Ngelmu.co – Allahu Akbar. Allah Maha Besar. Tunadaksa [cacat tubuh] tak menghalangi Marlukat (87), untuk berhaji; meski harus menabung selama lebih dari 30 tahun.
Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini menjadi momen yang membahagiakan baginya.
Sebab, kakek asal Pamekasan, Jawa Timur ini dapat berangkat ke Tanah Suci, bersama sang istri, Mani.
Kebahagiaan tampak di wajah Marlukat saat ditemui di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), jelang keberangkatannya pada Kamis (25/5/2023) sore.
Marlukat dan Mani, tergabung di kelompok terbang (kloter) 6 yang berangkat ke Tanah Suci pada Kamis (25/5/2023) malam.
Di sela menunggu keberangkatan, ia bercerita jika untuk dapat berhaji, dirinya menabung selama lebih dari 30 tahun.
Marlukat dan Mani, mengadu nasib sebagai pedagang asongan di ibu kota, Jakarta.
Sebagian penghasilan dari berdagang asongan itulah yang kemudian mereka tabung untuk ongkos naik haji.
“Saya menabung, uang hasil jualan dikumpulkan buat beli sawah di Madura,” tutur Marlukat yang bicara dengan bahasa Madura.
“Kalau enggak dibelikan sawah, sudah habis uangnya,” jelas si kakek.
Dua petak sawah dari kerja keras Marlukat dan Mani di Jakarta, kemudian mereka jual pada 2015 lalu.
Pada tahun itu juga Marlukat, memutuskan untuk mendaftar haji.
“Daftar haji tahun 2015, saya jual sawahnya, sawah dari hasil kerja di Jakarta itu,” ujarnya.
Marlukat masuk daftar penerima kuota khusus haji lansia dari pemerintah, karena usianya sudah lebih dari 85 tahun.
Dengan adanya kuota khusus ini, Marlukat dapat berangkat 10 atau 15 tahun lebih cepat.
Baca juga:
Tunadaksa Marlukat adalah terlahir dengan kondisi tanpa telapak kaki. Tangan pun hanya tersisa jempol dan jari kelingking.
Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat Marlukat, menjalani kesehariannya.
Begitu juga nanti, saat menjalankan rangkaian kegiatan ibadah haji di Tanah Suci. Marlukat mengaku sudah siap.
“Sudah siap saya,” ucapnya.
Dalam keseharian, Marlukat terbiasa berjalan dengan bertumpu pada pergelangan kaki.
Adapun untuk di Tanah Suci, Marlukat telah menyiapkan alas kaki khusus, yakni sepasang sepatu merah bertali; lengkap dengan kaus kaki.
Persiapan ini dilakukan, agar pergelangan kaki yang digunakan sebagai tumpuan berjalan, tidak terkelupas akibat cuaca panas.
“Lebih enaknya enggak pakai alas kaki, tapi di sana ‘kan katanya panas, ya, sudah. Saya bawa sepatu,” pungkas Marlukat.
Semoga kakek Marlukat dan istri–juga jemaah haji lainnya–dapat menjalankan ibadah dengan lancar. Aamiin.