Ngelmi.co – Politikus Denmark, Rasmus Paludan, mengulangi aksi keparatnya pada Kamis, 15 April 2022.
Ia kembali membakar kitab suci Al-Qur’an. Kali ini di Linkoping, Swedia; kota dengan mayoritas penduduk muslim.
Aksi keparat Paludan, bersama kelompok anti-muslim garis keras di Swedia, berujung demonstrasi, hingga melukai sembilan polisi.
Ia dan partainya, Stram Kurs, yang membakar Al-Qur’an di area terbuka, memancing ratusan orang turun ke jalan.
Tegas, mereka menentang Paludan dan kelompoknya, tetapi yang bersangkutan tetap meneruskan aksi keparatnya.
Demonstrasi pun berujung ricuh. Sebuah mobil bahkan terbakar.
Tampak juga puluhan orang bertopeng menyerang mobil polisi.
Kerusuhan juga berimbas kepada sejumlah anggota kepolisian. Mereka harus dilarikan ke rumah sakit.
“Suasana menjadi agresif, dan ada serangan terhadap polisi di tempat kejadian.”
Demikian kata salah satu Juru Bicara Polisi Swedia, Asa Willsund, kepada penyiar SVT, mengutip AFP.
Keadaan baru mulai pulih, setelah polisi mundur.
Namun, itu belum selesai. Keesokan harinya, Jumat (15/5/2022), massa kembali terlibat bentrok dengan polisi Swedia.
Imbasnya, sembilan anggota pasukan keamanan pun terluka.
Juru Bicara Kepolisian Swedia yang lain, Diana Qudhaib, mengatakan bahwa anggotanya terkena batu dan mengalami patah lengan.
Begitu juga dengan salah satu warga. Ia terkena lemparan batu di bagian kepala.
Mikael Yuksel yang merupakan politikus Swedia kelahiran Turki, buka suara.
Ia menilai, Paludan yang berada di bawah perlindungan polisi, terus melakukan provokasi di berbagai daerah di Swedia.
Yuksel juga bilang, politikus sayap kanan itu sengaja menetapkan lokasi yang dekat dengan masjid.
Paludan pun memilih wilayah yang mayoritas penduduknya adalah muslim, agar provokasinya berjalan.
“Di Swedia, negara yang tegas membela hak asasi manusia serta kebebasan beragama, Al-Qur’an dibakar di wilayah muslim, di bawah perlindungan polisi.”
Demikian kritikan Yuksel, keras.
Itu mengapa, ia kemudian menyerukan agar polisi bertindak dengan nalar untuk menghadapi hal tersebut.
Baca Juga:
Selama beberapa tahun, Paludan terus menjadi sorotan, lantaran tindakannya yang dianggap memecah persatuan.
Pada November 2020 lalu, ia juga ditangkap di Prancis, dan dideportasi.
Tidak lama setelah itu, lima aktivis lain ditangkap di Belgia, atas tuduhan menyebarkan kebencian dengan membakar Al-Qur’an di Brussel.