Ngelmu.co – Pernyataan anggota Komisi I DPR Fraksi Partai NasDem, Hillary Brigitta Lasut, pada Senin, 13 Desember 2021, menyita perhatian.
Di saat membela persoalan karantina anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Gerindra, Mulan Jameela; sepulang dari Turki, Hillary bilang:
Dilihat dari sudut pandang hukum, DPR itu setara presiden, kalau dalam pembagian kekuasaan.
Tidak masuk akal dan tidak etis, kalau presiden karantina di Istana Bogor, terus DPR RI karantina di Wisma Atlet.
Jika hanya eksekutif yang mendapat perlakuan khusus [presiden, misalnya], sementara lembaga yang mengawasi kinerja presiden tidak mendapat perlakuan setara, menurutnya, wibawa [kelembagaan pengawas kinerja presiden] berpotensi makin dianggap remeh.
“Kalau wibawa kelembagaan tidak dijaga, bagaimana bisa dihargai saat meminta pertanggungjawaban dari para mitra?,” kata Hillary.
“Ingat, wakil rakyat itu diberikan kepercayaan untuk mengawasi kinerja presiden dan kinerja yudikatif,” tegasnya.
Iya. Hillary membela Mulan yang menjalani karantina mandiri setibanya dari luar negeri.
Sementara masyarakat umum, harus menjalani karantina 10 hari di tempat yang disiapkan ataupun di hotel [biaya ditanggung pribadi].
Hillary juga bicara soal keluarga Mulan yang turut menjalani karantina mandiri.
Lagi-lagi, ia menganggap hal ini sama dengan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) di masa pandemi.
Jika ikut kunjungan ke luar negeri, setibanya di Tanah Air, mereka juga menjalani karantina mandiri.
“Jadi, tidak ada yang berbeda, dan tidak ada yang istimewa sebenarnya, apabila dari sudut pandang aturan,” tutur Hillary.
“Sehingga keluarga Mbak Mulan, karantina di rumah juga tidak dilarang,” sambungnya.
“Standar saya, aturan, karena saya background hukum,” imbuhnya lagi.
Hillary tidak akan menyalahkan segala hal yang tidak melanggar hukum.
“Dan dalam kasus Mbak Mulan ini, tidak ada aturan yang dilanggar olehnya,” pungkasnya.
‘Yang Setara Itu…’
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, pun memberikan tanggapan atas pernyataan Hillary.
Ia menjelaskan bahwa yang setara dengan presiden, sebenarnya adalah DPR sebagai lembaga. Bukan anggota dewan secara perorangan.
“Yang setara itu DPR sebagai lembaga, bukan orang per orangan anggota DPR.”
“Kesetaraan itu, misalnya dalam proses pembentukan undang-undang yang harus mendapatkan persetujuan bersama, presiden [dan] DPR.”
Demikian penjelasan Yusril pada Rabu, 15 Desember 2021, seperti Ngelmu kutip dari Kumparan.
DPR, lanjutnya, dapat aklamasi setuju, menolak, atau setuju/menolak, dengan suara terbanyak.
“Jadi kesetaraan itu ada pada lembaga, bukan pada perorangan anggota DPR,” ujar Yusril.
Maka soal anggota dewan menjalani karantina mandiri, ia berpandangan bahwa hal tersebut tidak bisa dikaitkan dengan kesetaraan DPR dengan presiden.
Menurut Yusril, hal itu merupakan hak seorang anggota DPR.
“Kalau masalah karantina mandiri anggota DPR, habis kunjungan ke luar negeri, bukan persoalan kesetaraan antara anggota DPR dengan presiden.”
“Tetapi berkaitan dengan hak-hak anggota DPR. Ini sama dengan gaji, tunjangan, dan fasilitas anggota DPR dikaitkan dengan gaji, tunjangan, dan fasilitas presiden,” jelas Yusril.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan jika tidak semua hak DPR sejajar dengan presiden. Pengawalan Paspampres, misalnya.
“Presiden berhak tinggal di Istana Kepresidenan sebagai fasilitas untuk Presiden.”
“Ini tidak berarti bahwa anggota DPR juga harus mendapat fasilitas yang sama,” tegas Yusril.
Menurut undang-undang, sambungnya, presiden berhak mendapat pengawalan dari Paspampres [yang berada langsung di bawah Panglima TNI].
“[Namun] Ini tidak berarti, lantas karena anggota DPR ‘setara’ dengan presiden, [maka] anggota DPR juga harus mendapat pengamanan serupa,” tutup Yusril.
Baca Juga: