Ngelmu.co – Densus 88 menangkap anggota Komisi Fatwa MUI Ahmad Zain An-Najah, atas dugaan kasus terorisme, Selasa (16/11) kemarin.
Pada Rabu (17/11), Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menanggapi persoalan ini dengan menyampaikan tujuh pernyataan resmi.
Berikut selengkapnya:
- Yang bersangkutan adalah anggota Komisi Fatwa MUI, yang merupakan perangkat organisasi di MUI, yang fungsinya membantu Dewan Pimpinan MUI;
- Dugaan keterlibatan yang bersangkutan dalam gerakan jaringan terorisme merupakan urusan pribadinya, dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI;
- Majelis Ulama Indonesia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum, dan meminta agar aparat bekerja secara profesional, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan dipenuhi hak-hak yang bersangkutan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang baik dan adil;
- MUI berkomitmen dalam mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak pidana terorisme, sesuai dengan fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme;
- MUI mengimbau masyarakat untuk menahan diri, agar tidak terprovokasi dari kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan tertentu;
- Majelis Ulama Indonesia mendorong semua elemen bangsa, agar mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara;
- MUI menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI, sampai ada kejelasan berupa keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
Non-Aktifkan AZ
MUI merespons penangkapan AZ, dengan mengambil sikap menonaktifkan yang bersangkutan.
Pernyataan ini, sebelumnya juga disampaikan oleh Ketua MUI Pusat KH Cholil Nafis.
“Ia dinonaktifkan dari komisi fatwa,” tuturnya pada Selasa (16/11) kemarin, sebagaimana Ngelmu kutip.
MUI, kata Kiai Cholil, juga mendukung tindakan hukum dalam penanggulangan terorisme.
Baca Juga:
- Densus 88 Tangkap Ketum PDRI Ustaz Farid Okbah
- Rentetan Fakta terkait Penangkapan oleh Densus 88
- Dua Akun FB atas Nama Ninoy Karundeng Sebut MUI Harus Dibubarkan
Kronologi Penangkapan
Selasa (16/11), pukul 04.29 WIB, Densus 88 bergerak ke Bekasi, Jawa Barat.
AZ menjadi tersangka teroris pertama yang ditangkap. “Waktu penangkapan AZ, Selasa, 16 November pukul 04.39 WIB.”
Demikian kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.
Densus 88 menangkap yang bersangkutan di sebuah perumahan, di kawasan Pondok Melati.
“Tempat, di Perumahan Pondok Melati,” sambung Ramadhan.
Pukul 05.00 WIB di hari yang sama, Densus 88 Antiteror bergerak ke kawasan Jati Melati–kediaman tersangka lainnya Anung Al-Hamat.
“Kedua, inisial AA. Ditangkap di hari Selasa tanggal 16 November, pukul, kira-kira 05.00 WIB,” kata Ramadhan.
“Di Jalan Raya Legok, Jati Melati, Kota Bekasi,” imbuhnya.
Setelahnya, Densus 88 mendatangi kediaman Farid Ahmad Okbah, dan juga menangkap yang bersangkutan.
“Kemudian FAO, ditangkap, sama, di Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati,” jelas Ramadhan.
Rentetan Fakta Penangkapan
Densus 88 menangkap tiga nama pada Selasa (16/11) kemarin. Pertama adalah Ketua Umum PDRI [Partai Dakwah Rakyat Indonesia] Ustaz Farid Ahmad Okbah.
Kedua merupakan anggota Komisi Fatwa MUI Ustaz Ahmad Zain An-Najah, dan yang ketiga adalah seorang dosen, yakni Ustaz Anung Al-Hamat.
Lebih lanjut, berikut rentetan fakta terkait penangkapan tersebut:
Status Hukum
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyebut, bahwa status ketiganya saat ini adalah tersangka tindak pidana terorisme.
“Penangkapan tersangka tindak pidana terorisme dilakukan terhadap saudara AZ, AA, dan FAO,” tuturnya.
Alasan Penangkapan
Lebih lanjut, Ramadhan menjelaskan alasan penangkapan ketiganya.
AZ adalah atas dugaan peranannya sebagai Dewan Syuro kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Ia juga diduga sebagai Ketua Dewan Syariah Lembaga Amal Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).
“Yang bersangkutan, keterlibatannya adalah sebagai Dewan Syuro JI,” kata Ramadhan.
“Kemudian selain itu, yang bersangkutan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amal Zakat BM ABA,” imbuhnya di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan.
Sementara FAO, lanjut Ramadhan, diduga terlibat sebagai tim sepuh atau Dewan Syuro JI.
Dugaannya, FAO menduduki jabatan di yayasan amal milik JI, LAZ BM ABA.
“Kemudian FAO, keterlibatan sepuh atau Dewan Syuro JI, kemudian anggota Dewan Syariah BM ABA.”
“Kemudian tahun 2018, ia ikut memberikan uang tunai Rp10 juta untuk Perisai Nusantara Esa,” beber Ramadhan.
“[FAO juga] ikut memberikan solusi kepada saudara Arif Siswanto, yang telah ditangkap terkait dengan pengamanan anggota JI.”
“Pascapenangkapan saudara Para Wijayanto, dengan membuat wadah baru,” kata Ramadhan.
“Adapun partai yang dibentuk oleh FAO adalah Partai Dakwah Rakyat Indonesia atau PDRI,” imbuhnya.
Sedangkan AA, diduga terlibat sebagai anggota Pengawas Perisai Nusantara Esa pada 2017.
“Inisial AA, keterlibatannya, sebagai anggota Pengawas Perisai Nusantara Esa tahun 2017,” ujar Ramadhan.
“Kemudian pengurus atas sebagai pengawas kelompok JI,” lanjutnya.
Bantahan Kuasa Hukum Ustaz FAO
Ketua Tim Koalisi Advokasi Ulama dan Agama Islam Ismar Syamsuddin, membantah Ustaz FAO terlibat terorisme.
Ia menyampaikan hal tersebut saat jumpa pers, sebagaimana terekam dalam video yang terunggah di kanal YouTube MimbarTube, Selasa (16/11) malam.
Ismar mengatakan, FAO adalah orang yang taat hukum. Belum lama ini, yang bersangkutan juga menghadiri pertemuan dengan Presiden Joko Widodo.
“Beliau belum lama ini dipanggil Presiden Jokowi, dan hadir datang ke sana, walau banyak mungkin enggak mendukung.”
“Tapi beliau datang, karena beliau mendahulukan ilmu, bahwa bagaimana menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa,” jelas Ismar.
“Apalagi undangan, berarti ‘kan… apa itu namanya seorang teroris?,” imbuhnya bertanya.
Menurut Ismar, kalau memang kliennya dicurigai terlibat terorisme, kepolisian dapat terlebih dahulu memanggil untuk klarifikasi.
“Pak Jokowi saja didatangi, apalagi polisi,” tegasnya.
“Anda datang ke kantor, ada indikasi begini-begini, silakan, tapi jangan menyeret-nyeret umat kaya gini,” sambung Ismar.
Ia juga yakin, FAO jauh dari keterkaitan terorisme. Sebab, yang bersangkutan tidak pernah menebarkan teror.
“Sebagai advokat, saya berkeyakinan, klien kami tidak. [FAO] Jauh dari prasangka tipikal seorang teroris.”
“Teroris dari teror orang takut, ini orang mendekat ke beliau, minta pencerahan,” beber Ismar.
“[Orang datang] Minta diobati yang sakit hatinya, yang sakit jiwanya. Beliaulah yang mengobatinya,” lanjutnya.
Ismar bukan hanya menyangkal dugaan terorisme terhadap FAO, tetapi juga AZ dan AA.
“Beliau bertiga luar biasa. Mungkin baru ini saya tangani kasus yang sekolah tinggi sebagai teroris,” tuturnya.
“Baru beliau, doktor di bidang agama, seorang penceramah,” sambung Ismar.
Itu mengapa, sebagai kuasa hukum, ia juga menyayangkan, lantaran tidak dapat mendampingi kliennya menjalani proses pemeriksaan.
Ismar khawatir, pemeriksaan tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami sebagai lawyer, tidak diberi kesempatan untuk mendampingi beliau, untuk bagaimana, apakah terhadap BAP, bisa tidak fair.”
“Semoga beliau tidak disentuh. Tidak dijadikan seperti Siyono. Tidak dijadikan seperti teman-teman lain yang digebukin, dipaksa untuk ini.”
“Saya yakin, umat akan marah,” tutup Ismar.
Polri: Kami Punya Bukti Kuat
Terpisah, polisi menyebut sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menjerat tiga terduga, yakni FAO, AZ, dan AA.
“Kita sudah kumpulkan bukti yang cukup, kita yakin, kemudian kita lakukan tindakan dan upaya hukum.”
Demikian jelas Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada rekan media, Selasa (16/11) kemarin.
Namun, ia tak menjelaskan, bukti apa saja yang memperkuat jika FAO, AZ, dan AA, terlibat dalam kasus dugaan terorisme.
Ramadhan hanya bilang, bukti-bukti itu didapat dari hasil pemeriksaan beberapa tersangka, yang lebih dahulu ditangkap Densus 88.
“Bukti-bukti tentu dari hasil pemeriksaan beberapa tersangka yang telah ditangkap Densus 88,” kata Ramadhan.
Ia juga menyatakan, bahwa peran dan keterlibatan dalam organisasi yang diduga mengarah ke terorisme, menjadi alasan penangkapan.
“Jadi, fokus penyidikan adalah keterlibatan para tersangka dalam keterlibatan tindak pidana terorisme,” pungkas Ramadhan.