Ngelmu.co – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melemparkan berbagai sindiran kepada Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat replik [jawaban atas pleidoi bekas Menteri Pertanian itu] digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).
Replik yang disampaikan Jaksa KPK saat ini untuk menjawab pembelaan SYL yang sebelumnya meminta untuk dibebaskan.
Lempar Pantun
Jaksa menyinggung SYL, melalui pantun:
Kota Kupang Kota Balikpapan
Sungguh indah dan menawan
Katanya pejuang dan pahlawan
Dengar tuntutan nangis sesenggukan
Jaksa Meyer Simanjuntak, membacakan pantun tersebut saat pembukaan replik atas pleidoi SYL yang dibacakan pekan lalu.
Jaksa menilai, nota pembelaan SYL, dan kuasa hukumnya, hanya berisi pembenaran untuk lari dari tanggung jawab.
Meyer: Bahwa setelah mendengar pembelaan dari penasihat hukum maupun dari terdakwa secara pribadi, ternyata isinya bersifat pembenaran semata untuk lari dari tanggung jawab hukum.
Hal tersebut dapat kami pahami, mengingat begitu berlimpahnya alat bukti yang penuntut umum hadirkan di persidangan, sedangkan pembelaan dari terdakwa, hanya bersumber dari keterangan terdakwa sendiri, yang mempunyai hak untuk mengingkari, dan keterangan dari keluarga terdakwa sendiri, yang sudah pasti membela terdakwa, meskipun salah.
Demikian pernyataan Meyer dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).
Soal Biduan
Jaksa KPK juga menyindir SYL, lewat pantun pada penutup bagian pendahuluan replik:
Jalan-jalan ke Kota Balikpapan
Jangan lupa selfie di Bandara Sepinggan
Janganlah mengaku pahlawan
Jikakalau engkau masih suka biduan
Jalan-jalan ke Tanjung Pinang
Jangan lupa membeli udang
Janganlah mengaku seorang pejuang
Jikakalau ternyata seorang…
“Silakan [titik-titiknya] diisi sendiri,” kata Meyer.
Mengenai biduan, salah satu saksi yang dihadirkan jaksa dalam persidangan adalah pedangdut, Nayunda Nabila.
Nayunda, mengaku pernah menerima tas Balenciaga dari SYL.
Ia juga pernah meminta bekas Menteri Pertanian itu untuk membayarkan sewa apartemennya.
Selain itu, Nayunda juga pernah menjadi honorer di Kementerian Pertanian (Kementan).
Meski hanya dua hari masuk kantor, Nayunda, mendapat honor; total Rp45 juta.
Soal Isi Chat
Jaksa Penuntut Umum (JPU), mengatakan, mereka bisa saja mengungkap isi pesan WhatsApp dalam telepon genggam SYL yang disita.
Namun, mereka tidak melakukan itu.
Jaksa menegaskan, hanya membatasi dan fokus pada fakta yang terkait dengan korupsi. Bukan terkait asusila.
Meyer: Bahwa, penuntut umum, tidak pernah sedikit pun berniat menghina atau mencari sensasi, karena yang disampaikan dalam persidangan seluruhnya adalah murni fakta.
Apakah keliru jika fakta itu ditampilkan untuk mendapatkan kebenaran materiel, dalam rangka membuktikan perilaku koruptif terdakwa?
Sebab, kalau lah ada niat menghina, atau mencari sensasi, tentulah penuntut umum akan menampilkan seluruh barang bukti, termasuk isi yang ada di dalam HP terdakwa yang telah disita, dan dikloning isinya.
Bahkan, Meyer mengatakan, Jaksa KPK, bisa saja menampilkan seluruh isi pesan di ponsel tersebut.
Namun, mereka tidak melakukannya, karena tidak terkait dugaan perbuatan korupsi.
Mayer: Penuntut umum bisa saja menampilkan seluruh isi chat yang ada dalam HP tersebut, tapi penuntut umum, dengan sabar dan sadar, membatasi diri, dengan tidak melakukannya, oleh karena perkara ini, yang saat ini disidangkan terhadap terdakwa adalah tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana perselingkuhan atau kesusilaan.
Semua itu semata-mata untuk menghargai, dan hak asasi terdakwa.
Meyer juga membantah, telah menyerang profesi penasihat hukum SYL, selama persidangan maupun dalam tuntutan.
Jaksa KPK, hanya menyayangkan dan melihat sebaliknya, yakni justru penasihat hukum SYL lah yang dalam persidangan maupun nota pembelaannya, menyerang penuntut umum.
Meyer: Dengan menyebut penuntut umum menyebar fitnah, dan membuat framing perkara ini, sungguh hal tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang advokat yang profesional.
Pada replik tersebut, Jaksa KPK, menegaskan dan mempertebal tuntutan mereka, dengan menyebut SYL sebagai menteri yang tamak.
Nyawer Biduan hingga Skincare Anak
“Apakah menyawer biduan itu yang dimaksud kepentingan dinas?”
“Apakah skincare anak dan cucu terdakwa itu yang dimaksud kebutuhan rakyat?”
Kedua kalimat tersebut menjadi bagian dari serangkaian pertanyaan JPU KPK kepada SYL.
Bagian dari replik yang dibacakan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (8/7/2024).
Jaksa menuntut SYL, 12 tahun penjara, karena meyakini yang bersangkutan menerima pungli Rp44,7 miliar.
Dalam pembelaannya, SYL, selalu berdalih bahwa yang dilakukannya itu dalam rangka menjalankan tugas; terkait kedinasan.
Namun, bagi jaksa, pembelaan SYL itu tidak berdasarkan fakta.
Sekaligus menegaskan bahwa tuntutan 12 tahun yang dijatuhkan ke SYL, sudah memenuhi rasa keadilan.
“Tuntutan 12 tahun penjara, rasanya sudah adil, dengan harapan dapat diterima oleh terdakwa, dan terdakwa dapat bertobat, serta memperbaiki diri setelahnya.”
“Namun, justru terdakwa dan penasihat hukum, meminta terdakwa dibebaskan, dengan dalih perbuatan terdakwa adalah untuk kepentingan dinas, dan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat.”
Demikian kata Jaksa Meyer Simanjuntak dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).
Baca juga:
Meyer kemudian membeberkan sejumlah pertanyaan satire dan menyinggung, yang disesuaikan dengan sejumlah fakta yang terungkap di persidangan:
- Apakah menyawer biduan itu yang dimaksud kepentingan dinas?
- Apakah biaya sunatan cucu terdakwa itu yang dimaksud kepentingan rakyat?
- Apakah skincare anak dan cucu terdakwa itu yang dimaksud kebutuhan rakyat?
- Apakah memberi uang untuk acara bacaleg partai terdakwa itu kepentingan dinas?
- Apakah pembelian tas dan jaket mewah istri dan anak terdakwa itu kebutuhan rakyat?
- Apakah renovasi rumah pribadi terdakwa itu kepentingan rakyat?
- Apakah uang tiket perjalanan keluarga terdakwa itu kebutuhan rakyat?
- Apakah membeli kado ulang tahun cucu terdakwa itu kepentingan dinas?
- Apakah pembelian jam tangan mewah terdakwa itu termasuk kebutuhan rakyat?
- Apakah pembayaran kartu kredit terdakwa itu yang dimaksud kegiatan dinas?
“Dan masih sangat banyak lagi yang tidak perlu kami sebutkan satu per satu, karena telah rinci penuntut umum uraikan dalam surat tuntutan,” tegas Meyer.
Soal Green House Ketum Parpol
Jaksa KPK, menagih dan menyinggung janji SYL untuk membuka soal green house seorang ketua umum partai politik (parpol) di Kepulauan Seribu.
Rumah itu disebut berasal dari aliran uang Kementan.
Namun, menurut jaksa, janji SYL dan kuasa hukumnya itu gertak sambal belaka.
Sebab, buktinya, tidak ada satu pun pernyataan SYL–maupun pendamping hukumnya–yang mengungkit green house itu dalam pembelaannya.
Meyer: Bahwa dalam persidangan dan juga melalui media, dalam rangka mencapai keadilan, penasihat hukum dan terdakwa, menyatakan akan membuka secara jelas, seluruh aliran uang korupsi Kementan, termasuk yang diduga mengalir hingga ke pimpinan partai tertentu.
Aliran uang Kementan yang dikatakan menjadi green house di Kepulauan Seribu, milik partai tertentu.
Namun, pernyataan tersebut tidak lah lebih, hanya gertak sambal dan pepesan kosong, yang biasa disampaikan di pasar-pasar rakyat.
Sebab, di dalam nota pleidoi penasihat hukum dan terdakwa, tidak menyampaikan sama sekali aliran uang yang dimaksud, seperti yang diutarakan sebelumnya.
Jaksa kemudian menyindir bahwa pleidoi SYL, bukan mengungkap soal green house, tetapi justru balik memuji salah satu petinggi parpol.
“Bak menjilat ludah sendiri, dalam nota pleidoi, justru berterima kasih, memuji, dan bahkan mendoakan pimpinan partai dimaksud.”
“Agak lain juga ini memang, tapi begitulah faktanya,” kata Meyer.