Ngelmu.co – Ketua DPC PDIP Kota Salatiga Teddy Sulistyo, menyebut elite di DPP partai, tak lagi menghargai kader militan.
“DPP, khususnya yang petinggi-petinggi di sana itu, sudah tidak ada rasa menghargai ke kami, kader-kader yang militan.”
Demikian tutur Teddy, Ahad (7/11) kemarin, mengutip CNN Indonesia.
Apa maksudnya?
Teddy mengeklaim, beberapa pengurus di daerah juga merasakan apa yang ia alami. Namun, mereka tidak berani bicara.
“Bahkan mungkin, ini juga dirasakan rekan kami, pengurus di daerah. Namun, tak berani bersuara lantang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Teddy pun mencontohkan salah satu hal yang ia alami, yakni terkait penentuan calon kepala daerah.
Ia mengaku, tidak pernah diajak rapat atau komunikasi oleh DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Dua kali di Pilkada Salatiga, saya ditarget 30 persen suara, saya Ketua DPC, berhasil 32 dan 38 persen suara,” kata Teddy.
“Terus diajak ngomong saja tidak. Seolah ini rahasia ilahi DPP. Ini maksudnya apa?,” imbuhnya bertanya.
“Kita yang kerja, loh, dari yang bau wangi, sampai bau amis gerilya di masyarakat, kok, terus pakai alasan survei?,” sambungnya lagi.
Sudah empat periode, Teddy menjadi Ketua DPC PDIP Kota Salatiga.
Namun, ia tak juga pernah menawarkan diri maju sebagai calon Wali Kota.
“Saya sudah empat periode jadi Ketua DPC, itu saja tidak pernah ada keinginan maju Wali Kota,” akuannya.
“Lah, kok ditawari saja tidak? Diajak komunikasi soal rekomendasi, ya, tidak pernah,” lanjutnya.
“Lah, ini DPP, kok, maunya enak-enakan?,” imbuhnya tegas.
Ketidaknyamanan itulah yang kemudian membuat Teddy, mengajukan pengunduran diri pada 27 Oktober 2021 lalu.
Ia juga menyatakan mundur dari anggota DPRD Kota Salatiga.
Baca Juga:
- Bela Puan yang Abaikan Interupsi, Ketua F-PDIP Hampiri Legislator PKS
- Pernyataan PDIP soal Thomas Cup dan Jokowi Bikin Warganet Sebel
Setelah mengundurkan diri, hari ini, Teddy dipanggil untuk menghadap ke DPP PDIP di Jakarta.
Dalam undangan, Teddy masih disebut sebagai Ketua DPC PDIP Kota Salatiga–meski telah mengundurkan diri.
Lalu, Teddy menyebut bahwa ia punya bargaining.
“Saya kira, DPP begitu [masih menyebut ketua] karena lihat prestasi, bukan apa-apa. Saya punya bargaining,” klaimnya.
“Masukan tampung dulu, jangan kemudian kita yang babad alas [berjuang dari awal] di bawah, tapi aturan digawe saksenenge dhewe [dibuat semaunya sendiri].”
“Kasihan yang di bawah,” tegas Teddy di Salatiga, sebelum berangkat ke Jakarta, mengutip Detik.
Lebih lanjut, Teddy mengatakan, bahwa keputusannya untuk mundur sudah matang.
Menurutnya, kejengkelan ini bukan perasaan pribadi.
“Saya enggak sebagai pribadi, loh. Banyak teman-teman yang jengkel. Jadi, aturan harus ditegakkan,” tegas Teddy.
Ia, kemudian memaparkan tentang penugasan kader yang dirasa seperti ‘drop-drop-an’, hingga kekuatan lobi uang di internal PDIP.
Teddy juga menyebut nama Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu–yang merangkap Ketua DPD PDIP Jateng–Bambang Wuryanto (Bambang Pacul).
Tidak terkecuali kader PDIP [yang dikenal satu Indonesia, karena tersandung kasus maling bantuan sosial Covid-19] Juliari Batubara.
“Saya mau bekerja dan bergerak di partai, karena punya kemerdekaan berideologi,” kata Teddy.
“Saya tidak mau diinjak-injak, dinggo ancik-ancik [dijadikan batu pijakan]. Aku dudu kacung [saya bukan kacung],” tegasnya.
“Mas Pacul dudu ndaraku [bukan bos saya], kok. Bosku mung [hanya], Bu Mega,” imbuhnya.
“Pak Pacul itu kader, Juliari kader, aku kader, bosku mung [hanya], Bu Mega,” pungkas Teddy.