Ngelmu.co – Pelaksanaan pertemuan tahun IMF-World Bank di Nusa Dua Bali , Senin (8/10) diwarnai dengan aksi unjuk rasa. Aksi unjuk rasa berlangsung tegang.
Aksi unjuk rasa tersebut menjadi tegang karena adanya satu warga masyarakat yang masuk ke dalam aksi lalu minta mereka membubarkan diri.
Aksi tersebut sebenarnya dijaga aparat keamanan. Aksi unjuk rasa tersebut pada mulanya berlangsung biasa-biasa saja.
Secara berganti, para aktivis berorasi mengecam pertemuan berbiaya lebih dari Rp 800 Miliar itu. Sedangkan, bantuan untuk gempa Lombok bahkan belum dicairkan sepenuhnya. Ditambah lagi kepiluan yang masih pekat di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Baca juga: Pantaskah Hajatan IMF-World Bank Senilai Hampir Rp 1 Triliun saat Palu-Donggala Menderita?
Ketika aksi masih berlangsung tiba-tiba ada warga yang masuk ke tengah aksi. Warga tersebut meminta aksi dibubarkan karena tidak mewakili kepentingan warga Bali.
Warga tersebut sempat keluar dari kerumunan, ia lalu mencari Direktur LBH Bali Dewa Adnyana yang menjadi pendamping acara itu dan lagi-lagi minta agar dibubarkan. Namun, Dewa merasa tak berhak karena bukan penyelenggaranya. Syukurnya, tak lama kemudian para aktivis itu mengakhiri aksinya karena dianggap sudah cukup.
Diketahui bahwa aksi unjuk rasa itu, juga menyebutkan keadaan yang ironi sedang terjadi. Pertemuan IMF telah menghabiskan 14 juta dolar dari anggaran pemerintah untuk membangun underpass dan renovasi bandara serta pelabuhan. Menurut Rahmat hal itu jauh lebih menguntungkan IMF dan World Bank yang dinilainya mendorong investasi yang merusak hutan, menggunakan batubara, dan lain-lain.
Selain itu, aksi unjuk rasa ini sendiri menandai dimulainya Konferensi Rakyat Global (KRG) yang dihadiri 50 organisasi lokal, nasional dan internasional.
Selain itu, menyikapi berlangsungnya pertemuan IMF, mereka meminta pemerintah Indonesia menghentikan semua bentuk kesepakatan kerjasama hutang dengan Bank Dunia.