Ngelmu.co – Kejaksaan Agung (Kejagung), tengah mengusut kasus korupsi proyek penyediaan infrastruktur BTS BAKTI [Base Transceiver Station Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi] Kominfo.
Sejauh ini, terungkap jika kasus tersebut telah membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp8,032 triliun.
Temuan angka ini berdasarkan perhitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
BPKP kemudian menyerahkan laporan tersebut kepada Kejagung.
“Berdasarkan semua yang kami lakukan, dan berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami telah menyampaikan kepada Pak Jaksa Agung.”
“Kami menyimpulkan, terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp8 triliun, Rp8.032.084.133.795.”
Demikian jelas Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam keterangan persnya di Kejagung, Senin (15/5/2023).
Kerugian keuangan negara terdiri dari tiga hal, yakni biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.
BPKP menghitung kerugian negara setelah Kejagung, memintanya.
Bersumber pada surat permintaan tersebut, BPKP meminta ekspose dari penyidik; tentang hasil penyidikan yang telah dilakukan.
“Berdasarkan itu, kami melakukan penelitian dan menerbitkan surat tugas konkret, perhitungan kerugian keuangan negara,” jelas Ateh.
Dalam proses menghitung kerugian keuangan negara, BPKP melakukan audit.
Di antaranya, menganalisis dana dan dokumen, kemudian mengklarifikasi pihak terkait, serta observasi fisik bersama tim ahli BRIN dan penyidik ke beberapa lokasi.
“Selanjutnya juga mempelajari dan mendengarkan pendapat ahli pengadaan barang dan jasa DKPP, ahli lingkungan dari IPB, dan ahli keuangan negara,” tutur Ateh.
Jaksa Agung ST Burhanuddin, menyampaikan, pihaknya telah menerima laporan itu dan akan memakainya untuk proses penuntutan di pengadilan nanti.
“Hasil perhitungannya sudah final, dan tentunya, kami, setelah final penghitungannya, kami akan menindaklanjuti ke tahap penuntutan,” janji Burhanuddin.
Kasus ini berkaitan dengan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Tahun 2020-2022.
Baca juga:
Sejauh ini, sudah lima orang ditetapkan sebagai tersangka, dan telah dijerat oleh Kejagung.
Pertama, Anang Achmad Latif (AAL), selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
Dalam kasus ini, ia diduga sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain dalam pengadaan tersebut.
Hal itu dilakukan, dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang telah di mark up sedemikian rupa.
Kedua, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia berinisial GMS.
Ia berperan memberi masukan dan saran kepada Anang, dalam menyusun Peraturan Direktur Utama terkait pengadaan tersebut.
Tujuannya adalah untuk menguntungkan vendor, konsorsium, dan perusahaan GMS, sebagai pemasok salah satu perangkat.
Ketiga, Yohan Suryanto (YS), selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020.
Ia diduga secara melawan hukum, telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis terkait pengadaan tersebut.
Namun, kajian itu dibuat olehnya sendiri, dalam rangka mengakomodir kepentingan Anang untuk dimasukkan ke kajian, sehingga terjadi kemahalan harga pada OE.
Tersangka keempat adalah Account Director berinisial MA, dan tersangka kelima adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy berinisial IH.
Keduanya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan Anang untuk mengondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kemkominfo, sedemikian rupa.
Tujuannya untuk mengarahkan ke penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5.
Dalam penyidikan ini, Kejagung juga telah menggeledah beberapa lokasi, dan memeriksa sejumlah saksi.
Salah satu saksi merupakan pihak swasta bernama Gregorius Alex Plate, adik dari Menkominfo Johnny Plate.
Plate juga sudah dua kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.