Ngelmu.co – Betapa konyolnya pemerintah Israel, mengeklaim air hujan adalah milik mereka, dan melarang warga Palestina untuk menampungnya.
Larangan menampung air hujan bagi warga Palestina ini berlaku di Tepi Barat.
Sejak 1967, Israel mencatat ilegal bagi warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, menampung air hujan untuk keperluan apa pun.
Selain menjajah Tepi Barat, Israel juga mengambil kendali atas air hujan di wilayah itu dengan mengkriminalisasinya.
Mengutip The Messenger, Amnesti Internasional menyampaikan jika undang-undang ini sudah ada sejak 1967.
Tepatnya saat Israel, mengambil kendali atas semua sumber air di Tepi Barat.
Undang-undang serta perintah para penjajah ini membatasi warga Palestina.
Bukan hanya tidak boleh menampung air dari berbagai sumber alam, termasuk hujan, tetapi juga tidak boleh mengambil air dari sumber baru.
Jika warga Palestine hendak membangun infrastruktur air baru, mereka juga memerlukan izin dari pasukan penjajah Israel.
Izin yang menurut Amnesti Internasional, tidak mungkin diperoleh; dalam banyak kasus.
Warga Palestina tidak dapat mengebor sumur air baru, memasang pompa, atau mengubah sumur yang sudah ada.
Mereka juga tidak diberi akses terhadap Sungai Yordan, dan sumber air tawar.
Hal ini mengakibatkan hingga 200.000 warga Palestina di komunitas pedesaan Tepi Barat, tidak memiliki akses terhadap air yang mengalir.
Pernyataan OCHA
Terdapat juga keterangan dari Office for the Coordination of Humanitarian Affairs [Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa] atau OCHA.
OCHA menyatakan, bahkan wilayah yang terhubung dengan jaringan air dan sumber daya alam juga tidak memiliki akses terhadap air yang mengalir.
Laporan juga membicarakan tentang orang Israel yang tinggal berdampingan dengan warga Palestina di Tepi Barat.
Dalam beberapa kasus, mereka hanya berjarak 100 meter. Namun, orang Israel tidak menghadapi pembatasan ataupun mengalami kekurangan air.
Bahkan, beberapa di antaranya bisa menikmati kegiatan rekreasi air yang melibatkan kolam renang.
Selain membatasi akses untuk memformulasikan pasokan air baru, Israel juga–secara sistematis–merusak pasokan air yang ada di Tepi Barat.
Semua informasi masih berlandaskan laporan dari Amnesti Internasional.
Baca juga:
Perusahaan air milik Israel–seperti Mekorot–juga telah menenggelamkan sumur, sekaligus menyadap mata air di Tepi Barat.
Mereka melakukan hal tersebut untuk memasok air bagi orang Israel, termasuk yang tinggal di permukiman ilegal.
Dengan air untuk keperluan rumah tangga, pertanian, dan industri.
Mekorot memang menjual sejumlah air ke perusahaan air minum Palestina.
Namun, jumlahnya ditentukan oleh otoritas Israel, dan sering kali tidak terjangkau.
Menurut Amnesti Internasional, pengeluaran air–di beberapa wilayah Palestina–bisa mencapai setengah dari pendapatan bulanan sebuah keluarga.
Pernyataan Global Waters
Menurut Global Waters, kurang dari 88 persen warga Palestina yang memiliki akses terhadap air dasar; tidak termasuk air sanitasi.
Sekitar 95 persen air dari akuifer utama juga disebut tidak memenuhi standar konsumsi manusia.
Sehingga membuat warga Palestina, tidak mempunyai akses, karena kerusakan pipa dan kriminalisasi terkait penggalian sumur serta penampungan air hujan.
Perkiraan, 90.000 meter kubik limbah mentah mengalir dari Gaza ke Laut Mediterania, meningkatkan risiko berjangkitnya penyakit.
Global Waters menyampaikan, penyakit ini ditularkan melalui air.
Sejak Israel mendeklarasikan perang terhadap Palestina, kondisi ini pun memburuk.
Menurut NBC News, para ahli kesehatan mencatat peningkatan kasus diare, penyakit pencernaan, dan penyakit lain.
Semua terkait dengan sanitasi yang buruk, karena makin langkanya air.
The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA), menyatakan, sejak 15 November, layanan air dan sanitasi umum di Gaza juga ditutup.
Pernyataan WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melaporkan lebih dari 44.000 kasus diare di Gaza; sejak pertengahan Oktober.
Lebih dari separuh kasus itu terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Berdasarkan data sebelumnya, pada 2021 dan 2022, rata-rata di Gaza terdapat 2.000 kasus terkait anak-anak tiap bulan.
Oleh karena tidak tersedianya air bersih, warga terpaksa mengonsumsi air kotor.
Sehingga menyebabkan masalah lebih lanjut di Palestina yang kini memburuk.
Amnesti Internasional, mengatakan, lebih dari 50 tahun, penjajah Israel di wilayah Palestina, telah melanggar beberapa hak asasi manusia.
Termasuk akses terhadap makanan, kesehatan, pekerjaan, perumahan, dan semua yang terkait dengan kurangnya akses terhadap air bersih.
Israel Klaim Air Hujan
Zionis Israel ini memang konyol. Namun, pihak-pihak yang berperan secara internasional masih saja belum bertindak tegas.
Betapa tidak konyol jika Israel melarang warga Palestina menampung air hujan, karena mengeklaim air hujan itu adalah milik mereka.
Pemerintah Israel bahkan mengontrol akses air secara ketat di wilayah Palestina, selama beberapa dekade.
Pada November 2023, saat Israel terus membombardir Gaza, berbagai unggahan di media sosial menyita perhatian dunia.
Salah satunya, unggahan yang menyebut warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, tidak punya hak untuk menampung air hujan.
Rainwater is the property of ‘Israel’.
Palestinians are forbidden from gathering rainwater.
Source: a UN report: ‘according to Israeli military orders in effect in the area, rain is the property of the Israeli authorities and thus Palestinians are forbidden from gathering rain… pic.twitter.com/XrRt6xadyp
— David Miller (@Tracking_Power) November 19, 2023
Warga Palestina juga tidak boleh membuat sumur di tanah mereka, karena lagi-lagi Israel mengeklaim air hujan adalah milik mereka.
Mereka yang sesungguhnya merupakan penjajah di seluruh tanah milik Palestina.