Ngelmu.co – Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, mengambil beberapa keputusan saat tengah menggantikan Tri Rismaharini dan Yaqut Cholil Qoumas; untuk sementara waktu.
Mensos Ad Interim
Beberapa waktu lalu, lembaga filantropi, Aksi Cepat Tanggap (ACT), menjadi perbincangan.
Tepatnya, setelah Majalah Tempo–melalui investigasinya–melaporkan sejumlah petinggi ACT, terlibat penyelewengan dana donasi.
Sebagai Menteri Sosial (Mensos) Ad Interim, Muhadjir mengarahkan Kementerian Sosial (Kemensos), untuk mencabut izin penyelenggaraan PUB [pengumpulan uang dan barang] yang telah diberikan kepada ACT.
Tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 [tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap] di Jakarta Selatan.
Mensos Ad Interim Muhadjir Effendy menandatanganinya pada Selasa pekan lalu, 5 Juli 2022.
“Jadi, alasan kita mencabut dengan pertimbangan, karena adanya indikasi pelanggaran terhadap peraturan menteri sosial.”
“Sampai nanti, menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” tutur Muhadjir di kantor Kemensos.
Salah satu pelanggarannya adalah dugaan yang berkaitan dengan penggunaan donasi untuk operasional. Pihak ACT, mengakui telah mengambil sekitar 13,7 persen.
Itulah yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) PP 29/1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, yang menyatakan bahwa maksimal sumbangan dari publik yang boleh diambil adalah 10 persen.
Menag Ad Interim
Di sisi lain, pada Senin (11/7/2022), sebagai Menteri Agama (Menag) Ad Interim, Muhadjir membatalkan pencabutan izin Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur (Jatim).
Pencabutan izin yang berkaitan dengan kasus pencabulan oleh Moch Subchi Azal Tsani (Bechi), terhadap sejumlah santriwati, hanya berumur 4 hari.
Wacana pencabutan izin pondok pesantren (ponpes), memang pertama kali keluar dari Mabes Polri.
Namun, saat itu, Polri hanya mendorong pembekuan izin pesantren.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebut permintaan pembekuan izin sebagai dukungan dalam penangkapan Bechi, yang kala itu masih dalam proses.
Alasan lain, ia juga berharap tidak ada anak-anak lain yang menjadi korban pelecehan seksual.
Maka itu Agus, meminta dukungan dari pemerintah, khususnya Kementerian Agama (Kemenag).
“Kementerian Agama memberi sanksi pembekuan izin ponpes, dan lain-lain,” ujarnya, Kamis (7/7/2022).
Baca Juga:
Selang beberapa jam, Kemenag–melalui Menag Yaqut–mencabut izin Ponpes Shiddiqiyyah.
Tepatnya, setelah terjadi drama penangkapan Bechi, di mana kepolisian sempat bersitegang dengan santri ketika hendak menjemput paksa tersangka.
Pemerintah membekukan nomor statistik serta tanda daftar pesantren.
Meski demikian, Kemenag memastikan pendidikan para santri, tetap akan difasilitasi setelah pencabutan izin tersebut.
“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat.”
Begitu kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kemenag Waryono di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Setelah pembekuan tersebut, Bechi yang menyerahkan diri pun langsung ditahan oleh Polda Jatim.
Berumur Pendek
Namun, pencabutan izin Ponpes Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah Jombang, berumur pendek.
Sebab, empat hari berselang, Muhadjir yang tengah menggantikan posisi Yaqut, menganulir keputusan itu.
Ia menjelaskan alasannya, yakni karena kasus pencabulan oleh Bechi, tidak menyangkut lembaga pesantren.
“Dalam kasus yang terjadi, tidak melibatkan lembaga ponpesnya, tetapi oknum,” kata Muhadjir–melalui pesan singkat–Senin (11/7/2022).
“Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah yang berada di Jombang, Jawa Timur, dapat beraktivitas kembali, seperti sedia kala,” sambungnya.
Pada kesempatan berikutnya, Muhadjir bilang, “Atas arahan dari Pak Presiden, sebaiknya pencabutan status izin operasional, dibatalkan.”
“Saya dapat arahan. Tentu saja dalam ambil keputusan, harus arahan Presiden, toh?” ucap Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (12/7/2022).
“Oknumnya sudah menyerahkan diri. Pihak yang menghalangi aparat juga sudah ditindak.”
“Itu ada ribuan santri. Ini harus dipastikan proses belajar mengajar dijamin,” sebut Muhadjir.
Ia menjelaskan, bahwa pembatalan pencabutan izin adalah demi kebaikan santri yang tengah belajar di ponpes.
Muhadjir, kemudian juga mengimbau, agar masyarakat dapat jernih melihat persoalan tersebut.
“Mereka yang diduga kuat melakukan tindak pidana, silakan diproses. Nah, pondoknya, biar berjalan normal,” tuturnya.