Ngelmu.co – Massa tenaga kesehatan (nakes) mengancam akan mogok kerja, setelah DPR RI mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU.
Massa tergabung dalam organisasi profesi (OP):
- Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
- Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),
- Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
“PPNI sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni yang lalu di Ambon. Sudah menyepakati, salah satu opsinya adalah mogok nasional.”
Demikian pernyataan Ketua DPP PPNI Arif Fadilah di depan gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Meskipun keputusan akhir dari rencana mogok kerja nasional harus dilakukan melalui konsolidasi antarorganisasi profesi yang ikut bersuara.
Maka Arif, akan berkoordinasi dengan empat organisasi lainnya.
“Tapi memang mogok nasional itu dilakukan secara kolektif dengan empat organisasi profesi yang lainnya.”
“Karena itu sampai hari ini, kita masih terus mengonsolidasikan itu, supaya ini bisa terlaksana,” jelas Arif.
Baca juga:
Lebih lanjut, Arif mengatakan, mekanisme mogok kerja nasional itu tetap memperhatikan posisi vital di rumah sakit.
Aksi mogok kerja akan dilakukan hanya untuk bagian-bagian tertentu.
“Kami sudah menyepakati mogok kerja itu, kecuali di tempat-tempat yang critical.”
“Seperti ICU, gawat darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency, itu tidak kita lakukan,” kata Arif.
“Tapi yang umum, yang efektif, yang bisa kita rencanakan, yang pilihan, itu bisa dilakukan,” sambungnya.
Respons Menkes Budi
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, angkat bicara. Ia merespons ancaman mogok kerja itu sebagai bagian dari demokrasi.
“Saya rasa di alam demokrasi ini, teman-teman saya sangat menghargai perbedaan pendapat.”
“Diskursus itu adalah hadiah di krisis keuangan tahun 98,” tutur Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Ia mengaku tidak ingin mundur balik menyikapi pendapat seperti itu.
“Jadi, saya tidak ingin mundur balik [memandang] bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat.”
Budi menilai, perbedaan pendapat soal RUU Kesehatan itu wajar.
“Kita sama-sama mesti menyadari adalah berbeda pendapat itu wajar. Sampaikanlah dengan cara yang sehat.”
“Saya sendiri terbuka, anytime, kalau mau ada yang datang menghadap, menyampaikan masukan, enggak akan menutup itu.”
“WhatsApp akan saya balas, tapi kita juga mesti sadar, kalau kita belum tentu selalu sama,” kata Budi.
Menurutnya, masing-masing pihak memiliki argumentasi yang berbeda. Ia mengaku siap dicek terkait kinerja selama ini.
“Masing-masing punya argumentasi yang berbeda-beda, dan awak-awak media di sini, saya welcome untuk dilakukan checks and balances.”
“Argumen mana yang paling tepat,” pungkas Budi.