Ngelmu.co – Duka itu nyata. Merambat ke pelukan Elmiati (33). Wanita yang mesti melanjutkan hidup tanpa suami dan bungsunya.
Di salah satu sudut tribune 13, Stadion Kanjuruhan, Malang, si bungsu tengah merayu Elmiati, agar dibelikan camilan–telur puyuh–dari pedagang asongan yang lewat.
“Mah, tukokno endog [bu, belikan telur],” tutur Elmiati menirukan kalimat terakhir sang anak.
Namun, ia tidak sempat membelikan telur itu untuk bungsunya.
Sebab, kini, Muhammad Virdy Prayoga (3,5), dan suaminya; Rudi Harianto (34), telah pergi untuk selamanya.
Rudi dan Virdy merupakan dua dari ratusan korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam lalu.
Awalnya, Elmiati, Rudi, dan Virdy, berangkat menuju Kanjuruhan, untuk menonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Anak pertama mereka, Virginia Caynanda (14), memilih tidak ikut ke stadion.
Menonton pertandingan sepak bola menjadi hobi baru bagi keluarga mereka, karena Virdy, sedang gemarnya bermain bola.
Mereka pun tidak ingin melewatkan laga besar Arema, malam itu.
Elmiati yakin jika kondisi akan aman, lantaran suporter tamu tidak datang ke Malang.
Harapannya, mereka bisa tenang menikmati pertandingan.
“Soalnya yang senang itu anak saya, ‘kan enggak ada suporter Surabaya, jadi kayaknya aman.”
“Saya ajak ke sana, nyenenengin anak juga,” ujar Elmiati, Selasa (4/10/2022).
Seperti harapan, pertandingan berjalan aman sampai usai.
Namun, petaka yang diinginkan justru terjadi setelah peluit panjang babak kedua dibunyikan.
Satu dua suporter turun ke lapangan, sebelum jumlahnya makin banyak, dan terjadi pemukulan oleh aparat.
Keadaan berubah. Elmiati, Rudi, dan Virdy yang sebelumnya tenang pun panik.
Rudi langsung mengajak mereka pulang. Namun, belum sempat beranjak, polisi sudah keburu menembakkan gas air mata ke arah tribune 13.
Tribune di mana mereka berada.
Elmiati seketika sesak, dadanya sakit.
“Seumur-umur, saya enggak tahu gas air mata itu apa, enggak pernah tahu, saya kira itu mercon [petasan].”
“Tapi waktu habis ditembakkan, sakit, sesak,” beber Elmiati.
Tak menyerah. Mereka berusaha melewati kepulan kabut asap tebal, demi menuju gerbang keluar.
Namun, di sana sudah banyak orang yang terjebak, dan tertahan pintu yang terkunci.
Mereka tidak bisa keluar.
Ratusan orang terus berusaha dalam waktu yang bersamaan. Elmiati bersama suami dan anaknya pun terdorong; hingga akhirnya terpisah.
“Kami turun bertiga, turun bersama mau pulang, tapi itu dorong-dorongan, terpisah.”
“Saya diselamatkan orang ke tribune lagi, tapi suami saya enggak terlihat, suami saat gendong anak,” kenang Elmiati.
Setelah kondisi kondusif, Elmiati yang lemas pun pulang ke rumah; diantar saudara.
Namun, pikirannya masih ada di Kanjuruhan. Elmiati mencemaskan kondisi suami dan si bungsu.
Sampai pada Ahad (2/10/2022) dini hari, kabar duka sampai ke telinga Elmiati.
Syok dan tangis tak dapat terhindar, saat mengetahui dua orang tercintanya telah tiada.
“Saya tahu dari saudara yang mencari. Anak saya ditemukan di RS Kanjuruhan, suami saya di Wava Husada, mereka terpisah.”
“Kondisi sudah meninggal,” ucap Elmiati, pilu.
“Saya kaget, saya menangis melihat anak saya, berangkat segar dan sehat, pulang-pulang sudah enggak bernyawa.”
Berkecamuk tanya di kepala Elmiati: Mengapa aparat menembakkan gas air mata ke arah mereka, ke tengah tribune yang dipadati penonton yang masih tertib?
“Yang ricuh ‘kan di lapangan, kenapa yang ditembak yang di tribune, yang banyak anak kecil, orang-orang yang enggak bersalah?”
Baca Juga:
- Betapa Pilu Kesaksian Tragedi Kanjuruhan: Gate 13 seperti Kuburan Massal
- “Bapak Meninggal, Demi Menyelamatkan Kami…”
- “Kenapa Tembakan Gas Air Mata Diarahkan ke Kami?”
- “Saya Temukan Teman Saya Sudah Meninggal…”
Beberapa hari pasca-kejadian, sembab di sekitar mata Elmiati, masih tergambar jelas.
Ia tersandar pada dinding ruang tamu rumahnya yang berlokasi di gang kecil, Jalan Sumpil.
Bagi Elmiati, hidupnya tak akan sama lagi; setelah peristiwa berdarah pada 1 Oktober lalu.
Ia harus membesarkan anak sulungnya seorang diri, tanpa Rudi yang lebih dahulu pergi bersama si bungsu.
“Bingung ke depan bagaimana, enggak punya suami.”
“Masih punya anak yang masih SMP, masih butuh banyak biaya,” pungkas Elmiati.