Ngelmu.co – Protes terhadap Permendikbud Ristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, masih bermunculan.
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Yenti Garnasih, bahkan tidak habis pikir dengan beberapa pasal di dalamnya.
Terkhusus, Pasal 5 Permendikbud Ristek 30/2021, lantaran mengandung frasa ‘tanpa persetujuan korban’, seperti berikut:
- mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
- menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
- membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
“Kalau dengan persetujuan, oke, ‘kan? Berarti kalau dengan persetujuan, oke-oke saja, ya? Mau begitukah kita?”
Demikian protes Yenti, seperti Ngelmu kutip dari Detik, Selasa (16/11/2021).
Baca Juga:
- Psikolog Ikut Soroti ‘Tanpa Persetujuan Korban’ di Permendikbud PPKS
- 12 Poin Hasil Ijtima Ulama MUI: Kripto, Permendikbud, Hingga RUU Minol
Yenti juga menekankan, bahwa masyarakat tidak salah jika menafsirkan frasa ‘tanpa persetujuan korban’–yang termuat pada Pasal 5–sebagai klausul seks bebas.
Wajar, kata Yenti, kalau sampai hari ini Permendikbud Ristek 30/2021, masih mendapat penolakan dari banyak pihak.
“Kalau pendapat saya, ya, iya. Berarti [seks bebas] boleh, menurut Permen tersebut,” tutur Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor itu.
“Bagaimana dengan norma agama? Norma kesusilaan? Etika? Living law?,” tanya Yenti.
Ia juga menegaskan, bagaimana masyarakat Indonesia, masih berpegang teguh dengan aturan agama.
Itu mengapa menurut Yenti, Permendikbud Ristek 30/2021, harus memahami nilai-nilai tersebut.
“Kita ini tidak bebas nilai. Ada norma agama, ada kepatutan. Apa kita mau seperti di Barat?,” kritiknya tegas.
Baca Juga:
- Nadiem Bicara Sanksi Bagi Kampus yang Tak Jalankan Permendikbud PPKS
- Permendikbud PPKS Jadi Kontroversi, Ini Tanggapan Prof Romli Atmasasmita
Maka sebagai solusi, Yenti meminta agar Pasal 5 Permendikbud Ristek 30/2021, direvisi.
“Saya juga bingung, maksudnya apa, ya, menyetujui perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam Permen tersebut, bila dengan persetujuan pihak?”
“Kalau ada dosen yang melakukan kekerasan seksual kepada mahasiswa, ya, laporkan saja ke penegak hukum.”
“Tapi apa iya, kita membiarkan kalau dilakukan dengan persetujuan? Apalagi di kampus?”
“Apalagi dalam konteks dosen ke mahasiswa dan kampus, dengan persetujuan pun, ya, tidak bolehlah!”
“Kan tentang perbuatan asusila di kampus, ‘kan tidak pantas, tidak sopan, dilarang agama, nilai-nilai yang hidup di masyarakat,” pungkas Yenti.