Ngelmu.co – Jika bicara soal kemerdekaan negara, bukan hanya Jas Merah [jangan sekali-kali melupakan sejarah], tetapi juga Jas Hijau [jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama].
Begitu pesan yang senantiasa terdengar dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW).
Menghadiri ‘Doa Bersama untuk Keselamatan Negeri’ [yang diselenggarakan virtual oleh Dewan Masjid Indonesia dan Ikatan Dai Indonesia Jakarta Pusat], Ahad (15/8) lalu, ia menekankan, pentingnya nilai sejarah bagi kemajuan perababan.
“Di antaranya adalah merawat catatan emas sejarah para ulama dan umat Islam,” tutur HNW.
“Yang bersama para pejuang dari berbagai kalangan dan latar belakang agama, organisasi, memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” imbuhnya.
“Maka seharusnya, kita juga Jas Hijau, jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama, umara, dan umat,” sambungnya lagi.
Maka itu Ngelmu, ingin mengulas jasa enam ulama di balik kemerdekaan Republik Indonesia.
Penentu Hari dan Waktu Proklamasi
Al Habib Ali Al Habsyi (Habib Ali Kwitang) adalah salah satu ulama yang berperan penting dalam proses meraih kemerdekaan (1870-1968).
Presiden Soekarno, sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, terlebih dahulu menemui Habib Ali.
Pada saat itu, Soekarno, meminta pendapat hari dan waktu yang tepat untuk membacakan Proklamasi.
Habib Ali juga menjadi tokoh penting dalam proses penyebaran Islam di Betawi.
Selama hidupnya, selain berdakwah kepada ribuan jemaah, ia juga mendirikan Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi, sekaligus menjadi pemimpin pertama.
Pencipta Lagu Kebangsaan
Al Habib Husein Muthahar mendapat gelar kehormatan negara, Bintang Mahaputera, atas jasanya dalam menyelamatkan bendera pusaka Merah Putih.
Ia juga memiliki Bintang Gerilya, atas jasanya yang ikut berperang gerilya pada 1948-1949 silam.
Bangsa mengenal pria kelahiran Semarang, 5 Agustus 1916 ini sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Habib Husein juga merupakan pencipta lagu kebangsaan yang sampai saat ini masih menggetarkan hati penduduk negeri.
Hymne Syukur, mars Hari Merdeka, Dirgahayu Indonesia, dan 1 Agustus.
Soekarno, sempat meminta Habib Husein untuk menyelamatkan bendera pusaka, tak lama setelah Indonesia, menyatakan Proklamasinya.
Saat itu, Belanda yang kembali masuk–dengan menggandeng sekutu–menangkap para pemimpin negeri, guna membubarkan Republik Indonesia.
Mereka juga merazia simbol-simbol Indonesia lainnya–seperti bendera, bahkan memusnahkannya.
Beberapa orang yang mengenakan pin merah putih juga kerap diminta menelan pin yang terbuat dari logam–jika terjaring razia.
Sebagai Mayor yang mendapat titipan Bung Karno, Habib Husein, menyadari hal ini dengan baik.
Ia pun memutar otak, agar bisa membawa bendera pusaka tersebut, keluar dari Yogya–tanpa terjaring razia Belanda.
Lalu, muncul idenya, membuka jahitan bendera dengan hati-hati.
Habib Husein memisah kain merah dan putih, kemudian menggabungkannya ke dalam lipatan baju.
Qadarullah, bendera pusaka pun selamat dari razia Belanda.
Halaman selanjutnya >>>