Ngelmu.co – Fatima al-Masri adalah bayi Palestina berusia 19 bulan yang meninggal pada Jumat (1/4/2022) lalu.
Ia yang tengah sakit, terlambat mendapatkan perawatan, lantaran pasukan Israel, memblokade jalur Gaza.
Sudah lima bulan, setidaknya, kesehatan Fatima, terus memburuk.
Orang tua Fatima juga telah mengajukan izin untuk keluar dari Gaza, demi mencari perawatan.
Namun, Israel terus menunda pemberian izin.
Pekan lalu, Michael Lynk selaku pelapor khusus PBB untuk Palestina, membeberkan.
Dalam sebuah laporan, ia menyampaikan bahwa kontrol Israel atas wilayah Palestina adalah apartheid.
Sistem kesehatan Gaza juga sudah tidak stabil; kurangnya jumlah pekerja profesional, serta peralatan perawatan yang tidak memadai.
Beban makin jelas, karena persediaan obat-obatan juga rendah.
Fatima mengalami VSD
Tahun lalu, dokter mendiagnosis Fatima, mengalami ventricular septal defect (VSD) atau lubang di jantung.
Kedua orang tua telah mendapat dua janji perawatan di Rumah Sakit Al-Makassed, Yerusalem.
Pada Desember 2021 dan Februari 2022. Lalu, pada Maret 2022, mereka juga kembali mendapat janji temu.
Mengutip Middle East Monitor, orang tua Fatima, Jalal Al-Masri, juga telah mengajukan izin kepada penjaga Israel.
Namun, bagaimana respons otoritas Israel, yang menangani izin perjalanan warga Palestina; CLA?
“Mereka terus mengatakan aplikasi [izin] itu ‘sedang ditinjau, sedang ditinjau’, dan kemudian, Fatima meninggal,” tutur Jalal.
“Rasanya, tanpa Fatima dalam hidup saya, saya juga telah mati,” sambungnya kecewa.
“Tidak ada yang menghancurkan seseorang, lebih dari kehilangan anak mereka,” imbuhnya lagi.
Blokade Israel atas jalur Gaza, banyak menyebabkan kepedihan bagi anak-anak yang menderita sakit dan butuh perawatan di luar wilayah.
Setidaknya, sejak 2006, sudah banyak warga Palestina yang kehilangan nyawa.
Pasalnya, Israel menolak mengeluarkan izin medis bagi mereka yang tinggal di jalur Gaza.
Banyak anak-anak yang terkena kanker, mendapat izin medis untuk perawatan di Rumah Sakit Yerusalem.
Namun, orang tua mereka tidak mendapat izin untuk menemani.
Maka anak-anak tersebut harus menjalani pengobatan sendirian di rumah sakit, atau yang menemani justru kakek atau nenek mereka saja.
Organisasi HAM Kutuk Israel
Israel telah mendapatkan kecaman dari para aktivis hak asasi manusia (HAM).
Al Mezan, salah satu organisasi HAM Palestina, mendesak Israel untuk mengeluarkan izin tepat waktu.
Agar Fatima dapat dibawa ke Rumah Sakit Al-Makassed. Namun, entah mengapa, izin tidak juga dikeluarkan.
Mengutip The Guardian, Al Mezan, mengatakan:
Sangat menyesali kematian Fatima, dan mengutuk keras blokade berkelanjutan Israel di jalur Gaza.
Begitu juga pembatasan yang terkait pada pergerakan warga Palestina.
Termasuk menolak akses pasien ke rumah sakit di Tepi Barat, Yerusalem Timur, Israel, dan luar negeri.
Menurut World Health Organization (WHO), pada Februari, Israel menyetujui 69 persen dari total aplikasi izin pasien Gaza.
Namun, dari jumlah tersebut, 56 persen aplikasi izin pendamping pasien, tidak mendapat tanggapan tepat waktu untuk janji temu dengan pelayanan medis.
Jalal bilang, “Kami berada di bawah blokade. Saya tidak mengerti bagaimana Israel, dapat mengirimi saya pesan ini, tentang kasusnya yang sedang ditinjau.”
“Jika Israel ingin mengirimnya sendiri untuk berobat, maka kirimlah [Fatima],” tegasnya lagi.
Pelanggaran Israel terhadap Kemanusiaan
Lembaga PBB yang bertanggung jawab atas urusan kemanusiaan; OCHA, lewat siaran pers resminya, menjelaskan.
Janji temu layanan medis Fatima al-Misri yang terkahir adalah tanggal 5 Maret 2022.
Namun, lantaran aplikasi izin tidak dikeluarkan, tiga pekan setelahnya, kondisi Fatima, makin memburuk.
Sampai akhirnya, ia mengembuskan napas terakhir.
OCHA juga memberikan keterangan, bahwa langkah Israel dalam memblokade jalur Gaza, sudah menimbulkan begitu banyak kerugian.
Kasus Fatima, menjadi contoh konkret pelanggaran berkelanjutan Israel, terhadap hukum kemanusiaan.
Terlebih Fatima, telah menderita sakit sejak satu tahun lalu.
Sebagai kekuatan pendudukan, Israel, seharusnya tunduk pada aturan untuk menghormati dan memastikan kebebasan bergerak.
Tidak terkecuali dengan menjamin hak atas kesehatan penduduk.
Kewajiban ini memiliki bobot lebih besar, ketika yang terlibat adalah anak-anak.
Baca Juga:
- Standar Ganda Negara Barat soal Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina
- Menyorot Presiden Ukraina Zelensky yang Jadikan Israel Teladan
OCHA juga menilai, penundaan akses perawatan medis yang balita perlu–selama lima bulan lebih–adalah hal yang tidak beralasan.
Maka Al Mezan, menyerukan, agar komunitas internasional menegakkan kewajiban moral dan hukum rakyat Palestina.
Tidak lain agar memastikan Israel, mematuhi kewajibannya di bawah hukum internasional.
Terutama, agar Israel, menghentikan blokade akses terhadap pasien Palestina, yang hendak menjalani perawatan medis di luar jalur Gaza.