Ngelmu.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah meneken Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker), menjadi UU Nomor 11 tahun 2020.
Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, masih membahas adanya kejanggalan dalam naskah berjumlah 1.187 halaman tersebut.
Lebih spesifik, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR F-PKS, Bukhori Yusuf, menanyakan ke mana rujukan Pasal 6, yang seharusnya ada pada Pasal 5 ayat (1) huruf a, sebagaimana dalam redaksional.
“Pasal 6, jadi satu ketentuan yang merujuk pada Pasal 5, di situ tidak ada. Maksudnya, merujuk ke mana itu?” tuturnya, mengutip CNN, Selasa (3/11).
Berikut redaksional pasal yang janggal tersebut:
Pasal 5
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
PKS, sebelumnya telah mengunggah temuan pasal yang janggal dalam UU Ciptaker, pada akun Twitter resminya.
Pihaknya, memuat tangkapan foto Pasal 5 dan Pasal 6 UU Ciptaker, yang tidak sinkron.
DIMALAM HARI 🌚
UU Cipta Kerja di unduh dari sini https://t.co/qjRM6Ow3P2⬇️
SUBUH 🌠
baca baru sampai halaman 6, kenapa ada pasal rujukan tapi tidak ada ayat 😣⬇️
Masa hubungan kita begini terus bang? 🤦♂️ pic.twitter.com/2fe3U3ru4Y
— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) November 2, 2020
Berdasarkan temuan PKS, Pasal 5, sama sekali tidak mencantumkan ayat (1) huruf a yang menjadi rujukan Pasal 6.
CNN, juga telah mencoba membandingkan dengan naskah yang ada pada situs resmi Setneg, Senin (2/11) malam, hingga Selasa (3/11) pagi. Hasilnya pun sama.
Kembali ke Bukhori, ia, menyampaikan jika PKS, juga menemukan sejumlah perubahan lain dalam naskah UU Ciptaker, 1.187 halaman.
Menurutnya, perubahan-perubahan itu nampak setelah membandingkan dengan naskah 812 dan 905 halaman.
Bukhori, tidak merincinya. Ia, hanya mengingatkan bahwa perubahan naskah sebuah regulasi, seharusnya tidak terjadi jika sudah sah dalam rapat paripurna.
Apalagi, lanjutnya, perubahan itu sampai dilakukan oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), yang tidak memiliki kewenangan sama sekali.
“Semestinya Kemensetneg, itu bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah, meski hanya titik koma sekalipun, tapi ‘kan faktanya tidak demikian,” kritik Bukhori.
Baca Juga: Berubah Lagi, Baleg DPR Jawab soal UU Ciptaker Jadi 1.187 Halaman
Sementara terkait penekenan Jokowi, atas UU Ciptaker, Bukhori, menyampaikan jika PKS hanya menyampaikan fakta tentang proses pembuatan, yang bisa jadi pembelajaran publik.
“Kita tidak ingin melalui jalur di luar yang konstitusional,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Bukhori, juga mengatakan jika PKS, belum melirik legislative review, sebagai solusi yang tepat untuk UU Ciptaker.
Menurutnya, publik harus mengetahui lebih dulu, apakah UU Ciptaker, sudah sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945, atau tidak.
“UU Ciptaker ini bukan sekadar membenarkan yang salah atau meluruskan yang salah,” kata Bukhori.
“Tapi ada satu situasi yang sebenarnya publik harus tahu. Apakah situasi itu sesuai amanat UUD [1945] atau tidak? Itu publik harus tahu,” pungkasnya tegas.