Ngelmu.co – Pemotretan pranikah calon pengantin pria berinisial HP (39), dengan calon pengantin wanita PMP (26), bikin kawasan Gunung Bromo, kebakaran; sekaligus mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
Prewedding berlangsung di kawasan Gunung Bromo saat musim kemarau, tetapi HP, PMP, dan tim pemotretan justru membawa flare (suar).
HP dan PMP, memegang flare tersebut saat pemotretan, kemudian flare itu terjatuh, hingga percikan apinya mengenai rumput kering, menyambar, hingga kebakaran meluas.
Berdasarkan keterangan saksi, saat rumput mulai terbakar, calon pengantin dan kru yang tergabung wedding organizer (WO), tidak terlihat panik.
Bukannya memadamkan atau melapor ke petugas, mereka justru melihat ulang foto-foto yang baru saja diambil.
Sejauh ini, polisi baru menetapkan satu tersangka berinisial AW (41) yang merupakan pria asal Kabupaten Lumajang.
AW merupakan manajer atau penanggung jawab WO yang disewa oleh calon pengantin asal Surabaya, HP dan PMP.
HP, PMP, dan tiga orang lainnya masih berstatus saksi.
- HP berasal dari Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, Surabaya;
- PMP berasal dari Kelurahan Lorok Pakjo, Ilir Barat 1, Palembang;
- MGG (38)–kru–berasal dari Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, Surabaya;
- ET (27)–kru–berasal dari Kelurahan Klampis Ngasem, Sukolilo, Surabaya; dan
- ARVD (34)–juru rias–berasal dari Kelurahan Tandes, Tandes, Surabaya.
Foto pranikah HP dan PMP yang dilakukan bersama AW, MGG, ET, dan ARVD, telah menyebabkan kawasan Gunung Bromo, kebakaran.
Hampir sepekan berlalu pasca-kejadian, api belum seratus persen padam.
Biaya untuk memadamkan kebakaran ini juga tidak sedikit. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, sempat menyampaikan secara garis besar.
Ia menjelaskan, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk satu jam water bombing saat berkunjung ke Pasuruan; beberapa waktu lalu.
“Mungkin banyak yang belum tahu, water bombing itu, satu jam itu biayanya 11.500 US$, atau sekitar Rp150 juta itu,” tutur Suharyanto di Pasuruan, Jumat (8/9/2023).
Baca juga:
Biaya untuk water bombing yang melibatkan helikopter Super Puma, lebih mahal lagi.
Itu mengapa Suharyanto, menegaskan jika upaya udara, seharusnya menjadi langkah terakhir.
“Super Puma itu lebih mahal lagi. Makanya operasi udara ini jalan terakhir, operasi darat dulu laksanakan, jangan menunggu api besar.”
Berdasarkan catatan awak media, dalam sehari, water bombing dilakukan sebanyak 163 kali dengan 26 sortie; selama 58 jam.
Jelas, kebakaran Bromo ini juga berdampak pada rusaknya flora dan fauna.
Wisata juga harus ditutup, bahkan akses air bersih warga pun rusak, hingga terancam kekeringan.
Pada Selasa (12/9/2023) kemarin, Sat Reskrim Polres Probolinggo, kembali memanggil HP, PMP, MGG, ET, dan ARVD yang dikenakan wajib lapor atas insiden kebakaran ini.
Namun, mereka tampak santai saat mendatangi Polres Probolinggo, bahkan tidak terlihat raut penyesalan di wajah mereka.
Mereka tiba pukul 08.00 WIB, dan menjalani pemeriksaan satu per satu di Ruang Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter).
Sampai pukul 16.00 WIB, pemeriksaan belum selesai.
Berdasarkan pantauan, HP, PMP, MGG, ET, dan ARVD, hanya tertunduk lesu dan fokus bermain HP; menunggu giliran diperiksa.
Ulah mereka yang terlibat aksi membawa flare, telah mengakibatkan 274 hektar kawasan Bromo, terbakar.
Kasatreskrim Polres Probolinggo AKP Achmad Doni Meidianto, menyatakan jika HP, PMP, MGG, ET, dan ARVD juga menjalani pemeriksaan lanjutan.
“Sebelumnya memang dikenakan wajib lapor, karena pertimbangan statusnya masih sebagai saksi.”
“Dan hari ini kembali kami lakukan pemeriksaan, seperti yang tadi sudah dilihat di depan ruangan penyidik,” kata Doni.
Menurutnya, pemeriksaan kali ini lebih fokus untuk mengetahui peran masing-masing.
Polisi juga sudah memeriksa saksi tambahan yakni pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), dan sopir Jeep.
“Sopir Jeep yang membawa mereka masuk ke kawasan TNBTS, sudah kami mintai keterangan.”
“Untuk lain-lainnya, masih belum bisa kami beberkan, karena fokus kami ke pemeriksaan,” tutup Doni.