Ngelmu.co – Apakah hidup seorang kaya harta, senantiasa bisa dipastikan berkecukupan? Belum tentu. Tak sedikit orang kaya yang selalu merasa kekurangan. Mengapa demikian? Karena hatinya tak jua merasa puas, dengan apa yang sudah diberi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketahuilah, kekayaan sejati adalah kaya hati.
Mereka yang miliki kekayaan hati, akan terus mencari dan mencari, apa yang sekiranya belum diraih. Hatinya merasa hampa, karena berpikir, ada saja yang belum ia dapati. Sibuk dengan yang belum, hingga melupa yang sudah.
Kekayaan Sejati adalah Kaya Hati
Seperti apa yang disampaikan oleh guru kita, Kiai Haji Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), di akun Twitter pribadinya, @aagym, Rabu (28/8).
“Kekayaan sejati itu bukanlah harta, tapi kekayaan yang sejati itu adalah kekayaan hati,” tulisnya.
“Tidak salah jika ingin kaya raya, yang salah adalah jika kita telah diperbudak oleh kekayaan. Kaya harta tanpa hati, akan celaka,” sambung Aa.
Aa mengingatkan bahwa, kaya harta tanpa hati akan celaka.
“Ayo perkaya hati kita juga. Insya Allah selamat,” pungkasnya.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Aa Gym: Menyindir Diri Sendiri
UAS: Cara Allah Memperlihatkan Doa Siapa yang Menembus Langit-Nya
Mbah Moen Meninggal, UAS: Orang Terbaik, di Tempat Terbaik, di saat Terbaik
[/su_box]
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati,” (HR. Bukhari dan Muslim; dari Abu Hurairah).
Tapi bagaimana mungkin orang yang berpenghasilan dua puluh ribu dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya?
Begini, selain karena keberkahan yang Allah limpahkan dalam hartanya, juga karena ukuran kecukupan menurut Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia se-isinya,” (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani).
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun, kaya adalah hati yang selalu merasa cukup,” (HR. Bukhari dan Muslim).