Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (Unesco) menetapkan pinisi, seni pembuatan perahu di Sulawesi Selatan sebagai Warisan Budaya Tak Benda melalui sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Tak Benda di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis (7/12).
Banyak peserta sidang dari berbagai negara yang merasa kagum dengan pembuatan kapal pinisi dan menyampaikan selamat kepada delegasi Indonesia, demikian Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk Unesco TA Fauzi Soelaiman kepada Antara London, Jumat. Dikatakannya, Komite Warisan Budaya Tak Benda Unesco mengadakan sidang yang berlangsung 4-9 Desember 2017 di Jeju Island, Korea Selatan.
Sidang juga dihadiri Dubes LBBP Prancis, Monaco dan Andora/Wakil Tetap RI di Unesco Hotmangaradja Pandjaitan, Kasi Pengusulan Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hartanti Maya Krishna, Wakil Bupati Kabupaten Bulukumba, Tomy Satria Yulianto, beserta tim delegasi Indonesia lainnya.
Dalam sidang tersebut, 24 negara anggota Komite membahas enam nominasi untuk kategori List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding, serta 35 nominasi untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dari 175 negara yang sudah meratifikasi konvensi 2003 UNESCO.
Dubes RI untuk Paris merangkap Delegasi Tetap RI untuk Unesco Dr Hotmangaradja Pandjaitan mengatakan komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan pinisi ke dalam daftar ICH Unesco.
Tentunya momentum ini dapat dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pengelolaan Warisan Budaya Tak Benda yang berada di daerah masing-masing, ujarnya.
Dengan ditetapkannya Pinisi ini menambah satu lagi daftar elemen budaya Indonesia ang sebelumnya sudah dalam masuk Daftar Warisan Budaya Tak Benda Unesco. Elemen-elemen budaya tersebut, yakni wayang (2008), keris (2009), batik (2009), angklung (2010), Tari Saman (2011), noken Papua (2012) dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015) serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).
Menurut Fauzi Soelaiman, penetapan pinisi ini merupakan bentuk pengakuan dunia Internasional terhadap arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia, yang diturunkan dari generasi ke generasi dan masih berkembang hingga saat ini.
Baca Juga : Bu Dayu dan Taksu Pemikat Warga Dunia
Kapal pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan sekaligus bagian dari adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan.
Adapun pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini dikenal setidaknya selama 1500 tahun. Pola pembuatan didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik.
Artikel ini sudah dimuat pada Antara News