Ngelmu.co – Realitas kuli panggul wanita, Latipa (48), yang harus mengangkut beban 50-60 kilogram untuk mengantongi upah Rp2.000 sampai Rp4.000.
Bukan setahun dua tahun. Sudah 20 tahun ia menjadi kuli panggul di Pasar Pabean, Gang Ketapang VI, Surabaya, Jawa Timur.
“Mulai kecil, saya jadi kuli panggul, dari umur 20 sampai 40-an sekarang.”
Demikian kata wanita yang akrab dipanggil Tipa kepada Jatim Now, beberapa waktu lalu.
Sebenarnya, ia merupakan warga asal Madura. Namun, kini merantau dan tinggal di Bulak Banteng.
Perihal upah Rp2.000 sampai Rp4.000 untuk sekali angkut, Tipa bilang, “Ya [beban yang diangkat] sembarang. Ada bawang, kemiri, rempah-rempah.”
“Adanya apa, ya, diangkut,” sambung Tipa yang dahulu kuat mengangkut beban hingga 70 kilogram.
“Sekarang ibu enggak kuat, dulu masih bisa. [Sekarang paling memanggul] Beratnya, ya, 50-60 kilogram,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tipa juga mengaku bahwa penghasilan yang ia dapat dalam sehari, tidak bisa mencukupi kebutuhan harian.
“Kalau Rp3 ribu, [sehari] empat kali panggul, ya [sehari dapat] Rp12 ribu. Enggak cukup untuk sehari,” kata Tipa.
Bolak-balik naik angkutan umum untuk sehari saja, tuturnya, sudah menghabiskan Rp10 ribu.
“Ya, bagaimana lagi. Keaadaannya begini,” akuan Tipa.
Adanya pandemi Covid-19, lanjutnya, juga memengaruhi pekerjaan.
“Musim Corona, orang jualan enggak laku. Ya, enggak kulakan,” jelas Tipa.
Sehari-hari, ia mulai bekerja sejak pukul 07.00 WIB. Tipa sudah tiba di Pasar Pabean, dan menjalankan pekerjaannya.
“Kalau ada muatan, kita [kuli panggul] langsung lari,” ujarnya.
Tipa tetap harus bekerja, meskipun usianya sudah kepala empat, dan badannya juga mulai merasa sakit.
“Sakit semua badannya. Ini [lututnya] sakit, [tapi] meskipun sakit, tetap kerja,” jelasnya.
“Ya, apalagi [yang mau dikerjakan]? Nanti makan apa?” sambungnya bertanya.
“Kalau sakit, nanti beli obat, ‘kan tambah enggak punya,” tutup Tipa.
Baca Juga: