Ngelmu.co – Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais dan Binsyar) Kementerian Agama (Kemenag) RI Adib, angkat suara soal beda penetapan tanggal 1 Muharam 1446 Hijriah, antara pemerintah dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Adib, mengatakan, Kemenag, telah menetapkan 1 Muharam 1446 H, jatuh pada Ahad, 7 Juli 2024 lalu.
Hal ini tidak lepas dari kalender hijriah, didasarkan pada peredaran bulan, dan lebih pendek sekitar 10-12 hari; dibandingkan dengan tahun matahari.
Pergantian tanggal ditandai dengan terbenamnya matahari.
Saat terbenam matahari pada 29 Zulhijah 1445 H, kata Adib, ketinggian hilal di Indonesia, berkisar antara antara 3,06 derajat di Merauke, sampai 5,84 derajat di Sabang.
Adapun elongasi, berkisar antara 6,91 derajat di Merauke, sampai 8,17 derajat di Sabang.
Jika tidak mendung, maka hilal sudah mudah diamati, sehingga dengan demikian, ditetapkan bahwa awal Muharam 1446 H, jatuh pada 7 Juli 2024.
“Hal ini merujuk pada penyusunan kalender hijriah Indonesia yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat MABIMS, yaitu berdasarkan tinggi hilal 3 derajat, dan sudut elongasi 6,4 derajat yang diukur atau ditentukan di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Adib dalam keterangan di laman resmi Kemenag.
Ia juga mengatakan, mekanisme penetapan awal bulan kamariah, selain untuk penentuan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, merujuk kepada kalender hijriah Indonesia yang disusun oleh Tim Hisab Rukyat Kemenag RI, beserta pakar falak perorangan dari beberapa ormas Islam, pesantren, dan perguruan tinggi.
Adib, menambahkan, ada tiga metode yang dianut masyarakat Indonesia dalam menetapkan awal bulan kamariah, yaitu rukyatul hilal, wujudul hilal, dan imkanur rukyat.
Rukyatul hilal adalah melakukan observasi lapangan terhadap ketampakan hilal pada tanggal 29 bulan kamariah, yaitu jika pada saat itu hilal terlihat, maka keesokannya adalah tanggal satu bulan kamariah.
Jika hilal tidak terlihat, maka keesokan harinya adalah tanggal 30 bulan kamariah.
Baca juga:
Adapun wujudul hilal merupakan metode yang menetapkan adanya hilal dengan perhitungan [hisab] secara astronomis.
Artinya, jika secara hisab pada tanggal 29 bulan kamariah, hilal sudah di atas ufuk, maka keesokan harinya adalah tanggal satu bulan kamariah, tanpa ada kriteria berapa pun tinggi hilal.
“Terakhir, metode imkanur rukyat, yaitu metode yang mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.”
“Metode ini merupakan suatu metode yang menjembatani antara kriteria rukyatul hilal dengan kriteria wujudul hilal, dengan menyepakati sebuah kriteria.”
“Kriteria itu disusun berdasarkan data rukyat jangka panjang yang dianalisis dengan perhitungan astronomi [hisab],” kata Adib.
Ia kemudian mencontohkan, dalam penentuan 1 Muharam 1446 H, saat ini, Lembaga Falakiyah PBNU, mengumumkan bahwa bulan Zulhijah, digenapkan menjadi 30 hari [istikmal].
Sehingga awal Muharam jatuh pada 8 Juli 2024.
Pengumuman ini, lanjut Adib, berbeda dengan kalender Nahdlatul Ulama (NU) itu sendiri, serta Kalender Hijriah Indonesia.
Di mana awal bulan Muharam 1446 H, jatuh pada 7 Juli 2024.
“Penatapan awal Muharam yang berbeda ini tidak menjadikan hal yang perlu diperdebatkan, karena memang mekanisme penentuannya berbeda, dan kalendernya, sebetulnya sama.”
“Kami mengajak semua umat Islam untuk tetap memegang teguh ukhuwah Islamiyah, mengutamakan toleransi, dan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dipedomani.”
“Selamat Tahun Baru Hijriah 1446 H/2024 Masehi.”
Baca juga:
Sebelumnya, PBNU, menetapkan awal bulan Muharam 1446 Hijriah, jatuh pada Senin (8/7/2024), atau mulai Ahad (7/7/2024) malam.
Hal ini lantaran tidak ada yang melaporkan melihat hilal 1 Muharram 1446 H pada Sabtu, 6 Juli 2024.
“Telah dilaporkan penyelenggaraan rukyatul hilal pada Sabtu Wage, 29 Dzulhijjah 1445 H/6 Juli 2024 M. Laporan lokasi yang menyelenggarakan rukyatul hilal pada saat ini terlampir. Semua lokasi tidak melihat hilal,” tulis Lembaga Falakiyah PBNU, mengutip laman resmi NU.