Ngelmu.co – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat (Jabar), mengabulkan tuntutan vonis mati untuk Herry Wirawan.
Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama hanya menjatuhi pria pemerkosa 13 santriwati itu dengan hukuman seumur hidup.
Namun, di tingkat banding, Herry tidak dapat lolos dari hukuman mati.
“Menerima permintaan banding dari jaksa atau penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati.”
Demikian kata hakim persidangan yang diketuai oleh Herri Swantoro; melalui keterangannya, Senin (4/4/2022), mengutip Kumparan.
Hakim menilai, perbuatan Herry, telah terbukti sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76 D UU RI 17/2016 [tentang Perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP], sebagaimana dakwaan pertama.
Dalam kasus ini, 13 santriwati telah menjadi korban aksi bejat, Herry.
Di mana 8 di antaranya hamil, dan melahirkan 9 bayi. Sebab, seorang santriwati melahirkan hingga dua kali.
Namun, meski putusan hakim telah sesuai dengan tuntutan jaksa, ini belum inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
Sebab, Herry masih dapat mengajukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga:
Terlepas dari itu, Majelis Hakim PT Bandung juga membebankan Herry, untuk membayar uang restitusi; yang sebelumnya dibebankan kepada negara.
Hakim PT Bandung memperbaiki keputusannya, dengan membebankan uang restitusi kepada Herry.
“Membebankan kepada terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dede,” bunyi dalam dokumen putusan.
Dalam putusan tersebut, tertulis bahwa biaya restitusi yang harus Herry, bayar, hanya mencapai Rp300 juta.
Tiap korban akan menerima restitusi dengan nominal yang beragam.
Putusan juga mengungkap alasan, mengapa majelis hakim tidak sepakat jika biaya restitusi dibebankan kepada negara.
Tidak lain karena ini merupakan tanggung jawab Herry, atas perbuatannya.
Sebagai tindak lanjut dari kewajiban membayar biaya restitusi, majelis hakim juga bakal merampas aset milik Herry.
Termasuk Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Madani Boarding School, dan Ponpes Tahfidz Madani.
“Dapat dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan biaya pendidikan dan hidup anak-anak korban hingga dewasa atau menikah,” sambung majelis hakim.
Bagaimana tanggapan kuasa hukum korban yang juga Ketua LBH [Lembaga Bantuan Hukum] SPP [Serikat Petani dan Pasundan] Yudi Kurnia?
Ia telah menyampaikan putusan tersebut kepada para korban.
“Sudah. Tadi saya sudah komunikasi dengan keluarganya, dan mereka sudah terakomodir-lah keinginannya oleh pengadilan tinggi.”
“Dan mengucapkan apresiasi kepada kejaksaan tinggi, yang sudah melakukan banding, dan telah mewakili perasan keluarga korban.”
Demikian kata Yudi; melalui sambungan telepon, Senin, 4 April 2022 kemarin.
Menurutnya, pihak keluarga korban menilai putusan majelis hakim, sudah sesuai dengan harapan.
Putusan tersebut juga menjadi bukti serta komitmen negara untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Vonis mati untuk Herry, juga merupakan bentuk peringatan, agar tidak ada lagi aksi kekerasan seksual ke depannya.
Terlebih kepada anak-anak.
“Ini memberikan pesan, dengan hukuman mati ini, memberikan pesan.”
“Kepada siapa pun pelaku yang mau coba-coba atau mau melakukan kekerasan seksual kepada anak.”
“Tidak ada ruang di negeri ini untuk pelaku kejahatan terhadap anak,” tegas Yudi.