Ngelmu.co – Perajin tahu dan tempe di pulau Jawa, sepakat untuk mogok produksi selama tiga hari, karena naiknya harga kedelai.
@ngelmuco Perajin #tahu #tempe di seluruh #Jawa bakal mogok produksi gegara harga kedelai terus naik. #TikTokBerita #Ngelmuco ♬ News, headlines, documentaries(853840) – Kei
Rencananya, aksi tersebut akan berlangsung pada 21-23 Februari 2022 mendatang.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin.
Ia bilang, sebelumnya, perajin tahu dan tempe yang akan mogok produksi hanya di Jabodetabek dan Jawa Barat.
Namun, ternyata perajin dari daerah lain seperti Bandung, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga menyampaikan keinginan yang sama.
“Sehingga bisa dibilang [perajin tahu tempe] seluruh Jawa, akan mogok produksi,” tegas Aip pada Kamis (17/2/2022), seperti mengutip Kompas.
Protes Gegara Harga Kedelai
Lebih lanjut, Aip juga menjelaskan, bahwa aksi tersebut bukan semacam demo yang rusuh sampai turun ke jalan.
Melainkan hanya berhenti produksi, dan tidak berjualan sementara.
Menurut Aip, aksi mogok tersebut adalah upaya terakhir para perajin dalam menghadapi mahalnya harga kedelai.
“Sistem mogok kami ini bukan demo, tapi kami hanya berhenti produksi selama tiga hari, terus tidak jualan di pasaran,” jelasnya.
“Sehingga tidak ada cerita turun ke jalan atau bentrok-bentrokan,” sambung Aib.
Rencana Mogok Sudah Sejak Desember
Pada kesempatan yang sama, Aip juga menyampaikan bahwa rencana aksi mogok itu sudah ada sejak Desember 2021 lalu.
Namun, Gakoptindo berusaha melarang, agar produksi tetap berjalan.
Para perajin juga masih menuruti saran yang lahir dari Gakoptindo.
“Kami sebagai Gakoptindo, tadinya sudah ekspos ke teman-teman yang usul sejak bulan Desember,” kata Aip.
“Sudah kami tahan-tahan supaya enggak mogok, karena kenaikan harga ini wajar,” imbuhnya.
“Pemerintah maupun importir menaikkan harganya juga sudah sesuai aturan yang ada,” sambungnya lagi.
Namun, lanjut Aip, karena harga kedelai terus merangkak naik sampai ke angka Rp11.000 per kilogram, para perajin pun tidak tahan.
Akhirnya, mereka tetap bakal mogok produksi.
“Tapi kenaikannya malah terus-terusan, dari Rp9.000, hingga Rp11.000,” kata Aip.
“Sehingga banyak anggota kami yang kolaps, tidak jualan,” pungkasnya.
Baca Juga: