Potensi ‘Kejahatan Demokrasi’
Ini menurut saya, punya potensi untuk menjadi kejahatan demokrasi. Maka jawabannya adalah, ya, perlu kesadaran civil society.
Perlu kesadaran Mahkamah Konstitusi, untuk segera menghilangkan yang namanya Presidential Threshold.
Jadi, MK, kalau memang sumpahnya bertanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, memberikan rasa keadilan.
Demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, maka kalau konteksnya seperti ini, tidak bisa lagi, tidak bisa tidak, Presidential Threshold, harus dihapuskan.
Karena hanya akan melanggengkan oligarki, apalagi di antara oligarki Istana itu sudah ada ‘cukong-cukong Pilpres’, misalnya.
Maka secara teoritis, ini harus dicegah. Sekali lagi, ini sebuah analisis yang masuk akal.
Karena kalau kebutuhannya menangani pandemi, tidak diperlukan yang namanya PAN.
kalau kebutuhannya rekrutmen kabinet, dalam rangka memperkuat postur kabinet, tidak diperlukan PAN.
Karena sekarang sudah terlalu kuat, tapi kalau kebutuhannya untuk mematahkan kaki koalisi non-Istana, agar tidak bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, masuk akal.
Karena kalau PAN dibiarkan di luar Istana, mereka akan memiliki jumlah kursi yang signifikan untuk bisa mengajukan calon, yaitu 148 [Demokrat 54, ditambah PKS 50, ditambah PAN 44, 148. Itu lebih dari 20 persen, dari seluruh kursi yang jumlahnya 575].
Dari konstelasi ini paham, ya? Bahwa, memang, masuknya PAN, tidak bisa tidak, harus diartikan menuju 2024.
Dengan testing the water-nya, kemungkinan, perubahan konstitusi. Kalau berhasil, maka bisa jadi, skenario Jokowi-Prabowo, jalan.
Kalau tidak berhasil, maka terjadilah yang namanya kompetisi di antara partai-partai yang hanya ada di Istana saat ini, dengan meninggalkan Demokrat dan PKS.
Halaman selanjutnya >>>