Ngelmu.co – Berbagai pihak merespons Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menginginkan doa semua agama dibacakan di acara-acara Kemenag.
Anwar Abbas
Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, mengkritik keras ide tersebut.
“Kita ‘kan negara demokrasi yang menjunjung tinggi toleransi, toleransi baru punya makna, kalau diletakkan di tengah-tengah perbedaan,” tegasnya.
“Kalau saya orang Islam, ya, ucapkanlah salam secara orang Islam,” sambung Anwar, mengutip Detik, Senin (5/4) kemarin, mengutip Detik.
“[Jika] Salam juga mau digabung, ya, itu namanya homogenisasi, dan itu tidak mencerminkan pluralitas,” imbuhnya lagi.
Anwar mengaku bingung dengan pernyataan Menag Yaqut, “Kalau di daerah yang mayoritas Islam, seperti di Aceh, itu cukup dengan [doa] ajaran Islam.”
“Tetapi kalau di Bali, ya, [doa] Hindu. Kalau di NTT, ya, [doa] agama Katolik, kalau di Sulawesi Utara, [doa] Protestan,” jelas Anwar.
Lebih lanjut ia menilai, seharusnya Yaqut, melihat pembicara pun mayoritas peserta yang hadir dalam suatu acara Kemenag.
Anwar juga mempertanyakan, mengapa harus membacakan doa agama tertentu, di saat penganutnya tidak hadir dalam acara Kemenag.
“Menteri Agama ini kurang ngerti tentang toleransi,” kritiknya.
“Toleransi itu baru punya arti, baru punya makna [kalau berada] di tengah-tengah perbedaan, dan kita menghargai perbedaan itu,” tutur Anwar.
“Itu namanya Menteri yang menurut saya kehilangan akal, terlalu diobsesi oleh persatuan dan kesatuan,” sambungnya.
“Persatuan dan kesatuan itu tidak rusak oleh keberbedaan,” tegas Anwar.
Ketua Umum PGI
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom, mengapresiasi ide Yaqut.
Namun, ia meminta, agar praktik pembacaan doa semua agama dipikirkan baik-baik.
Sebab, bagi Gomar, selama ini sudah ada protokol baku yang dipraktikkan oleh banyak pihak.
“Saya sangat mengapresiasi pernyataan Pak Menteri. Ini menunjukkan kepedulian beliau yang sejatinya memang melayani semua agama,” ujarnya, Senin (5/4) malam.
“Namun, praktiknya haruslah dipikirkan baik-baik,” sambung Gomar.
“[Sebab] Sesungguhnya, dalam berbagai kesempatan, sudah ada semacam protokol yang baku, seseorang membacakan doa seraya meminta agar semua yang hadir berdoa menurut agama masing-masing,” jelasnya.
FKUB Jabar
Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat (FKUB Jabar), mengatakan bahwa pembacaan doa semua agama harus proporsional.
“Jadi begini, kita harus realistis, acara apa pun, di kita ini, mayoritas itu Muslim, karena realitanya Muslim itu mayoritas,” kata Ketua FKUB Jabar Rafani Achyar, Senin (5/4).
“Jadi wajar kalau berdoa itu menggunakan doa yang mayoritas Muslim, itu logis, wajar menurut saya,” sambungnya.
“Jangan diartikan, kalau hanya doa versi Muslim, lantas tidak toleran. Jangan diartikan begitu,” imbuhnya lagi.
Baca Juga: Penjelasan Menag Yaqut soal Pernyataan ‘Doa Semua Agama’
Pasalnya, menurut Rafani, sudah ada fatwa MUI soal doa bersama ini.
Ia juga menilai, wajar jika doa menggunakan versi Islam, ketika proporsi jumlah peserta memang mayoritas Muslim.
Begitu pun dengan pembacaan doa secara non-Muslim, saat jumlah peserta non-Muslim yang lebih banyak.
“Kedua, ada fatwa MUI, doa bersama itu bukan berarti mencampur adukkan keyakinan,” tegas Rafani.
“Kemudian boleh, kalau jemaahnya mayoritas non-Muslim, kemudian yang berdoa dari mereka. Kita yang Muslim, ya, diam saja, ikuti saja fatwanya,” lanjutnya.
“Proporsional saja, tidak berarti tidak toleran, tidak berarti tidak menghargai keyakinan yang lain,” jelas Rafani.
Ketua Komisi VIII DPR
Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, mengatakan bahwa prosedur pembacaan doa yang selama ini ada, sudah toleran.
“Selama ini sudah bagus, berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing,” ujarnya, Senin (5/4) kemarin.
“Ini untuk menghormati semua pemeluk agama yang ada di Indonesia, dan sudah berjalan bagus,” sambung Yandri.
“Biasanya yang memimpin doa akan menyampaikan ini kepada seluruh audiens,” jelasnya lagi.
Yandri juga meyakini, para peserta acara pun pasti dapat menyesuaikan.
“Ya, prosedur selama ini sudah bagus. Kalau yang pimpin doa dalam suatu acara orang Kristen, akan memimpin doa secara Kristen,” tuturnya.
“Begitu juga kalau Hindu yang pimpin, pasti secara Hindu, dan peserta atau audiens menyesuaikan dengan agamanya masing-masing,” lanjut Yandri.
“Ini sudah kebiasaan yang sangat toleran,” imbuhnya lagi.
Maka bagi Yandri, kalau doa semua agama dibacakan, teknisnya juga harus diatur.
“Kalau dibacakan semua, setiap acara, pengaturan teknisnya perlu dipikirkan,” tegasnya.
Baca Juga: Pesan dari Ketua MUI Sumbar untuk Menag Yaqut C Qoumas
Sebelumnya, Menag Yaqut, menyatakan ingin semua agama yang diakui di Indonesia, mendapat kesempatan yang sama.
Ia juga mengingatkan, bahwa Kementerian Agama (Kemenag), bukan ormas Islam.
“Pagi hari ini saya senang rakernas dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Ini memberikan pencerahan sekaligus penyegaran untuk kita semua.”
“Tapi akan lebih indah lagi, jika doanya semua agama diberikan kesempatan untuk memulai doa.”
Demikian kata Yaqut, saat menyampaikan sambutan dalam rapat kerja nasional (rakernas) Kemenag 2021, di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Senin (5/4) kemarin.
“Jadi, jangan ini kesannya kita ini sedang rapat ormas Kementerian Agama, ormas Islam Kementerian Agama, tidak,” tegasnya.
“Kita ini sedang melaksanakan rakernas Kementerian Agama yang di dalamnya bukan hanya urusan agama Islam saja,” kata Yaqut.