Ngelmu.co – Kebebasan beragama tercantum dalam konstitusi India. Pemerintahannya mengizinkan warga mengikuti keyakinan mereka, dan dengan bebas mempraktikkannya.
Konstitusi juga menyatakan, negara tidak akan mendiskriminasi, menggurui, atau mencampuri profesi agama apa pun.
Namun, bagaimana dengan Masjid Jamia yang terletak di Srinagar, Kashmir?
Dua tahun sudah otoritas India menutup masjid itu, lantaran perselisihan sengit yang terjadi antara mereka dengan muslim Kashmir.
Sementara Srinagar adalah kota di sebelah utara India yang sekitar 96 persen warganya, muslim
Sudah berabad-abad (lebih dari 600 tahun) Masjid Jamia ada di sana.
Menonjol dan berdiri kukuh dengan gerbang utama yang megah, menara-menaranya juga besar.
Bangunannya terbuat dari batu bata dan kayu. Salah satu masjid tertua di kota berpenduduk 1,2 juta jiwa itu.
Ribuan orang kerap datang ke Masjid Jamia orang melaksanakan salat.
Bangunan dengan 378 tiang kayu itu memang dapat menampung 33 ribu jemaah.
Dalam berbagai acara khusus, ratusan ribu muslim memenuhi lorong serta jalan terdekat.
Jelas, mereka berkumpul di sana untuk ikut menjalani ibadah yang dipimpin dari Masjid Jamia.
Pandangan Otoritas India
Namun, otoritas India justru memandang masjid tersebut sebagai tempat masalah.
Masjid Jamia dinilai sebagai pusat keberanian aksi protes serta bentrokan yang menantang kedaulatan New Delhi atas wilayah Kashmir yang disengketakan [yang diklaim secara keseluruhan oleh India, dan Pakistan, menguasai sebagiannya].
Di sisi lain, muslim Kashmir jelas memandang masjid sebagai tempat suci.
Tempat di mana mereka melaksanakan salat wajib pada hari Jumat, sekaligus menyuarakan hak-hak politik.
Namun, di tengah ketegangan selama dua tahun terakhir ini, sebagian besar masjid telah ditutup.
Bahkan, imam kepala masjid juga ditahan di rumahnya, sepanjang waktu; hampir tanpa henti.
Gerbang utama masjid juga digembok. Lembaran timah bergelombang juga menutupi gerbangnya pada Jumat (10/12/2021).
Penutupan masjid ini jelas memperdalam kemarahan di antara penduduk muslim Kashmir.
Sebab, Masjid Jamia merupakan masjid yang dihormati oleh sebagian besar penduduk muslim Kashmir, yang dikelola India.
“Ada sesuatu yang hilang, jauh di lubuk hati saya,” tutur Bashir Ahmed (65 tahun), mengutip Al Jazeera.
Ahmed adalah seorang pensiunan pegawai pemerintah yang biasa salat di masjid tersebut, selama lebih dari 50 tahun.
Otoritas India? Malah menolak berkomentar atas pembatasan Masjid Jamia.
Walaupun kantor berita The Associated Press, sudah berulang kali mengajukan pertanyaan.
Sebelumnya, para pejabat menyebut pemerintah terpaksa menutup Masjid Jamia.
Alasannya adalah karena komite manajemen masjid tidak dapat menghentikan protes antiIndia di sana.
Sejak 2019
Penutupan Masjid Jamia, terjadi di tengah tindakan keras pada 2019 lalu.
Tepatnya setelah pemerintah mencabut status semi-otonom Kashmir yang dikelola India.
Beberapa masjid dan tempat suci lain di kawasan tersebut juga ditutup selama beberapa bulan.
Alasannya, tindakan keras keamanan dan munculnya pandemi yang turut melanda.
Namun, dalam dua tahun terakhir, beberapa masjid telah kembali mendapat izin untuk melakukan layanan keagamaan.
Tidak demikian dengan Masjid Jamia. Jemaah tetap tidak boleh salat Jumat di sana.
Otoritas India hanya mengizinkan masjid tetap buka di enam hari lainnya.
Itu pun hanya beberapa ratus jemaah yang hadir di sana, alias tidak sebanyak puluhan ribu orang ketika salat Jumat.
Potret yang membuat muslim setempat teringat pada kenangan menyakitkan di masa lalu.
Pada 1819, penguasa Sikh, menutup masjid selama 21 tahun.
Di mana 15 tahunnya, masjid tersebut dilarang, sekaligus mendapat penguncian berkala oleh pemerintah India.
Namun, pembatasan saat ini adalah yang paling parah; sejak wilayah itu dibagi antara India dan Pakistan [setelah kedua negara meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1947].
“India mengatakan itu adalah negara sekuler. Jika demikian, mengapa kita menyaksikan pembatasan agama seperti itu?”
Demikian tanya seorang penyair dan sejarawan, Zareef Ahmed Zareef.
250 Hari
Pada 1989, Kashmir meletus menjadi pemberontakan bersenjata melawan India.
Masjid agung dan daerah sekitar jantung Srinagar, menjadi pusat protes.
Lalu, India menggambarkan pemberontakan tersebut sebagai aksi terorisme, di mana Pakistan adalah sponsornya.
Namun, Pakistan membantah tuduhan itu.
Khotbah di Masjid Jamia sering kali membahas konflik yang sudah berlangsung lama.
Imam kepala masjid dan salah satu pemimpin separatis terkemuka di kawasan itu, Mirwaiz Umar Farooq, menyampaikan pidato berapi-api [menyoroti perjuangan politik Kashmir].
Tidak jarang pihak berwenang melarang salat di masjid agung tersebut, untuk waktu yang lama.
Berdasarkan data resmi, setidaknya, penutupan terhadap Masjid Jamia berlangsung selama 250 hari, pada 2008, 2010, dan 2016.
“Orang-orang di masjid merenungkan dan merasakan spiritualitas, dan Mirwaiz punya gaya unik dalam menyampaikan khotbah.”
“Diskusi seputar masalah sosial, ekonomi, dan politik adalah fungsi inti keagamaan masjid.”
Demikian kata salah satu pejabat di masjid agung Kashmir, Altaf Ahmad Bhat.
Baca Juga:
Lebih lanjut, ia juga menolak hukum dan ketertiban menjadi alasan pihak berwenang menutup masjid tersebut.
“Saya percaya, itu adalah ketidakmampuan mereka, jika mereka tidak dapat mengatasi situasi.”
“Kami mengangkat suara kami di sini, dan itu tidak selalu politis. Saya pikir ini bukanlah suatu argumen sama sekali,” pungkas Bath.