Ngelmu.co – Hampir di sepanjang jalan Kecamatan Pasirian dan Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, baliho Puan Maharani, terpasang.
Potret politikus PDIP yang juga Ketua DPR RI itu bertebaran di lokasi terdampak bencana erupsi Gunung Semeru.
Di pojok kanan atas baliho terdapat keterangan ‘Relawan Puan Maharani’.
Sementara kalimat yang tertera di atas potret Puan adalah ‘Tangismu, tangisku. Ceriamu, ceriaku. Saatnya bangkit menatap masa depan’.
Puan tampak mengenakan baju berwarna putih, dengan tudung bernuansa merah.
Pada bagian bawah baliho, terdapat keterangan bahwa wanita dalam baliho tersebut adalah Puan Maharani, Ketua DPR RI.
Namun, bertebarannya baliho di lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru, justru membuat Puan menjadi bulan-bulanan.
‘Menyakitkan Hati’
Video berdurasi 1 menit 48 detik, terunggah pada akun Instagram @gelandangan_berdikari, Selasa (21/12/2021) kemarin.
Di sana, terdengar bagaimana perekam yang tengah berada di lokasi pengungsian para korban erupsi Gunung Semeru, bercerita.
“Guys, ini pengungsian korban erupsi Semeru, dan ada satu yang menyakitkan hati.”
Tutur perekam sembari mengalihkan arah kamera dari titik pengungsian ke baliho Puan yang bertebaran di jalan.
“Jujur ini menyakitkan hati. Ya, Allah, ya tolong, tolong. Kenapa juga mesti balihonya panjang-panjang sebanyak seperti ini ya, Allah.”
“Di mana kader-kadernya pada saat evakuasi di TKP… enggak ada, Bun, enggak ada, enggak ada, enggak ada, ya Allah.”
Sepanjang video, perekam terdengar begitu kecewa dengan pemasangan baliho Puan di lokasi terdampak bencana.
Video ini pun viral, dan terus tersebar di berbagai media sosial.
View this post on Instagram
Tidak Berempati
Pengamat psikologi politik Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), M Abdul Hakim, ambil bicara.
Ia menduga baliho tersebut menjadi cara untuk memperlihatkan Puan, hadir bagi para korban bencana.
“Pemasangan spanduk Puan di desa terdampak [erupsi Semeru], mungkin ingin memberi pesan,” tutur Abdul, Selasa (21/12/2021).
“Bahwa sosoknya hadir di tengah orang-orang yang terdampak,” sambungnya.
Namun, Abdul menjelaskan pandangannya, bahwa sikap ini kurang tepat.
Pemasangan baliho semacam itu di lokasi bencana juga menjadi bentuk kegagalan komunikasi politik.
“Pemasangan baliho dengan nuansa kampanye, justru akan ditangkap sebagai komunikasi yang tidak empati dengan kondisi penyintas,” tutur Abdul.
“Tentu saja hal itu kurang etis, mengingat [penyintas tengah mengalami] kesulitan dan penderitaan,” jelasnya.
Kata Relawan Bencana
Qomaruddin sebagai salah satu relawan bencana erupsi Gunung Semeru–bukan relawan Puan–buka suara.
Ia menilai, seharusnya baliho itu tidak menonjolkan sosok Puan, secara personal.
Sebab, lebih penting untuk menunjukkan bentuk kepedulian kepada para korban bencana.
“Misal, kayak baliho milik NU dan lembaga zakat, [mereka] hanya pasang bendera [untuk] menunjukkan jalan atau arah ke posko pengungsian.”
Demikian kata Qomar, melalui sambungan telepon, Selasa (21/12/2021) kemarin, mengutip Kompas.
Ia bahkan tidak mengetahui pasti, kapan baliho itu bertebaran di jalan.
“Saya sendiri tidak tau kapan baliho itu dipasang, tiba-tiba pagi [tiga hari lalu] ada,” tutur Qomar.
“Memang banyak balihonya, di sepanjang jalan. Ini juga ada di depan kantor kecamatan [Candipuro],” jelasnya lagi.
Menurut Qomar, baliho baru muncul sekitar tiga hari lalu, sebelum Puan hendak berkunjung ke lokasi bencana.
Puan sendiri baru mendatangi lokasi bencana untuk memberikan bantuan pada Senin (20/12/2021).
“Baliho itu cukup banyak di sini, terutama di pinggir jalan,” ujar Qomar.
Kata Warga Pronojiwo
Salah satu warga Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Pronojiwo, Zaini, juga memberikan tanggapan.
“Banner itu terpasang sejak dini hari kemarin [Senin, 20 Desember 2021],” ungkapnya, Selasa (21/12/2021).
Zaini sendiri menilai pemasangan baliho Puan di lokasi terdampak Semeru, untuk saat ini, kurang pas.
Mengingat erupsi Semeru, masih menyisakan trauma bagi warga. Masih banyak juga yang tinggal di pengungsian.
Zaini menilai, pemasangan baliho Puan adalah untuk mencari simpati menuju Pilpres 2024.
Namun, tidak cocok rasanya jika pemasangan berlangsung untuk mencari simpati atau dukungan di tengah bencana.
“Untuk saat ini jangan dulu dipasang, di saat suasana duka seperti ini,” kata Zaini.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah bantuan, dan nasib ke depan bagi warga pengungsian korban erupsi Semeru,” tegasnya.
Kedatangan Puan, menurutnya juga tidak merata. “Hanya mengunjungi korban dan desa di Kecamatan Pronojiwo.”
“Padahal dusun yang terdampak banyak, seperti di Kecamatan Candipuro,” papar Zaini.
Ia juga berpendapat, kalaupun tetap ingin memasang baliho, tunggulah sampai permasalahan Semeru, selesai.
“Kalau nanti [Semeru] sudah selesai, enggak masalah pasang banner untuk mencari simpati,” ujarnya.
“Toh pemilihan presiden juga masih lama,” tutup Zaini.
Kata Warga Candipuro
Sementara Sugeng yang merupakan warga Desa Supit Urang, Kecamatan Candipuro, bilang bahwa pemasangan baliho Puan, kurang bermanfaat bagi warga terdampak erupsi Semeru.
“Lebih baik uangnya dibantukan ke korban erupsi Semeru, daripada dibuat banner. Enggak ada manfaatnya di saat kondisi seperti ini,” ucapnya.
Sugeng juga bilang, sebenarnya warga Dusun Kajar Kuning dan Curah Kobokan yang berada di pengungsian, menantikan kedatangan Puan.
Sebab, ada warga korban erupsi Semeru yang ingin curhat masalah hidup ke depannya, mengingat Puan adalah Ketua DPR RI.
“Bu Puan Maharani sudah ditunggu para korban erupsi Semeru, dari Dusun Kajar Kuning dan Dusun Curah Kobokan, Candipuro,” kata Sugeng.
“Banyak warga menunggu kedatangan Ketua DPR RI untuk curhat, dan minta masukan tentang kehidupan baru yang akan datang,” jelasnya.
Namun, pemasangan baliho Puan di lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru, bukanlah hal yang diharapkan.
‘Bukan Ekspresi Politik yang Bermartabat’
Beda lagi dengan penilaian dari peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
Ia mengkritik bertebarannya baliho Puan di lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru.
“Baliho di tempat bencana itu bukan ekspresi politik yang bermartabat,” tegasnya, Rabu (22/12/2021).
“Politik baliho di daerah bencana itu merendahkan warga korban, dan itu jelas tidak bermartabat,” sambung Lucius.
Pemasangan baliho, lanjutnya, mestinya punya misi politik, maka itu harusnya berjalan dengan strategi yang benar.
Lucius pun mengimbau, agar Puan ataupun timnya, tidak menggunakan cara-cara politik ‘cowboy’.
“Jangan pakai politik cowboy. Asal ada momen, sikat saja tanpa memikirkan dampak politisnya itu,” pesannya.
“Ini yang jadi aneh, dari politik baliho politisi seperti Puan ini,” sambung Lucius.
“Seolah-olah segala cara digunakan, sekalipun cara-cara yang diyakini justru akan membunuh tujuan politik sang politisi,” imbuhnya lagi.
Lucius bahkan mempertanyakan keberadaan baliho-baliho tersebut di lokasi bencana.
Jika tujuannya adalah pencitraan, menurutnya, jelas tidak akan tercapai.
“Jadi, sebagai strategi politik, pemasangan baliho ini jelas tidak masuk akal sehat,” kata Lucius.
“Alih-alih mencapai tujuan, baliho-baliho itu justru akan menghambat Puan menggapai tujuannya,” sambungnya.
“Bagaimana bisa orang lagi susah disuruh mikir politik, dan ambisi politisi yang ada di baliho itu?” tambahnya lagi.
Sebagai Ketua DPR, kata Lucius, seharusnya Puan tidak mengizinkan pemasangan baliho tersebut, lantaran akan mengganggu citra DPR sebagai lembaga perwakilan.
Seharusnya, DPR menjadi yang terdepan dalam memberikan respons cepat melalui kebijakan bantuan dari pemerintah untuk mengatasi dampak bencana.
“DPR harus hadir dengan segala ketulusannya, sebagai bagian dari rakyat, untuk merasakan penderitaan rakyat karena bencana.”
“Tetapi di saat yang bersamaan, sebagai wakil rakyat, DPR tidak boleh larut dalam duka.”
“Karena harus memikirkan bagaimana mengangkat kembali rakyat terdampak, agar bisa segera hidup normal,” tutup Lucius.
Respons PDIP Lumajang
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kabupaten Lumajang, mengaku tidak mengetahui soal pemasangan baliho tersebut.
Bukasan selaku Sekretaris DPC PDIP Lumajang, bilang bahwa baliho-baliho itu bukan dibuat dan dipasang oleh partai; melainkan relawan Puan.
“Kami tidak mengerti, kami hanya memasang baliho ucapan selamat datang kepada Mbak Puan, sebagai anggota DPR RI,” jawabnya melalui sambungan telepon, Selasa (21/12/2021).
Jumlah baliho yang dipasangnya juga tidak sebanyak baliho yang tengah menjadi sorotan.
Bukasan mengeklaim, pihaknya hanya memasang baliho di Kecamatan Pronojiwo.
Ia memperkirakan baliho Puan yang bertebaran itu adalah inisiatif relawan ataupun sahabat Puan.
“Kalau dari partai hanya baliho ucapan selamat datang, selebihnya itu tidak paham, saya pikir relawan,” pungkasnya.
Baca Juga:
Situasi Teranyar
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) menyatakan, aktivitas gempa guguran dan tektonik di Gunung Semeru, masih terus terjadi.
Berdasarkan laporan pengamatan PVMBG sejak pukul 06.00-12.00 WIB, Senin (20/12/2021) kemarin saja, sudah lima kali terjadi gempa guguran, dan tiga kali gempa tektonik jauh.
Gunung Semeru juga masih berstatus di level III atau Siaga.
Dalam kondisi tersebut, PVBMG mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara; sepanjang Besuk Kobokan [13 kilometer dari puncak].
“Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai [sempadan sungai] di sepanjang Besuk Kobokan.”
“Karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar, hingga jarak 17 kilometer dari puncak.”
Masyarakat juga diminta untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Semeru, karena rentan bahaya lontaran batu pijar.
Selain itu, masyarakat juga harus selalu waspada terhadap potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar.
Di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru. Aliran sungai yang perlu diwaspadai meliputi:
- Sepanjang Besuk Kobokan,
- Besuk Bang,
- Besuk Kembar dan Besuk Sat, serta
- Potensi lahar di sungai-sungai kecil [anak sungai dari Besuk Kobokan].