Ngelmu.co – Eko Prianto bukan satu-satunya Aremania, yang mengungkap pilu atas tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022) malam lalu.
Sulastri yang sempat pingsan, harus menerima duka ketika siuman. Sang suami, Ahmad Wahyudi, meninggal akibat peristiwa mencekam tersebut.
Sebelum kekejaman terjadi, Wahyudi dan Sulastri–bersama keponakan, menantu, dan cucu–menyaksikan pertandingan sepak bola seperti biasa.
Namun, situasi mendadak berubah, setelah polisi dan TNI, menghalau sejumlah Aremania yang turun ke lapangan.
“Ayo, bu… kita keluar saja,” tutur Sulastri, menyampaikan ucapan sang suami.
“Kenapa, Pak?” tanyanya kala itu.
“Enggak baik anak kecil lihat kayak begini. Kita keluar saja cari makan, daripada cucu lihat begini.”
Semua anggota keluarga pun mengikuti langkah Wahyudi, menuju tangga arah pintu keluar gate 12.
“Bu, pegangan besi, biar enggak jatuh,” ujar Wahyudi, kala itu.
Sulastri yang sudah memasuki usia kepala lima pun menuruti perkataan sang suami.
Tubuhnya memang sudah tidak kuat lagi jika harus meniti anak tangga.
Di waktu yang bersamaan, Sulastri sempat melihat benda berasap melayang di atas kepalanya.
Seketika itu juga matanya terasa perih.
Ternyata, benda itu adalah gas air mata yang ditembakkan oleh polisi; dari pinggir lapangan.
Saking perihnya, Sulastri tidak dapat membuka mata. Terakhir melihat, ia menggamit tangan Wahyudi.
“Pegangan semua, pegangan,” ujar Wahyudi.
Wahyudi berada paling depan, diikuti oleh Sulastri, menantu, cucu, dan ketiga keponakan mereka.
Baca Juga:
- Bela Polisi, Ade Armando: Suporter Arema sok Jagoan
- “Gate 13 Stadion Kanjuruhan seperti Kuburan Massal”
- “Kenapa Tembakan Gas Air Mata Diarahkan ke Kami?”
Di sekitar tangga tribune 12, banyak Aremania yang berteriak ketakutan; karena polisi menembaki mereka dengan gas air mata.
Demi menyelamatkan diri, mereka pun bergegas ke tangga, menuju pintu 12.
Wahyudi dan keluarga juga harus melawan arus massa untuk sampai ke gerbang.
Ratusan orang berdesakan mencari jalan keluar. Namun, hanya satu sisi gate 12 yang terbuka.
Wahyudi pun mencari cara untuk dapat menyelamatkan semua anggota keluarganya.
Sembari terus berpegangan tangan, mereka berupaya mendekati pintu.
Namun, dorongan Aremania dari arah belakang juga makin kuat. Pegangan Wahyudi dengan keenam anggota keluarganya pun terlepas.
Sulastri terombang-ambing di tengah massa yang berdesakan. Ia terdorong ke sana ke mari oleh suporter yang juga berupaya menyelamatkan diri.
Dada Sulastri, makin sesak. Kedua matanya tidak bisa melihat karena perih.
Dalam hati, ia hanya pasrah jika harus mati.
Sulastri yang akhirnya tidak sadarkan diri, harus menelan kabar duka saat siuman.
Suaminya, Wahyudi, meninggal.
“Bapak meninggal demi menyelamatkan kami dan cucunya,” ucapnya parau; di kantor Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Senin (3/10/2022).