Ngelmu.co – Filsuf sekaligus pengamat politik, Rocky Gerung, membahas Perppu [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang] Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, bersama Hersubeno Arief.
Di tengah perbincangan, Rocky menyebut nama Menko Polhukam Mahfud Md dan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM sekaligus Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy).
Rocky menyuarakan kemarahan berbagai pihak yang memprotes keputusan Jokowi, menerbitkan Perppu Ciptaker.
Menurutnya, langkah ini membuat Jokowi, seolah-olah tidak paham soal inkonstitusional.
Sebab, hal buruk, dalam hal ini UU Ciptaker yang diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh MK, justru diselamatkan dengan hal buruk, yakni Perppu.
“Perppu itu ‘kan hal yang harus dihindarkan sehabis-habisnya dalam sistem demokrasi.”
“Perppu dan demokrasi itu sangat bertentangan,” tegas Rocky dalam video yang terunggah di kanal YouTube-nya, Ahad (1/1/2023).
Baca Juga:
- KontraS: Terbitnya Perppu Ciptaker adalah Bentuk Pembajakan Demokrasi!
- YLBHI: Penerbitan Perppu Ciptaker Menunjukkan Otoritarianisme Pemerintahan Jokowi!
- Perppu Ciptaker Tuai Protes hingga Pemilih Jokowi Kecewa, Ferry Koto: Tak Patut Lagi Dibela
Dalam video berjudul ‘Selamat Datang 2023, Tahun Pemburukan dan Kedunguan Politik‘ itu, Rocky juga menjelaskan bahwa Perppu hanya ada dalam situasi yang betul-betul gawat, darurat, dan genting.
“Terus, sekarang kita tahu, apa kegentingannya dengan mengajukan Perppu? Jadi, yang disebut dengan kegentingan yang memaksa, justru memaksa kegentingan supaya korporasi, konglomerat, enggak ada problem lagi untuk meneruskan ambisi mengeruk Indonesia,” kritik Rocky.
Ia juga menyebut, Perppu Ciptaker merupakan tamparan bagi kaum buruh.
“Mengaktifkan UU yang inkonstitusional melalui Perppu, itu artinya, memperdalam inkonstitusionalitas.”
“Perppu-nya sendiri sudah inkonstitusional, karena ia mengaktifkan sesuatu yang inkonstitusional,” tegas Rocky.
Lebih lanjut, Rocky pun menyebut nama Mahfud dan Eddy.
Berikut selengkapnya:
Dua pejabat yang bertanggung jawab, yang paham tentang tertib etika hukum itu Pak Mahfud dan Pak Eddy.
Sebetulnya, saya kira di hati kecilnya, sebagai akademisi, [keduanya] tahu ini berbahaya…
Tetapi konyolnya, karena mereka ada di dalam kekuasaan, yang satu wakil menteri, yang satu adalah menko…
Dua-duanya teman saya, tapi buat saya, [keduanya] gagal memperlihatkan prinsip-prinsip etis yang [keduanya] pahami sebagai akademisi.
Baik Pak Mahfud maupun Pak Eddy, karena tekanan politik istana terhadap kepentingan oligarki…
Untuk cepat-cepat membuat supaya Undang-Undang Omnibus Law ini bisa diaktifkan langsung, itu yang membatalkan ide tentang demokrasi.
Jadi, Pak Jokowi sebetulnya enggak mampu untuk melihat, bahwa bangsa ini lagi terpuruk soal demokrasi.
Sekarang, dia tambah lagi itu Perppu tentang hal yang inkonstitusional, ‘kan ngaco tuh.
Saya menganggap, Jokowi memang enggak paham fungsi Perppu. Nah, orang-orang yang paham itu justru yang memburukkan demokrasi.
Saya tuduh saja, ya, sekarang nama-nama itu tuh yang pertama adalah Mahfud Md, teman baik saya. Eddy juga saya kenal baik.
Dua orang yang bertanggung jawab terhadap paradigma hukum, akhirnya membuat hukum itu jadi mainan presiden doang.
Bagaimana mungkin Pak Mahfud, enggak tahu bahwa itu rusak? Pak Eddy, enggak ngerti?
Mereka berdua jadi profesor di UGM, semua menganggap bahwa dua orang ini cerdas.
Ternyata bukan cerdas, tapi cerdik doang. Cerdiknya politisi pula.
Selengkapnya, simak di sini: