Ngelmu.co – Kementerian Sosial (Kemensos) mendapati, ada 31.624 aparatur sipil negara (ASN) di 34 provinsi se-Indonesia, menerima bansos dari pemerintah.
Berawal dari Kemensos yang memverifikasi sumber data penerima bantuan sosial (bansos), yakni data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Lalu, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, menemukan puluhan ribu ASN, menerima bansos dari pemerintah.
Dengan rincian 28.965 ASN aktif, sisanya, diperkirakan merupakan pensiunan.
“Setelah kita cek di data BKN, yang aktif itu 28.965, ASN aktif,” tutur Risma, dalam konferensi pers di kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (18/11/2021).
“Mungkin sisanya tuh sudah pensiun,” imbuhnya.
Adapun bansos yang diterima oleh puluhan ribu ASN tersebut adalah seperti BPNT [bantuan pangan non tunai], dan PKH [program keluarga harapan].
Lebih lanjut, Risma menyampaikan, bahwa para ASN itu ada yang berprofesi sebagai dosen, tenaga medis, dan lainnya.
Ia juga menyebut bahwa di antaranya ada yang tinggal di Ibu Kota DKI Jakarta. Wilayah Menteng, tepatnya.
Namun, Risma tidak merinci lokasi ASN yang terindikasi masih menerima bansos.
Ia hanya menjelaskan bahwa temuan data ini akan dikembalikan ke daerah masing-masing, agar diperiksa ulang dan ditindaklanjuti.
“Nanti itu, akan kita kembalikan data ini. Saya berharap, daerah memberikan respons balik pada kita,” ujar Risma.
Pengakuan ASN Terima Bansos
Sebelum Risma membeberkan temuan ini, ada pejabat eselon I di kementerian yang mengaku mendapat bansos pemerintah.
Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang menceritakan.
Ia merupakan salah seorang pejabat eselon I di kementeriannya, yang menerima bansos sembako.
“Saya bisa sampaikan, eselon I kami di Bappenas itu mendapatkan bantuan sembako.”
Demikian kata Suharso dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Kamis (16/9/2021).
Baca Juga:
Ia juga mengaku heran, bagaimana bisa seorang pejabat pemerintahan mendapat bansos sembako.
Saat itu, Suharso berpikir, hal ini terjadi lantaran persoalan data bansos yang belum diperbarui.
Sebab, bansos jelas-jelas merupakan salah satu upaya percepatan pemerintah terkait penanganan kemiskinan.
Artinya, tidak semua orang berhak mendapatkannya.
Pemerintah juga telah mengatur soal ketentuan pemberian bansos dalam UU 13/2011.
Tidak Boleh Terima Bansos
Kembali ke Risma. Ia bilang, ASN seharusnya tidak boleh menerima bansos dari pemerintah.
Menurutnya, dalam aturan yang ada, ASN tidak masuk kualifikasi sebagai individu yang berhak mendapat bansos.
“Karena di peraturannya adalah yang menerima pendapatan rutin dari pemerintah, tidak boleh [terima bansos],” ungkap Risma.
Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) Tjahjo Kumolo, juga bicara.
Ia menekankan hal senada, meski menyebut bahwa aturan spesifik larangan ASN menerima bansos, tidak ada.
Namun, bagi Tjahjo, pada dasarnya ASN adalah pegawai pemerintah yang punya penghasilan tetap.
Belum lagi unjangan dari negara, sehingga tidak berhak mendapat bansos.
“Oleh karena itu, pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial,” kata Tjahjo, Kamis (18/11).
Itu mengapa ia juga mengimbau, agar para pensiunan PNS eselon I dan II, bisa menolak bansos.
“Pensiun eselon I dan Eselon II, ya, sebaiknya menolak,” ujar Tjahjo.
“Pensiunan pegawai, menurut saya, tidak masalah dengan cek data kelurahan atau desa bagaimana posisinya,” imbuhnya.
Di akhir, Tjahjo menyampaikan, jika ditemukan ASN yang melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang untuk mendapat keuntungan pribadi–terkait bansos–dapat diberikan sanksi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Bagaimana Sebenarnya Kriteria Penerima Bansos?
Pasal 1 UU 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan:
[Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya]
Perpres 63/2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non-Tunai dan PP 39/2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, menulis:
[Penerima bantuan sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial]
Lalu, Pasal 2 PP 39/2012 juga mengatur soal prioritas penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yang menyebut penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan tidak layak dan kriteria masalah sosial.
Masalah sosial tersebut adalah kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.