Ngelmu.co – Pakar hukum tata negara, Prof Denny Indrayana, buka suara atas ramainya pengungkapan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, Denny menyebut MK, akan memutus sistem pemilihan anggota legislatif dengan proporsional tertutup.
Namun, putusan yang dimaksud Denny, belum dibacakan oleh MK.
Meski demikian, Denny memastikan bahwa informasi yang ia dapat, bisa dipercaya.
Kini, Denny pun mengungkap alasannya membeberkan informasi tersebut kepada publik.
“Saya, kita paham, sekarang di Tanah Air, jika tidak menjadi perhatian publik, maka keadilan sulit untuk hadir. No viral, no justice!”
“Maka kita melakukan langkah-langkah pengawalan, dengan pengungkapan ini ke media sosial,” jelas Denny kepada wartawan dari Melbourne, Australia, Senin (29/5/2023).
“Karena apa? Karena satu, jika MK memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup, itu artinya, MK melanggar prinsip dasar open legal policy.”
Baca juga:
Mantan Wamenkumham ini juga menjelaskan, jika ia telah membaca berbagai respons dari pejabat publik terhadap pernyataannya.
Termasuk dari Menko Polhukam Mahfud Md yang meminta Polri untuk mengusut masalah ini.
“Saya juga melihat tweet yang dilepaskan oleh Menko Polhukam Prof Mahfud Md,” kata Denny.
“Telah saya timbang-timbang, informasi bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu legislatif menjadi proporsional tertutup lagi, harus diketahui publik,” tegasnya.
“Inilah bentuk transparansi, inilah bentuk advokasi publik, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi,” jelas Denny.
Ia juga menekankan, masalah pemilihan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka.
Bahwa, itu merupakan kewenangan pembuat undang-undang, presiden, DPR, dan DPD. Bukan MK.
Menurut Denny, jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup, maka ini akan mengganggu proses pemilu legislatif yang telah berjalan.
“Kita tahu, sekarang sudah didaftarkan, daftar calon sementara. Maka jika di tengah jalan ini diubah, tentu akan mengganggu partai-partai politik, karena harus menyusun ulang, dan tidak tertutup kemungkinan, para calon anggota legislatif, mundur, karena mereka tidak ada di nomor jadi, nomor jenggot yang mengakar ke atas, bukan nomor di bawah, di akar rumput,” ungkap Denny.
“Karena itu, maka perlu kita lakukan langkah-langkah pasti, bukan langkah pencegahan, preventif… kenapa?”
“Saya khawatir Mahkamah Konstitusi, punya kecenderungan, sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu,” kata Denny.