Bagaimana bisa Grasi Diberikan kepada Terpidana Kasus JIS yang Mengaku Tak Bersalah?

Ngelmu.co – Selain menyatakan grasi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), kepada terpidana kasus pelecehan seksual pada anak yang terjadi di Jakarta International School (kini Jakarta Intercultural School (JIS)), Neil Bantleman, tidak sesuai Undang-Undang (UU), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) juga mengaku bingung dengan alasan apa yang Jokowi gunakan di balik pemberian grasi tersebut.

Sebab, setelah mendapatkan grasi, Neil tetap tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan, menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, grasi hanya bisa diberikan jika terpidana mengakui kesalahannya.

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait

“Si Neil itu di Kanada, dia mengatakan tidak bersalah, mengumumkan kepada media bahwa tidak bersalah. Sementara sebuah grasi itu, harus ada pengakuan bersalah, permohonan ‘kan,” tegas Arist, seperti dilansir Kompas, Ahad (14/7).

Salah satu syarat seseorang mengajukan grasi, disebut Arist, adalah menulis surat pengakuan bersalah dan permintaan maaf. Syarat tersebut tercantum jelas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Jokowi Beri Grasi pada Terpidana Kasus JIS, Komnas PA: Itu Bertentangan dengan UU
[/su_box]

Atas hal tersebut, Arist menyatakan, dirinya tak memahami jalan pikiran Jokowi yang memberikan grasi kepada eks guru di JIS itu.

“Saya enggak tahu apa alasan Presiden memberikan grasi itu. Sementara grasi itu ‘kan sebuah pengakuan, kalau enggak ada pengakuan dan minta maaf terhadap perilakunya, itu tidak akan diberikan grasi,” lanjutnya heran.

Pernyataan Arist terlontar, setelah Neil Bantleman membuat pernyataan tertulis, seperti yang dilansir Media Kanada (CBC).

Neil mengabarkan, bahwa dirinya senang permohonan grasinya dikabulkan Pemerintah Indonesia, sekalipun ia tetap tidak mengakui perbuatannya.

Neil Bantleman dan Istri

“Lima tahun yang lalu, saya dituduh bersalah dan dihukum karena kejahatan yang tidak saya lakukan dan tidak pernah terjadi,” aku Neil, seperti diberitakan CBC.

Neil pun bebas dari Lapas kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, sejak 21 Juni 2019 lalu, karena mendapat grasi dari Presiden Jokowi, berdasarkan Kepres Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019.

Kepres tersebut memutuskan, pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan, dan denda pidana senilai Rp 100 juta. Hingga saat ini, Neil bisa kembali ke negara asalnya, Kanada.