Ngelmu.co – RUU IKN memang telah sah menjadi undang-undang per Selasa, 18 Januari 2022 lalu.
Namun, kini publik justru dibuat makin kecewa, lantaran naskah akademik RUU IKN, tampak awur-awuran.
Awalnya, Sekjen DPP Asparnas Dedek Prayudi alias UKI, bilang:
“Saya enggak paham, kenapa masih ada yang enggak paham urgensi pemindahan ibu kota.”
Ia menyampaikan pernyataan tersebut melalui akun Twitter pribadinya, @Uki23, Kamis (13/1/2022).
Lalu, pada Rabu (19/1/2022), ia yang mengaku punya naskah akademik yang menjadi landasan kebijakan pemindahan IKN, menjawab tanya seorang warganet.
“Di luar kajian teoritisnya, menarik untuk melihat landasan sosiologis, yuridis, dan filosofis. Saya upload ke Gdrive. Silakan di-download: https://t.co/uTIJwTZXA0.”
Dari situlah, makin banyak warganet yang mengetahui seperti apa isi naskah akademik RUU IKN, kemudian kecewa dengan kualitasnya.
Naskah Akademik RUU IKN Awur-awuran
Pemilik akun @ditamoechtar_, misalnya. Ia bilang, “Yuk, makasih dulu sama Uki.”
“Karena berkatnya, kita jadi tahu kualitas naskah akademik untuk proyek yang menghabiskan dana ratusan triliun itu, ternyata kualitasnya awur-awuran,” sentilnya.
Contoh sederhananya adalah terdapat kesalahan pengetikan pada naskah akademik RUU IKN tersebut, sejak awal isi.
‘Pendahuluan’ yang tertulis menjadi ‘Pengahuluan’, misalnya.
Terpisah, Profesor Sulfikar Amir juga bilang:
“Suatu proyek skala besar, berbiaya Rp500 triliun, yang sebagian besar dibiayai APBN [uang pajak], dijustifikasi dengan naskah akademik yang kualitasnya seperti ini?”
“Sebagai sosiolog, saya merasa sangat tersinggung!” kritiknya.
Begitu juga dengan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr Berlian Idriansyah Idris (Bili).
Ia menyoroti ke-17 referensi yang tercantum pada naskah akademik RUU IKN, karena tidak satu pun dari dalam negeri.
Bili membalas @nobi_zen, yang sebelumnya mengetwit, “Ini naskah akademik resmi di situs DPR, ya. Tinggal googling ketemu, kok. Sudah gue upload di Gdrive.”
“Makasi, ya, Mas, sudah ngasih link naskah akademik resmi,” jawab Bili.
“Ternyata isinya mirip-mirip saja, referensinya juga sama, 17 doang. Ini sampul depannya malah terbalik,” sambungnya.
“Sedih banget, proyek ratusan triliun rupiah, dibiayai APBN, landasan ilmiahnya kayak gitu doang,” imbuhnya lagi.
Protes Sejarawan
Para pengguna Twitter, memang ramai-ramai mengkritik substansi naskah akademik RUU IKN.
Berkaitan dengan landasan sosiologis, referensi penulisan naskah, hingga diksi atau pemilihan kata, misalnya.
Berdasarkan dokumen yang terunggah di laman resmi DPR RI, naskah akademik RUU IKN terdiri dari 6 bab; tertuang dalam 175 halaman.
Terdapat logo Kementerian PPN/Bappenas, pada halaman depan naskah tersebut.
Tertulis juga keterangan Juni 2021 pada sampul naskah.
Sementara kata pengantar naskah akademik, ditulis oleh Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa.
Mendapati hal ini, sejarawan JJ Rizal, ikut melayangkan kritik, lantaran nihilnya referensi produk akademisi dalam negeri pada naskah.
“Ini naskah akademik ibu kota baru, namanya Nusantara, yang bangun mengaku nasionalis Soekarno, tapi satu pun enggak ada referensinya produk akademisi Indonesia.”
“Ini ibu kota sampai modal akademiknya pun modal asing. Astaga…” tulis Rizal melalui akun Twitter pribadinya, @JJRizal, Kamis (20/1/2022).
@ngelmuco Publik menyoroti #Naskah #Akademik rancangan #UUIKN yang menurut mereka begitu #Awurawuran #TikTokBerita #Ngelmuco ♬ Welcome To Indonesia – Ica Maysha ft. TikTok Creators
Pansus RUU IKN Beri Penjelasan
Terpisah, Wakil Ketua Pansus DPR RI RUU IKN Saan Mustopa, memberikan penjelasan.
Pada Jumat (21/1/2022), ia bilang, yang membuat seluruh naskah akademik RUU IKN adalah pemerintah.
Berikut pernyataan Saan:
Itu ‘kan yang bikin naskah akademik dari pemerintah, tapi pemerintah ‘kan sudah punya banyak referensi.
Saya yakin-lah, pemerintah juga referensi-referensi dari dalam negeri secara filosofisnya.
Lalu, argumentasinya dan sebagainya. Pasti sudah pemerintah pertimbangkan semua.
Tentu pemerintah juga meminta pendapat-pendapat dari para ahli-lah.
Enggak mungkin juga pemerintah membuat naskah akademik tanpa referensi akademik dengan meminta pandangan dari para pakar yang berkompeten.
Kalau soal [referensi] luar negeri, itu ‘kan tentu soal komparasi negara-negara yang pindah ibu kota.
Tapi ‘kan tentu ini pasti dilakukan pemerintah.
Kita ‘kan baru pertama punya UU Ibu Kota Negara. Kita enggak pernah punya UU IKN.
Nah, ketika kita mau pindah, tentunya kita harus punya bandingan ‘kan? Negara mana yang pemindahan ibu kota sukses.
Kan banyak negara yang pindah ibu kota. Itu ‘kan semua ‘kan, Amerika Serikat juga pindah ibu kota.
Itu ‘kan bandingan soal itu. [Sementara] dari sisi filosofi dan sebagainya, pasti juga nasakah terkait referensi lain digunakan.
Jadi sekali lagi, jangan juga, pasti pemerintah menggunakan kajian yang sangat mendalam secara akademis. Semua pasti dipikirkan.
Klaim Tenaga Ahli Utama KSP
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Wandy Tuturoong juga menyampaikan klaimnya.
Bahwa perumusan naskah akademik RUU IKN, katanya, melibatkan pemerintah, DPR, dan para ahli.
Wandy juga menepis anggapan yang menyebut bahwa pembahasan serta pengesahan RUU IKN menjadi UU, sangat singkat. Begitu terburu-buru.
Ia kembali mengeklaim, perumusan UU IKN telah melalui proses diskusi yang matang serta komprehensif.
“Ini yang harus diketahui oleh publik, bahwa komunikasi dengan pemerintah, khususnya Bappenas dalam persiapan draf RUU, Perpres, bahkan rancangan masterplan, sudah berlangsung lama, sejak periode lalu.”
Maka itu Wandy menilai, yang terpenting saat ini adalah mengawal proses selanjutnya.
“Kerja sama penuh antara seluruh elemen masyarakat, bersama dengan pemerintah, sangat dibutuhkan untuk mendukung kesuksesan pemindahan ibu kota baru ini.”
Sekilas tentang UU IKN
Sebagai informasi, UU IKN terdiri dari 11 bab dan 44 pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota.
Pembahasan RUU ini memang terbilang cepat, karena hanya memakan waktu 43 hari.
Terhitung sejak 7 Desember 2021, sampai akhirnya sah menjadi UU pada 18 Januari 2022.
Di sisi lain, naskah akademiknya disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas, berdasarkan kajian sejak 2017.
Naskah akademik tersebut menyimpulkan bahwa DKI Jakarta, tidak lagi bisa mengemban peran optimal sebagai ibu kota.
Terlampir juga dua halaman daftar pustaka pada naskah akademik itu.
Di mana referensinya, rata-rata diisi oleh buku terbitan tahun 90-an. Bahkan, ada yang terbitan tahun 1910.
Adapun buku paling baru adalah terbitan tahun 2017.
Baca Juga: