Ngelmu.co, JAKARTA – Wacana Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta menggunakan hak interpelasi atas Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno terus bergulir. Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono, kebijakan Gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga banyak melanggar undang-undang (UU) dan peraturan daerah (perda).
“Banyak UU dan peraturan daerah yang dilanggar Anies-Sandi, PDIP sedang mengkaji untuk mengggunakan hak interpelasi. Apakah itu akan kita tindak lanjuti? Hari-hari ke depan akan kita matangkan dan kita akan komunikasikan dengan partai lain, supaya Jakarta lebih baik,” ujar dia, beberapa waktu lalu.
Hak interpelasi ini diajukan dengan niat untuk melakukan koreksi atas kebijakan Anies-Sandi. PDIP, kata Gembong, akan memaksimalkan fungsi pengawasan. Hal ini juga akan dikomunikasikan dengan fraksi-fraksi lain, termasuk Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Fraksi PDIP beralasan, setidaknya ada dua kebijakan Anies-Sandi yang melanggar UU dan peraturan daerah. Pertama, kebijakan penataan kawasan Tanah Abang.
Untuk penataan kawasan Tanah Abang, kebijakan yang dianggap melanggar UU yakni penempatan PKL di salah satu ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang. Kebijakan tersebut dinilai melanggar peraturan tentang lalu lintas.
Undang-undang yang mengatur di antaranya UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2).
Bunyi undang-undang itu: setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Ada juga larangan yang serupa pada UU 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Ada ketentuan pidana jika pelanggaran dilakukan, yakni 18 bulan penjara atau denda Rp 1,5 miliar, bagi setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan trotoar.
Anggota Fraksi PDIP, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan jelas bahwa penataan kawasan Tanah Abang. Perda Trotoar juga ditabrak karena menghambat jalan orang-orang.
Alasan kedua Fraksi PDIP ajukan hak interpelasi, terkait pemberian izin penyelenggaraan kegiatan besar di Monas. Kebijakan pembukaan Monas untuk kegiatan masyarakat ini, kata mereka, telah mengesampingkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995.
Menurut aturan tersebut, Monas seharusnya menjadi kawasan yang steril untuk kegiatan-kegiatan besar karena berdekatan dengan Istana Negara.
Pada Pasal 6 Keppres itu menyatakan “Gubernur adalah pemimpin Badan Pelaksana yang salah satu tugasnya (Pasal 7) menyusun rencana pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan.” Pasal 8 menyebutkan “dalam melaksanakan tugasnya Badan Pelaksana mempertimbangkan pendapat dan pengarahan Komisi Pengarah.”
Pasal 9 bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan Pelaksana bertanggung jawab kepada Presiden melalui Komisi Pengarah. Jadi untuk mengubah kawasan Monas untuk menjadi lebih terbuka harus mendapat izin Presiden.
Dengan kedua alasan dilandasi dugaan adanya pelanggaran hukum inilah maka Fraksi PDIP DPRD berniat mengajukan hak interpelasi kepada Anies-Sandi. Buat mereka kebijakan pro rakyat kecil tidak penting, yang penting kebijakan yang taat hukum dan aturan.
Hak interpelasi sendiri dilindungi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD soal Hak Interplasi. Pasal 322 ayat (1) DPRD DKI berhak mengajukan, Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
Pasal 322 Pada ayat (2) menjelaskan, Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD provinsi untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Respons Sandiaga Uno
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengomentari rencana PDIP yang ingin meneruskan usulan hak interpelasinya. Ia mengaku bersikap terbuka dengan rencana tersebut. “Alhamdulillah punya hubungan yang sangat cair dan kita terbuka saja,” kata Sandiaga di Petojo, Jakarta Pusat, Ahad (4/2).
Sandiaga ingin komunikasi antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berjalan dengan lancar. Ia tak ingin ada hal-hal yang menyumbat komunikasi tersebut. Oleh karena itu, ia mengundang DPRD untuk berkomunikasi apabila ada hal-hal yang ingin diklarifikasi.
Politikus Partai Gerindra ini juga terbuka apabila ada masukan-masukan dari DPRD yang itu akan menjadi catatan tersendiri bagi Pemprov DKI. Ia bahkan berterima kasih apabila DPRD mau memberikan kritik kepadanya. “Kami terima kasih telah diingatkan oleh teman-teman DPRD,” ujar dia.
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra Syarif menilai, perlu ada penelitian lebih mendalam apakah interpelasi itu memenuhi persyaratan atau tidak. Selain itu, perlu dikaji lagi apakah interpelasi itu tidak akan menimbulkan hal yang kontradiktif, terutama dengan keberpihakan Gubernur Anies Baswedan kepada rakyat miskin, marjinal, dan terpinggirkan.
Ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI secara tegas melarang diadakannya kegiatan budaya, keagamaan, dan sosial di Kawasan Monas karena merujuk Keppres 25 Tahun 1995. Ketika Jokowi menjadi gubernur DKI, ia mengadakan Pekan Raya Jakarta (PRJ) tandingan di Monas, yang merupakan acara budaya dan sosial masyarakat Jakarta. (Republika)