Ngelmu.co – Kasus penganiayaan Mario Dandy Satrio (20), terhadap Cristalino David Ozora (17), terus bergulir.
Agnes Gracia Haryanto (15), menjadi pihak pertama yang menjalani proses persidangan.
Pada Senin (10/4/2023), Agnes telah memasuki tahap pembacaan putusan atau vonis.
View this post on Instagram
PN Jakarta Selatan
Menurut Pasal 61 UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Agnes tidak wajib hadir dalam sidang vonis.
Namun, Agnes memilih datang ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, beberapa jam sebelum sidang.
Agnes tiba di PN Jakarta Selatan pada pukul 12.35 WIB. Ia mengenakan hoodie putih bertuliskan ‘Jeep’, dan menutupi wajahnya.
Dengan didampingi petugas, Agnes masuk melalui pintu PN Jakarta Selatan.
Agnes tidak menyampaikan apa pun ketika ditanya oleh awak media yang meliput kedatangannya.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, mengatakan, pengadilan telah berkoordinasi dengan hakim soal pelaksanaan sidang Agnes yang digelar terbuka untuk umum.
Persidangan berlangsung di ruang sidang anak dengan kapasitas maksimal 20 orang.
Jumlah tersebut sudah termasuk hakim, panitera pengganti, jaksa penuntut umum, terdakwa, orang tua, penasihat hukum terdakwa, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial, pendamping terdakwa, dan keluarga korban.
“Kami sudah memutuskan, akan diizinkan perwakilan dari dua media, ini silakan nanti bisa duduk di dalam, tapi tidak boleh melakukan peliputan gambar, baik foto maupun video.”
“Dasarnya Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), karena terdakwa hadir, di sana tidak boleh identitas itu diekspos,” jelas Djuyamto.
Vonis 3,5 Tahun
Dalam kasus ini, Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara, memvonis Agnes dengan pidana tiga tahun enam bulan penjara.
Agnes dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan, telah bersalah, melakukan tindak pidana, turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu, sebagaimana dalam dakwaan primer.
“Menjatuhkan pidana terhadap anak dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan di LPKA,” tutur Hakim Sri saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
“Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani anak, dikurangkan seluruhnya dari masa pidana yang dijatuhkan,” sambungnya.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Agnes, dihukum pidana selama 4 tahun penajara.
Kerusakan Otak David
Dalam menjatuhkan putusan, hakim turut mempertimbangkan sejumlah keadaan yang memberatkan ataupun meringankan Agnes.
David yang mengalami kerusakan otak berat usai mengalami penganiayaan, menjadi hal yang memberatkan bagi Agnes.
“Keadaan memberatkan, bahwa anak korban [David], sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit, dan anak korban mengalami kerusakan otak berat,” jelas Hakim Sri.
Hakim Sri juga menjelaskan sejumlah keadaan yang meringankan bagi Agnes, salah satunya adalah kondisi kesehatan orang tua yang bersangkutan.
“Keadaan meringankan, bahwa anak [Agnes] masih berusia 15 tahun, masih bisa diharapkan untuk memperbaiki diri.”
“Bahwa anak, menyesali perbuatannya. Bahwa anak mempunyai orang tua yang menderita stroke dan kanker paru stadium empat.”
Hakim Sri kemudian menyoroti biaya pengobatan David, sebesar Rp1,2 miliar yang masih ditanggung orang tua korban, bukan pelaku.
“Seluruh biaya pengobatan yang dilakukan terkait dengan kesehatan David, tidak ada satu pun menggunakan biaya dari pelaku.”
“Dan sampai saat ini, tidak ada bantuan pengobatan dari keluarga saksi Mario Dandy Satrio, dan keluarga Shane Lukas, dan juga dari keluarga anak.”
Hakim Sri juga menyoroti perkembangan kesehatan David yang menurut keterangan saksi sekaligus ayah korban, Jonathan Latumahina, mengungkap bahwa hingga saat ini, David belum mengenali dirinya.
“Terbukti, bahwa sampai saat ini, anak korban masih dirawat di Rumah Sakit Mayapada.”
“Belum bisa berjalan, dan sampai saat ini, anak korban belum bisa mengenali bapaknya,” jelas Hakim Sri.
Baca juga:
View this post on Instagram
Baca juga:
- Kecongkakan Mario Dandy Jadi Titik Awal Terbongkarnya Harta Tak Wajar Rafael Alun Trisambodo
- Fakta tentang Agnes Gracia Haryanto yang Dituntut JPU 4 Tahun Penjara
Hakim Sri menyebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kini sedang menyusun restitusi untuk David, selaku korban penganiayaan.
Upaya restitusi adalah hak korban kejahatan untuk menuntut ganti kerugian atas biaya perawatan medis dan atau psikologis.
Begitu juga ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan dari tindak pidana.
Namun, Hakim Sri mengatakan bahwa soal restitusi dikembalikan kepada pihak korban, ingin menggunakannya atau tidak.
Hakim Sri menekankan, ini adalah agar vonis terhadap Agnes tidak hanya memberikan efek jera terhadap yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas.
Pihak David Minta Banding
Mellisa Anggraini selaku kuasa hukum David, meminta JPU melakukan upaya hukum banding atas vonis 3,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Agnes.
Berdasarkan undang-undang, hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan kepada Agnes–dalam kasus ini–adalah enam tahun.
“Kami meminta, jaksa penuntut umum melakukan upaya banding terhadap putusan hakim tersebut, dengan hukuman penjara maksimal enam tahun,” kata Mellisa, Senin (10/4/2023).
Mellisa juga mengatakan, seluruh pertimbangan yang disampaikan hakim, sudah menunjukkan bulatnya perbuatan jahat Agnes terhadap David.
Ia menyebut, pertimbangan itu membuktikan bahwa Agnes, turut serta dan bekerja sama menimbulkan penganiayaan berat.
Namun, Mellisa menegaskan, pihaknya menyerahkan tindakan hukum selanjutnya kepada JPU.
“Terkait upaya hukum selanjutnya, kami serahkan kepada jaksa penuntut umum,” ujarnya.
View this post on Instagram
Pernyataan JPU
Terpisah, pihak jaksa menyatakan sikap pikir-pikir atas vonis 3,5 tahun terhadap Agnes.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Nahdi, mengatakan, amar putusan yang disampaikan Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara, menyatakan Agnes, terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 355 Ayat (1) KUHP atau sama dengan tuntutan JPU.
Syarief menilai, dalam perkara ini, hampir semua pertimbangan yang diajukan jaksa dalam tuntutan juga diambil alih oleh hakim.
Ia kemudian menyoroti perbedaan lama hukuman yang diminta jaksa dengan putusan hakim.
Oleh karena itu, pihak jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu satu pekan yang dimiliki.
“Jadi, memang lebih rendah dari tuntutan jaksa, untuk itu, kami, jaksa menyatakan sikapnya pikir-pikir.”
“Jadi, kami punya waktu tujuh hari untuk mempelajari dulu putusan seperti apa, ‘kan salinan juga belum kami terima.”
“Kami akan pelajari dulu selama tujuh hari,” jelas Syarief di kantornya, Senin (10/4/2023).
Ia juga menyatakan, pihaknya bakal menyatakan sikap akan banding atau tidak dalam waktu tujuh hari atau pada Senin (17/4/2023).
Pihak jaksa bakal mempertimbangkan berbagai faktor untuk menyatakan sikapnya.
Termasuk, permintaan pihak David yang meminta jaksa untuk mengambil upaya banding.
“Kita akan melihat pertimbangan-pertimbangan yang diambil alih oleh hakim seperti apa di situ.”
“Hal meringankan, hal memberatkan, dan kemudian analisis-analisis faktanya, di situ nanti juga sikap dari penasihat hukum akan seperti apa.”
“Itu menjadi faktor bagi kami untuk menyatakan banding atau tidak,” kata Syarief.
Pihak Agnes
Di sisi lain, kuasa hukum Agnes, Mangatta Toding Allo, mengatakan bahwa pihaknya akan konsultasi dengan pihak keluarga perihal upaya banding.
“Kami menghormati putusan ini. Namun, kami akan berdiskusi dulu dengan pihak keluarga, mengenai tindakan apa yang akan dilakukan.”
“Pastinya ini fakta-fakta yang disampaikan ibu hakim, ada beberapa yang menjadi catatan kami juga.”
“Tapi ini kami serahkan ke pihak keluarga,” kata Mangatta di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
Menurut Mangatta, putusan hakim yang lebih ringan dari tuntutan JPU, bukan karena isi pledoi terdakwa dan kondisi kesehatan orang tua terdakwa yang sakit.