Ngelmu.co – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menilai penerbitan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja, menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.
Sebab, pada 25 November 2021 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK), telah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, sejak putusan diucapkan.
Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Ciptaker, dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Namun, Presiden Jokowi justru menerbitkan Perppu 2/2022 yang bisa disebut sebagai penggugur putusan MK.
“YLBHI menilai, penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan, atau kudeta terhadap konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.”
“Ini semakin menunjukkan, bahwa presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis, melalui partisipasi bermakna [meaningful participation], sebagaimana diperintahkan MK.”
Baca Juga:
YLBHI menilai, presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, sehingga tidak memerlukan pembahasan di DPR.
“Tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi. Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi, dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis.”
YLBHI juga menekankan, bahwa penerbitan Perppu Ciptaker, jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu, yakni:
“Adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa.”
YLBHI mengingatkan, bahwa presiden, semestinya mengeluarkan Perppu pembatalan UU Ciptaker, sesaat setelah disahkan, karena begitu masif penolakan dari seluruh elemen masyarakat.
“Namun, saat itu presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Ciptaker, melakukan judicial review.”
“Setelah MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional, presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan Perppu,” kritik YLBHI.
“Perintah MK, jelas, bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Ciptaker, bukan menerbitkan Perppu.”
“Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi serta stagflasi yang membayangi Indonesia, adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal dalam penerbitan Perppu ini.”
Baca Juga:
- Bahas Perppu Ciptaker, Rocky Gerung Sebut Nama Mahfud dan Eddy
- KontraS: Terbitnya Perppu Ciptaker adalah Bentuk Pembajakan Demokrasi!
YLBHI juga menilai alasan kekosongan hukum, tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi, di mana pemerintah selalu mengeklaim UU Ciptaker masih berlaku, meski MK telah menyatakan inkonstitusional.
“MK dalam putusannya juga melarang pemerintah membentuk peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Ciptaker, yang telah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat.”
“Tetapi dalam perjalanannya, pemerintah terus membentuk peraturan turunan tersebut.”
“Penerbitan Perppu Ciptaker menunjukkan konsistensi ugal-ugalan dalam pembuatan kebijakan, demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal.”
“Ini jelas tampak dari statement pemerintah, saat konferensi pers, bahwa penerbitan Perppu ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan.”
Bagi YLBHI, penerbitan Perppu ini juga makin melengkapi ugal-ugalan pemerintah dalam membuat kebijakan.
“Seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain.”
“Penerbitan di ujung tahun, juga menunjukkan bahwa presiden tidak menghendaki ada reaksi dan tekanan dari masyarakat dalam bentuk demonstrasi dan lainnya, karena mengetahui warga, masyarakat, sedang dalam liburan akhir tahun.”
Maka atas penerbitan Perppu Ciptaker, YLBHI menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengecam penerbitan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja;
- Menuntut presiden melaksanakan putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Ciptaker, dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK;
- Menarik kembali Perppu 2/2022;
- Menyudahi kudeta dan pembangkangan terhadap konstitusi; dan
- Mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip konstitusi, negara hukum yang demokratis, dan hak asasi manusia.