Ngelmu.co – Pemerintah mulai menyosialisasikan transisi pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR), menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Namun, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, tidak sepakat.
Ia menolak rencana terkait pembelian minyak goreng (migor) itu, karena menurutnya, akar masalah terdapat pada sisi produksi dan distribusi; bukan karena lonjakan konsumsi.
“Pemerintah jangan gonta-ganti kebijakan tata niaga minyak goreng curah secara trial by error, alias coba-coba.”
“Namun, tidak menyelesaikan masalah. Misalnya, kebijakan penggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk pembeli migor curah.”
Demikian tutur Mulyanto di awal kritikannya, seperti Ngelmu kutip pada Selasa, 28 Juni 2022 ini.
Wakil Ketua F-PKS DPR RI itu meminta, agar pemerintah fokus menyelesaikan akar masalah.
Bukan justru menerapkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru.
Mulyanto menilai, ide penggunaan aplikasi PeduliLindungi, malah akan menyulitkan masyarakat kecil.
Apalagi pengguna migor curah, notabene adalah rakyat kecil serta pelaku usaha mikro dan kecil.
Maka bila ini dipaksakan, kata Mulyanto, justru dapat menyulitkan mereka.
“Hari gini, pemerintah harus benar-benar cermat dalam mengambil opsi kebijakan bagi masyarakat,” ujarnya.
“Jangan menerapkan kebijakan yang menyusahkan rakyat,” tegas Mulyanto.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kebijakan yang penting dan mendesak saat ini adalah membanjiri pasar dengan migor curah secara cukup.
Dengan harga yang sesuai HET alias harga eceran tertinggi. Sebab, persoalan ini yang terkesan lambat diselesaikan oleh pemerintah.
“Nyatanya, kondisi yang ada sekarang ini janggal dan paradoksal,” kata Mulyanto.
“Di satu sisi, stok CPO, dikatakan berlimpah di tangki penyimpanan, dan harga TBS [tandan buah segar] sawit rakyat, anjlok mendekati Rp500 per kilogram.”
Baca Juga:
Namun, kata Mulyanto, di sisi lain, masih terjadi kelangkaan migor curah, serta harganya jauh di atas HET.
“Berarti, ada yang salah di tingkat produsen dan distributor migor curah,” sebutnya.
Logika sederhananya, sambung Mulyanto, CPO yang berlimpah di pabrik, seharusnya bisa diolah menjadi migor curah.
Setelahnya, migor curah itu didistribusikan, agar membanjiri pasar; melalui agen resmi pemerintah, sesuai dengan HET.
“Sekarang ini, CPO tersebut terkesan dianggurkan atau tidak dimaksimalkan untuk produksi migor curah,” ucap Mulyanto.
“Jadi, wajar kalau ketersediaan migor curah tetap langka, dan harganya masih di atas HET,” imbuhnya.
“Pemerintah harus mengurai, mengapa industri enggan memproduksi migor curah tersebut,” lanjutnya lagi.
Selain itu, Mulyanto juga mendesak pemerintah untuk segera menghapus dualisme pasar migor curah.
Seperti adanya pasar migor berbasis distributor atau agen resmi pemerintah dengan sesuai HET.
Satu lagi, pasar migor berbasis distributor bebas, dengan harga yang tidak terkontrol oleh pemerintah.
“Adanya dualitas pasar dan disparitas harga migor curah seperti ini, jelas tidak sehat,” kata Mulyanto.
“Hal ini akan menimbulkan kompleksitas dan masalah baru di pasar,” sambungnya.
Maka itu Mulyanto, meminta agar pemerintah dapat mempercepat pembentukan agen resmi migor pelat merah secara masif.
Sekaligus menghentikan distribusi migor yang tidak resmi.
Sebelumnya, warganet juga mengkritik gerak pemerintah yang mulai menyosialisasikan transisi pembelian MGCR, menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Selengkapnya, baca di sini:
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga menjabat sebagai Koordinator Penanganan Minyak Goreng Jawa-Bali, bicara.
Ia menyampaikan bahwa sosialisasi transisi pembelian MGCR, menggunakan aplikasi PeduliLindungi, akan berlangsung selama dua pekan.
Sementara masyarakat yang tidak memiliki aplikasi PeduliLindungi, diminta untuk menunjukkan NIK [nomor induk kependudukan], kala membeli MGCR.