Ngelmu.co – Kejahatan Israel terhadap bangsa Palestina di Jalur Gaza, dan berbagai titik lain, sudah tidak dapat ditoleransi.
Tujuh bulan lebih serangan pasukan penjajah Israel, berlangsung.
Lebih dari 35 ribu warga Palestina, terbunuh oleh rudal dan peluru-peluru para zionis tersebut.
Menurut sejarawan, Ilan Pappé, kebiadaban zionis sudah pada tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pappé, bahkan menyampaikan hal itu jauh sebelum Israel menyerang Rafah, atau pada Februari 2024; dalam pidato di IHRC.
“Jadi, saya pikir ini adalah sebuah momen gelap yang kita alami, dan ini merupakan momen hitam.”
“Karena eliminiasi bangsa Palestina, sudah mencapai level baru, belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Pappé.
Menurutnya, tragedi Nakba yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kejahatan Israel saat ini.
“Apa yang ada di pikiran saya sekarang, dari tiga bulan pertama dalam periode dua tahun, akan menjadi saksi kengerian Israel terhadap bangsa Palestina.”
Namun, menurut Pappé, pada saat kelam seperti sekarang, harus dapat dipahami bahwa proyek permukiman ilegal yang memecah belah, akan selalu digunakan utuk menyelamatkan proyek besar mereka.
Seperti yang terjadi di Afrika Selatan dan Vietnam Selatan.
Meski demikian, Pappé yakin, zionis tengah menghadapi masa kehancurannya.
“Saya tidak mengatakan ini sebagai sebuah angan-angan, dan saya tidak mengatakan ini sebagai seorang aktivis politik.”
“Saya mengatakan ini sebagai seorang sarjana Israel dan Palestina, dengan segala keilmuan saya.”
“Berdasarkan analisis sebagai seorang professional, saya menyatakan bahwa kita sedang menyaksikan akhir dari proyek zionis, tidak dapat diragukan lagi.”
Baca juga:
Menurut Pappé, proyek bersejarah itu akan segera berakhir.
Seperti halnya berbagai proyek di belahan wilayah lain yang runtuh dengan kekerasan.
Korban proyek ini, kata Pappé, selalu bangsa Palestina bersama Yahudi.
“Karena Yahudi juga korban dari zionis. Proses keruntuhan ini bukan sekadar harapan, tapi juga ‘fajar yang menyingsing setelah kegelapan’.”
Dalam sebuah kesempatan terpisah, Pappé juga memproyeksikan bahwa Israel akan hancur dan berakhir.
Menurutnya, indikasi itu dapat dilihat dari minimnya kohesi sosial yang ada di Israel.
“Ini seperti kalimat yang ‘ringan’, tapi merupakan isu yang serius,” kata Pappé.
Dunia Tidak Mendukung
Selain itu, Pappé juga melihat masalah ekonomi yang terjadi di tubuh Israel.
Mereka akan menghadapi krisis ekonomi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. “Akan sangat sulit,” kata Pappé.
Tidak adanya dukungan internasional juga tidak kalah penting.
Saat ini, dunia berbeda dengan 1948 saat zionis mulai menganeksasi Palestina.
“Aktivis maupun pemerintahan di belahan selatan, berada di posisi yang berbeda dengan 1948.”
Pappé mencontohkan sikap Partai Republik di AS yang mulai melihat Israel sebagai liabilitas, bukan aset.
“Sudah bukan lagi hubungan dekat,” ujar Pappé.
Akhiri Serangan Rafah
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell juga mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan Israel.
Kegagalan untuk mengakhiri serangan di Rafah, kota paling selatan Jalur Gaza, akan merusak hubungan dengan blok tersebut.
“Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk menahan diri, agar tidak memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza, dan membuka kembali titik penyeberangan Rafah,” kata Borrell, Rabu (15/5/2024).
“Jika Israel, melanjutkan serangannya di Rafah, hal ini pasti akan membebani hubungan Uni Eropa dengan Israel.”
Borrell juga mengatakan, serangan di Rafah, makin mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan.
Bahkan, hingga menyebabkan lebih banyak pengungsian internal, kelaparan, dan penderitaan manusia.
Borrell juga menyerukan kepada semua pihak untuk meningkatkan upaya mereka, demi mencapai gencatan senjata segera, serta pembebasan tanpa syarat semua tawanan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Otoritas Palestina Majed Abu Ramadan, mengatakan, tanggung jawab hancurnya layanan kesehatan Jalur Gaza dapat dijatuhkan pada Israel.
Sebab, Israel terus menggelar serangan ke kantong permukiman tersebut.
Abu Ramadan juga meminta masyarakat internasional untuk melakukan intervensi, demi menyelamatkan sistem kesehatan di Jalur Gaza.
Pada Selasa (14/5/2024), ia mengatakan, otoritas Palestina sedang berusaha mengirimkan tim medis ke Gaza untuk mengobati kasus-kasus sulit.
Pasalnya, Israel menolak mengizinkan sejumlah warga Palestina yang terluka dan sakit untuk meninggalkan Jalur Gaza, padahal mereka harus menjalani pengobatan.
Save The Children juga mengeluarkan pernyataan yang berisi laporan dari seorang stafnya di Gaza.
Laporan yang menggambarkan kondisi mengerikan yang dihadapi penduduk Rafah. Mereka terpaksa mengungsi.
“Ini kelima kalinya kami dipaksa pindah, mengikuti perintah relokasi terbaru.”
“Awalnya kami dipindahkan dari Gaza ke Khan Younis, kemudian ke daerah lain di Rafah.”
“Dan sekarang [dipaksa pindah] ke Deir el-Balah. Ini menghancurkan mental kami,” jelas staf Save the Children, tersebut.