Pengemis Online: Minta Simpati atau Murni Eksploitasi?

Gambar karikatur tangan dengan telapak terbuka keluar dari layar smartphone biru, menggambarkan fenomena pengemis online di media sosial.

Akhir-akhir ini, timeline media sosial kita dipenuhi oleh fenomena yang aneh bin ajaib. Yup, pengemis online.

Mereka hadir di berbagai platform sosial media, dari TikTok, Instagram, sampai YouTube, dengan gaya yang memelas, berharap netizen tergerak untuk transfer duit.

Mulai dari alasan “belum makan seharian” sampai yang nyeleneh kayak “lagi galau, traktir pizza dong!”—semuanya disajikan dengan apik, lengkap dengan raut wajah penuh derita.

Nah, di satu sisi, kita mungkin ngikik sambil geleng-geleng kepala.

Tapi, di sisi lain, kok ada ya orang yang dengan entengnya nongkrong depan kamera buat minta-minta? Apa memang segitu susahnya hidup sampai harus cari makan dari iba netizen? Atau, jangan-jangan ini cuma strategi konten semata?

 

Pengemis atau Konten Kreator Bertopeng “Miskin”?

Fenomena pengemis online ini nggak cuma dibahas di tongkrongan, tapi juga sampai dibedah secara ilmiah.

Mahasiswa UGM aja sampai bikin riset khusus soal ini. Intinya, mereka bilang bahwa pengemis online ini harusnya ditertibkan sama Kominfo.

Tapi, sebelum kita ikut teriak, “Betul! Bubarin aja!”—coba deh kita pikir ulang, apa bedanya mereka sama konten kreator lainnya?

Banyak yang bilang kalau pengemis online ini cuma memanfaatkan simpati netizen buat kepentingan pribadi.

Tapi, ada juga yang ngelihatnya dari sisi lain: mereka hanya “memanfaatkan” sosial media buat cari cuan, sama kayak selebgram endorse produk atau YouTuber yang dapet duit dari adsense.

Bedanya, para pengemis online ini pakai strategi “kemiskinan” sebagai alat jualannya.

Misalnya, dengan cerita sedih yang bikin hati netizen melumer, mereka berhasil bikin kita rela buka dompet. Dan, seringkali, kita nggak sadar kalau drama ini cuma bagian dari “showbiz” mereka.

 

Islam Juga Nggak Setuju Sama Pengemis Online, Lho!

Kalau kita lihat dari perspektif agama, Islam sebenarnya punya aturan tegas soal mengemis.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR Bukhari). Wah, serem, kan?

Artinya, Islam hanya memperbolehkan orang buat minta-minta kalau memang benar-benar dalam kondisi terdesak.

Sedangkan, banyak pengemis online ini malah terlihat sehat walafiat, bahkan ada yang sambil nyanyi-nyanyi atau joget-joget. Dari sini, jelas banget kalau tindakan mereka jauh dari ajaran Islam.

Selain itu, Al-Quran juga mengingatkan kita buat nggak jadi pribadi yang berlebihan, termasuk dalam hal memberi.

Di surat Al-Furqan ayat 67 disebutkan, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”

Intinya, tidak berlebih-lebihan dalam berinfak. Dan di antara sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang apabila menginfakkan harta,

mereka tidak berlebihan dengan menghambur-hamburkannya, karena perilaku seperti inilah yang dikehendaki setan dan tidak pula kikir yang menyebabkan dibenci oleh masyarakat. Mereka berinfak di antara keduanya secara wajar

 

Netizen: Gampang Kasihan atau Gampang Dibodohi?

Yang lebih lucu (atau ironis?), netizen sering kali gampang terjebak sama trik pengemis online ini.

Ketika mereka minta uang buat makan, netizen yang kasihan langsung transfer tanpa pikir panjang.

Bahkan, kadang alasan pengemis online ini absurd banget—tapi tetep aja ada yang rela kirim donasi. Nah lho, kok bisa?

Jawabannya simpel: era digital udah ngeblur batas antara realita dan hiburan.

Di satu sisi, banyak yang nganggap membantu pengemis online ini sebagai bentuk amal atau hiburan, tanpa sadar bahwa kita justru malah “menyuburkan” budaya malas.

Mereka yang tadinya cuma coba-coba, lama-lama jadi ketagihan karena dapet duit gampang tanpa perlu usaha lebih.

Padahal, dengan membantu mereka yang nggak benar-benar butuh, kita justru ikut andil dalam memperburuk masalah ini.

Bukan nggak mungkin, fenomena pengemis online ini bakal makin merajalela, dan kita menciptakan generasi baru yang lebih suka minta-minta daripada kerja keras.

 

Jadi, Apa Solusinya?

Fenomena pengemis online ini emang serba salah. Di satu sisi, kita pengen bersikap bijak dan nggak asal menuduh.

Tapi di sisi lain, kalau dibiarkan terus, ini bisa jadi tren yang buruk buat masyarakat. Seperti yang disarankan riset UGM , perlu ada langkah dari pemerintah atau Kominfo buat menertibkan praktik ini.

Bukan cuma demi menjaga “kesucian” media sosial, tapi juga buat mencegah makin banyak orang yang terjebak dalam pola pikir malas.

Ngomong-ngomong, mari kita ingat sebuah hadist yang bilang, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR Bukhari). Maksudnya, lebih baik kita memberi daripada menerima.

Tapi ya… memberi yang tepat sasaran. Jangan sampai malah kita jadi korban drama pengemis online yang ujung-ujungnya cuma cari cuan tanpa usaha.

Nah, gimana menurut kalian, Sob? Setuju nggak kalau pengemis online ini harus ditertibkan?

 

Pertanyaan Warganet

  1. Apa itu pengemis online? Pengemis online adalah orang yang meminta-minta di media sosial dengan berbagai alasan, meskipun sering kali alasannya diragukan.
  2. Apakah pengemis online bisa disebut sebagai konten kreator? Beberapa orang menganggap mereka hanya bikin konten, sementara yang lain melihatnya sebagai tindakan memanfaatkan simpati publik.
  3. Bagaimana Islam melihat fenomena pengemis online? Islam sangat menentang tindakan mengemis tanpa alasan yang jelas, apalagi kalau orang tersebut sebenarnya mampu bekerja.
  4. Apa bahaya dari maraknya pengemis online? Fenomena ini bisa membuat orang malas berusaha dan malah mengandalkan belas kasihan orang lain untuk hidup.
  5. Apakah ada hukum yang mengatur soal pengemis online? Saat ini belum ada aturan spesifik, tapi banyak pihak meminta pemerintah untuk menertibkan fenomena ini.
  6. Kenapa netizen mudah terjebak membantu pengemis online? Karena simpati yang mudah dibangun di media sosial dan narasi yang sering kali dramatis, banyak netizen langsung membantu tanpa berpikir panjang.