Ngelmu.co – Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah Cirebon, Buya Yahya, kembali bicara soal hukum wayang–dan gamelan–dalam Islam.
Melalui kajian virtual bersama komunitas Islam di Selandia Baru, Buya Yahya menjawab pertanyaan pegiat wayang dan gamelan; terkait video yang viral belakangan ini.
Simak selengkapnya, berikut ini:
Saya bicara tentang wayang sudah jauh-jauh hari. Sebetulnya, dunia pewayangan itu tidak ada dalam Islam.
Cuma, kecerdasan orang saleh pada zaman itu mengubah… sebab itu ‘kan budaya-budaya di India sana.
Masuk ke Indonesia, kemudian menjadi budaya khas Indonesia, dengan pewayangan.
Tetapi kisah-kisahnya tentang Bharatayuddha dan seterusnya, itu ‘kan kisah-kisah yang ada di luar Islam.
Cuma yang harus kita pahami, bahwasanya mereka, para ulama itu dengan cerdas.
Budaya tetap budaya, seni tetap seni… yang mengatakan bahwasanya ‘kan gambar adalah haram dan sebagainya.
Ternyata, wayang itu… dan kami husnuzan, mereka sudah mengemas dengan syariat.
Yang berubah itu, yang enggak benar, sekarang gambarnya dipatungkan lagi. Wayang kulit ‘kan [bentuknya] penyet.
Sebetulnya, gambar [wayang kulit] itu sudah dilepaskan daripada dunia perpatungan. Itu adalah siasat mereka; ulama terdahulu.
Sehingga gambarnya [wayangnya] dipenyetkan. Makanya mohon, kalau Anda [memainkan wayang] jangan pakai yang berpatung,ya.
[Pakai] yang penyet, wayang kulit… yang aslinya itu wayang kulit itu. Jadi, enggak usah dipatungkan lagi.
Kemudian sisi lain, Anda… ini kebetulan saya ketemu, saya senang. Saya juga sekarang lagi mencari kader dalang.
Saya pengin ada seorang dalang yang sangat dekat dengan saya, yang saya akan mengerti…
Jadi, dalam dunia pewayangan itu kecerdasan mereka, ‘kan ada satu tokoh dalam pewayangan namanya Panakawan, ‘kan begitu.
Panakawan aslinya enggak ada.
Cuma tanpa disadari, kehebatan para wali dahulu itu ingin meruntuhkan keyakinan-keyakinan yang mendewakan selain Allah, menuhankan selain Allah.
Ternyata, dikasih tokoh yang namanya, Semar. Anehnya, mereka enggak sadar, bahwasanya, memperhalus.
Biarpun dewa, itu kalau punya masalah, bertanyanya ke Semar, ‘kan gitu ‘kan?
Dahulu, wayang adalah budaya untuk menyebarkan agama Islam.
Maka kalaupun hari ini ada dalang-dalang, kami berharap, kembali kepada misinya, kalau pengin dijadikan satu budaya yang Islami.
Misi untuk membawa umat kepada kebaikan. Cerita-cerita yang baik. Selalu ‘kan ada pesan.
Jadi, untuk menjadi baik, ada pesan-pesan baik.
Cuma [jika] bertanya, apakah Buya, harus dalang? Ya, enggak, dong. Sudah cukup, yang lainnya dalang.
Maksud kami adalah Islamisasi budaya itu penting.
Termasuk di Selandia. Mungkin di sana ada budaya yang lagi tren.
Kalau Anda tidak mengambil bagian itu, mungkin Anda tidak bisa merangkul mereka.
[Jadi] Anda ambil, tetapi Anda Islam-kan.
Maksudnya, selagi sifatnya adalah umum, kebiasaan, tradisi, yang bisa dimasukkan pesan-pesan Islami, [lakukan].
Bahkan, tidak harus pakai label Islam.
Dahulu, para wali sanga itu menyebar syair ke penjuru Indonesia, belum mengerti kalau itu isinya Islami.
Ilir-ilir mereka hafal, tetapi belum mengerti apa artinya, seperti itu.
Jadi, kalaupun ada ustaz yang mengatakan [wayang] haram, itu adalah masalah pandangan.
Tidak usah kita bermusuhan.
Kalau kami memang memandangan dari sisi lain juga, biarpun saya tidak harus jadi dalang.
Tapi saya mengerti, bahwasanya, ini suatu pesan, karena waktu itu, satu dalang; Ki Seno Nugroho, yang telah meninggal, itu kalau live, yang mengikuti 38 ribu.
Artinya ‘kan masih banyak pendengarnya? Artinya, umat Indonesia itu yang masih senang, masih banyak.
Seandainya kita punya Pak Seno, yang ia mengerti fikih empat mazhab… wah, ini kayaknya dakwah ini cakap banget.
Wayang itu sekadar contoh. Kita jangan fokus sekadar wayang, yang lain pun, apa saja, permainan hari ini.
Tidak boleh kaku, tetapi tidak boleh kita bebas tanpa batas.
Simak juga penjelasan Buya Yahya tentang wayang yang lainnya, berikut ini:
Baca Juga: