nyoman Nuarta, tidak demikian dengan berbagai lembaga profesional.
Mereka justru mengkritik, salah satunya karena dianggap melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana UU 6/2017 tentang Arsitek.
Berikut bunyi Pasal 1 ayat 2 PP tersebut:
“Praktik arsitek adalah penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya arsitektur yang meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian untuk bangunan gedung dan lingkungannya serta yang terkait dengan kawasan dan kota.”
Sementara Pasal 1 ayat 3, berbunyi:
“Arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan oleh dewan untuk melakukan Praktik Arsitek.”
Berbagai pihak menilai, kedua klausul itu sudah sangat jelas, menyatakan bahwa perancangan bangunan gedung dan lingkungannya merupakan tugas arsitek.
Sementara Nyoman Nuarta, dikenal sebagai seniman–pematung.
Itu mengapa, lima asosiasi profesional di Indonesia, menyatakan sikap sekaligus mengkritik rencana, rancangan, dan gambar IKN baru.
Mereka adalah IAI [Ikatan Arsitek Indonesia], GBCI [Green Building Council Indonesia], IARKI [Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia], IALI [Ikatan Arsitek Landskap Indonesia], dan IAP [Ikatan Ahli Perancangan] Wilayah dan Kota.
IAI
I Ketut Rana Wiarcha selaku Ketua IAI, mengatakan, “Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa.”
“Terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah, dan pasca COVID-19 [new normal],” imbuhnya, Ahad (28/3) lalu.
Gedung Istana Negara, menurut Rana, seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban, baik budaya dan ekonomi.
Begitu pun dengan komitmen terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan Republik Indonesia, dalam partisipasinya di dunia global.
“Bangunan gedung istana negara, seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon,” ujar Rana.
“Dan cerdas sejak perancangan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedungnya,” sambungnya.
Lebih lanjut, Rana menilai, metafora [terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0] merupakan pendekatan yang mulai ditinggalkan.
Hal itu, sambungnya, karena ketidakampuan menjawab tantangan serta kebutuhan arsitektur di hari ini pun masa mendatang.
Bagi Rana, metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung berbentuk patung burung itu, tak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan kota yang berwawasan lingkungan [forest city].
“Kami berharap, pernyataan dan rekomendasi ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah,” kata Rana.
“Dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. [Sebab] Salah dalam merencanakan, maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan,” tegasnya.
GBCI
Anggota GBCI Prasetyoadi (Tiyok) juga menilai desain Istana Negara berbentuk burung garuda, tidak fungsional.
Ia pun mempertanyakan kapasitas Nyoman, sebagai pemilik karya yang dimaksud.
Perlu diketahui, rendering desain Istana Negara berbentuk burung garuda milik Nyoman, beredar luas di media sosial.
Maka Tiyok, menanyakan kapasitasnya sebagai pematung, bukan arsitek profesional.
Selain itu, Tiyok juga menganggap, pembangunan Istana Negara di IKN baru, berlangsung secara tertutup.
“Saya dan teman-teman profesional, tentu resah, karena dibangunnya Istana Negara ini dengan proses yang tertutup,” kritik Tiyok.
“Dan dirancang oleh pematung Nyoman Nuarta. Ia bukan arsitek profesional maupun disiplin-disiplin lain yang berhubungan,” bebernya, Sabtu (28/3).
Bicara Anggaran
Sebagai informasi, Nyoman Nuarta merupakan pematung yang pernah menggarap proyek Patung Garuda Wisnu Kencana di Bali.
Di mana menurut Tiyok, patung tersebut dibangun dengan anggaran yang sangat fantastis.
Bahkan, lebih mahal dari Menara Eiffel di Prancis dan Patung Liberty di Amerika Serikat.
Mengutip ABC News, Patung Garuda Wisnu Kencana, diperkirakan, menghabiskan dana hingga US$100 juta [setara Rp1,4 triliun].
Sedangkan, berdasarkan Home Advisor, biaya pembangunan Patung Liberty, jika disesuaikan dengan nilai saat ini, setara dengan US$10,6 juta [sekitar Rp157 miliar].
Begitu pun dengan harga pembangunan Menara Eiffel, jauh di bawah Patung Garuda Wisnu Kencana, karena hanya US$38,3 juta [setara Rp556 miliar].
“Pak Nyoman Nuarta, silakan membuat simbol patung, dengan anggaran yang terpisah,” kata Tiyok.
“Jadi, monumen jika memang diinginkan, itu merupakan keahlian beliau, tapi bukan jadi gedung istana negara,” tegasnya.
Rekomendasi
Bukan hanya mengkritik. Namun, mereka juga merekomendasikan tiga hal:
- Istana Negara versi burung garuda, disesuaikan menjadi monumen atau tugu saja, pada posisi strategis tertentu di KIPP [Kawasan Inti Pusat Pemerintahan], dan dilepaskan dari fungsi bangunan Istana.
- Mengusulkan desain bangunan gedung Istana disayembarakan, dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun penataan tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.
- Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui Tugu Nol yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis.
Hal tersebut, dapat dimulai dengan penanaman kembali pohon endemik Kalimantan.
Pihak asosiasi menilai, nantinya langkah itu akan menjadi simbol, bahwa pembangunan IKN, memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan.
Seperti dalam narasi skema sayembara Nagara Rimba Nusa, yakni untuk ‘membangun hutan terlebih dahulu, baru membangun kotanya’.
Respons Kementerian PUPR
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] Diana Kusumastuti, menanggapi hal ini.
Ia membantah penilaian Tiyok, karena menurutnya, Istana Negara merupakan kategori bangunan fungsi khusus yang akan dibangun di IKN, oleh pemerintah.
Maka itu, pembangunan Istana Negara, jelas dan pasti berlangsung lewat proses sayembara.
Hanya saja, sayembara tersebut bersifat terbatas, “Kalau Istana Negara itu bangunan fungsi khusus,” kata Diana.
“Jadi, disayembarakan, tetapi terbatas bagi aristek-arsitek tertentu saja. Jadi, tidak di publik sayembara untuk umum,” imbuhnya, Ahad (28/3) lalu.
Namun, Diana tidak menampik bahwa Nyoman Nuarta merupakan salah satu yang mengikuti sayembara merancang bangunan Istana Negara tersebut.
“Iya, Nyoman ini salah satunya. Nama lainnya adalah Yori Antar, Sibarani Sofian, Gregorius Supie Yolodi, dan banyak ada beberapa,” jelasnya.
Diana juga mengaku, bahwa rancangan milik Nyoman adalah salah satu yang mendekati untuk dipilih.
Namun, Ia menekankan, bahwa rancangan tersebut masih belum final, karena sampai saat ini masih proses pre-basic design.
“Jadi, Pak Nyoman itu memang sudah mendekati, tapi finalnya itu masih proses, nanti sampai bulan Agustus,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal alasan Kementerian PUPR melibatkan Nyoman dalam sayembara, jawabannya, “Ya, beliau [Nyoman] itu memang pematung.”
“Tapi dia punya jiwa arsitek. Bahwa… lihat Garuda Wisnu Kencana, patung, tapi ada juga hotelnya, dan dia bagus juga ‘kan,” pungkas Diana.
Kata DAI dan Penjelasan Nyoman
Selain kelima asosiasi di atas, DAI [Dewan Arsitek Indonesia] juga mengkritik rancangan IKN karya Nyoman Nuarta.
Mewakili DAI, Bambang Eryudhawan menyatakan bahwa pihaknya keberatan jika perancang Istana Negara, bukan arsitek profesional.
Maka itu, Yudha mempertanyakan aturan main dan juga komitmen pemerintah.
Tepatnya dalam menjalankan PP Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2017 tentang Arsitek [yang berlaku selama ini].
“Aturannya sudah jelas, clear, siapa yang boleh merancang dan siapa yang tidak,” tegas Yudha, Senin (29/3) lalu.
Menanggapi hal tersebut, sang empunya karya, Nyoman Nuarta pun angkat bicara.
Ia menjelaskan awal mula, mengapa bisa mengikuti proses sayembara perancangan Istana Negara IKN.
Pada Kamis (27/2/2020) lalu, Nyoman mendapat undangan dari Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] untuk menghadiri Rapat Koordinasi Sayembara Istana di KIPP [Kawasan Inti Pusat Pemerintahan] IKN.
Diana Kusumastuti [Direktur Bina Penataan Bangunan yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Cipta Karya], menurut Nyoman, menandatangani undangan tersebut.
“Dalam lampiran surat tertanggal 25 Februari 2020 itu, disebutkan nama-nama pejabat dan ahli yang diundang.”
Demikian ungkap Nyoman, dalam keterangan tertulis, Rabu (31/03) ini.
Adapun nama-nama tersebut, antara lain:
- Gregorius Antar Awal (IAI),
- Gregorius Supie Yolodi (IAI),
- Isandra Matin Ahmad (IAI),
- Sibarani Sofian (MUDO),
- Nyoman Nuarta,
- Pierre Natigor Pohan,
- Grace Christiani,
- Dian Ratih N Yunianti,
- M Iqbal Tawakal, dan juga
- Achmad Reinaldi Nugroho.
Pemerintah, dalam pertemuan tersebut juga mengungkapkan rencana sayembara terbatas, dengan mengundang arsitek atau ahli.
Tujuannya untuk membahas konsep gagasan desain bangunan gedung khusus di IKN, seperti:
- Istana Presiden,
- Istana Wakil Presiden,
- Kompleks DPR/MPR/DPD,
- Mahkamah Agung,
- Kementerian/Lembaga,
- Masjid,
- Gereja Katholik dan Protestan,
- Pura,
- Wihara, dan juga
- Kelenteng.
“Seluruhnya, terdapat 12 konsep gedung yang disayembarakan,” jelas Nyoman.
Ada lima ahli yang mendapat undangan, dan juga hadir pada kesempatan itu:
- Andra Matin,
- Gregorius Supie Yolodi,
- Yori Antar,
- Sibarani Sofian, dan juga
- Nyoman Nuarta.
Mendapat Waktu 12 Hari
Kelima arsitek dan ahli, lanjut Nyoman, kemudian diminta secara khusus untuk menyampaikan visualisasi.
Berkaitan dengan konsep gagasan desain bangunan yakni berupa sketsa desain yang mampu menggambarkan visi, juga kriteria bangunan gedung khusus di IKN.
“Kami hanya diberi waktu 12 hari untuk mewujudkan konsep gagasan desain dalam bentuk visual, dan harus membuat sekaligus 12 konsep desain,” ujar Nyoman.
Setelah mendapat ide, Nyoman–bersama tim–pun langsung menjabarkan 12 konsep gagasan gedung-gedung yang disayembarakan.
Bersamaan dengan tenggat waktu, 5 Maret 2020, Nyoman mengirimkan berbagai desain gedung khusus IKN, ke Kementerian PUPR di Jakarta.
Lalu, Kementerian PUPR, meminta kelima arsitek serta ahli tersebut untuk mempresentasikan konsep desain mereka, pada 10 Maret 2020.
Kala itu, Nyoman mengatakan, tidak semua arsitek dan ahli yang hadir.
“Ada yang diwakilkan oleh tim mereka,” jelasnya.
“Kami presentasi di depan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, secara bergantian,” sambung Nyoman.
Keputusan Akhir di Tangan Presiden
Menurut prosedur yang ia terima, seluruh hasil dari visualisasi konsep gagasan, dilaporkan oleh Menteri PUPR kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada 13 Maret 2020.
“Semua memang kemudian menjadi keputusan Presiden untuk memilih mana konsep desain yang dianggap memenuhi syarat,” pungkas Nyoman.
Sebelumnya, potret IKN baru yang memuat konsep Istana Negara berbentuk burung garuda, diunggah oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Republik Indonesia.
Suharso Monoarfa membagikan video berdurasi 6 menit 46 detik itu lewat akun Instagram pribadinya, @suharsomonoarfa, Kamis (18/3) lalu.
Dalam video tersebut dijelaskan secara gamblang, gambaran serta rancangan konsep sejumlah ikon bangunan yang akan dibangun di IKN baru.
Suharso juga menyatakan, pembangunan Istana Presiden di IKN baru, akan dimulai pada 2021 ini.
Hal tersebut berlangsung, jika persiapan berjalan sebagaimana rencana dalam masterplan.
“Kalau semuanya berjalan dengan baik dan sesuai dengan rancangan di masterplan yang disusun, dan detail plan yang sudah disiapkan,” kata Suharso.
“Kami optimis, mudah-mudahan Istana Presiden bisa di groundbreaking pada tahun ini,” jelasnya, saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (17/3/2021).