Ngelmu.co – Pemerintah memberikan remisi untuk Susrama, seorang terpidana seumur hidup pada kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali Prabangsa. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun angkat bicara. AJI menyebut pemerintahan Jokowi merupakan musuh kebebsan pers.
Melalui Kepres No. 29 tahun 2018 yang terbit pada 7 Desember 2018, pemerintah memberikan remisi bagi pembunuh berencana jurnalis. AJI menyebut pemberian remisi itu telah melukai kebebasan pers di Indonesia. AJI menyatakan Presiden Jokowi yang menandatangani keputusan itu dianggap telah memperburuk kondisi kemerdekaan pers dan demokrasi.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta, Tommy Apriando, di Yogyaarta, Kamis (24/1), menegaskan bahwa pemberian remisi merupakan ancaman kebebasan pers.
“Ini ancaman kebebasan pers di mana banyak jurnalis dibunuh dan belum tuntas sampai saat ini. Namun Jokowi malah memberikan revisi kepada otak pembunuh jurnalis yang dibunuh dengan keji dan dibuang ke laut,’’ kata Tommy, dikutip dari Gatra.
Padahal sebelumnya keluarga Prabangsa, komunitas pers, warga Bali bersyukur atas putusan Hakim PN Denpasar. Sebab, keadilan setidaknya ditegakkan saat itu.
Kasus pembunuhan Prabangsa merupakan kasus yang mendapat dukungan publik dan komunitas. Sebab, kasus Prabangsa inilah untuk pertama kalinya, polisi, jaksa, hakim, bekerja berdasarkan azas hukum dan rasa keadilan publik yang kuat.
Biasanya publik nyinyir atau sinis terhadap aparat penegak hukum, tapi untuk kasus Prabangsa, publik berterima kasih kepada aparat hukum. Publik berterima kasih kepada kepolisian Polda Bali, aparat Kejaksaan, dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar.
Maka, Tommy menilai, perubahan masa tahanan dari seumur hidup menjadi pidana sementara itu telah melukai rasa keadilan bagi pihak keluarga. Selain itu telah melukai prinsip dalam penegakan kebebasan pers di Indonesia. Melihat hal tersebut, AJI meminta Jokowi untuk mencabut Kepres No 29 tahun 2018 tersebut.
Tommy mengatakan bahwa pihaknya menilai jika Kepres No 29 tahun 2018 tersebut akan menyuburkan impunitas dan membuat para pelaku kekerasan jurnalis tidak jera. Bahkan, kata Tommy, kedepannya bisa memicu kekerasan yang terus berlanjut kepada jurnalis.
Tommy menegaskan bahwa AJI Yogyakarta juga mengecam Jokowi yang telah memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji jurnalis. Oleh karena itu, AJI Yogyakarta, kata Tommy, meminta Presiden Jokowi mencabut Kerpres No 29 tahun 2018. Sebab, kata Tommy, kebijakan tersebut dianggap tidak adil serta tidak menjamin prinsip-prinsip kebebasan pers di Indonesia.
“Kami menilai kebijakan ini tidak memberikan pesan serta jaminan yang baik untuk jurnalis, ketika tidak dicabut maka kami menobatkan Jokowi sebagai musuh kebebasan pers,’’ kata Tommy.
Diketahui sebelumnya otak pembunuh Prabangsa, Susrama, diadili sembilan tahun lalu. Pembunuhan itu diawali dari pemberitaan Prabangsa yang menyoroti dugaan korupsi dan penyelewenangan yang melibatkan Susrama di harian Radar Bali.
Susrama memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orang tuanya di Taman Bali, Bangli pada 11 Februari 2009. Selanjutnya, Prabangsa disiksa oleh anak buah Susrama di rumah pelaku yang berada di Banjar Petak, Bebalang, Bangli hingga tewas. Mengetahui kondisi Prabangsa yang sudah tak bernyawa, anak buah Susrama membawa mayat Prabangsa ke Goa Lawah untuk di buang ke laut.
Selain kasus Prabangsa, berdasar data AJI, ada empat kasus pembunuhan jurnalis lain yang belum tuntas. Diantaranya yaitu kasus Fuad M Syarifuddin(Udin), Wartawan Harian Bernas Yogyakarta (1996). Kemudian kasus Pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006). Selain itu, kasus kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010). Tambahan, kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar Maluku Barat Daya (2010).