Ngelmu.co – Betapa baiknya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, melangkahkan kaki untuk menemui langsung tersangka korupsi Lukas Enembe.
Firli tidak sendiri. Ia terbang ke Jayapura untuk bertemu dengan Gubernur Papua, bersama tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Rombongan tersebut hendak memeriksa kesehatan Lukas, dan juga kasus korupsi yang menjeratnya.
Baiknya lagi, Firli juga memastikan jika pemeriksaan terhadap tersangka satu ini berlangsung penuh kehangatan dan kekeluargaan.
Pernyataan yang terbukti dalam sebuah foto yang tersebar di kalangan wartawan. Firli tampak menjabat erat tangan Lukas.
Menurut Firli yang sempat berbicara dengan Lukas–selama sekitar 15 menit–tidak ada yang disembunyikan oleh tersangka.
“Saya ajak ngobrol, bagaimana kondisi fisik beliau, semuanya. Terus ketemu juga dengan Ibu Lukas Enembe.”
“[Bertemu juga dengan] kawan-kawan beliau, saudara-saudara beliau. Bahkan, tadi ada saya dengan kakak perempuan beliau.”
“Tadi rangkulan dengan kita, dengan hangat penuh kekeluargaan,” tutur Firli dalam konferensi pers di Koya.
Istimewanya Perlakuan Firli
Betapa baiknya, Firli. Selaku pimpinan KPK, ia langsung mendatangi tersangka.
Namun, kebaikan Firli ini memanen kritikan dari sejumlah aktivis dan pengamat pemberantasan korupsi.
Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute M Praswad Nugraha, misalnya.
Ia menilai sikap Firli, berbahaya di mata publik, karena masyarakat dapat melihat adanya perlakuan istimewa dari ketua KPK kepada Lukas.
Menurut Praswad yang juga eks pegawai KPK tersebut, selama ini Firli, tidak pernah berlaku sama kepada tersangka kasus lain.
Lukas adalah tersangka pertama yang mendapat perlakuan dari Firli.
Sikap yang tampak jelas, setelah KPK mengumumkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Luka tercemplung dalam kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan dana otonomi khusus (otsus).
“Bagi publik, melihat drama keakraban Firli dengan Lukas, seperti ada perlakuan istimewa oleh pejabat negara kepada tersangka korupsi.”
“Rasa keadilan di tengah masyarakat akan tercederai,” tegas Praswad.
“Mengapa bisa calon tersangka diperlakukan seistimewa itu oleh KPK? Karena tidak semua rakyat bisa merasakan kehangatan sikap Firli,” sambungnya.
Apa Dasar Kebaikan Firli?
Menurut Praswad, Firli tidak dapat berdalih, bahwa kedatangannya adalah bagian dari strategi penyidikan.
Sebab, Firli merupakan pimpinan KPK yang sebenarnya memang tidak boleh melakukan hal tersebut.
“Harusnya, keramahtamahan itu dilakukan oleh penyidik. Misal, dalam rangka persuasif, agar saksi atau tersangka mengakui perbuatan tindak pidana yang ia lakukan.”
“Atas dasar apa, Ketua KPK mengistimewakan Lukas Enembe?” kritik Praswad.
Lebih lanjut, ia juga menanyakan sikap paradoksal Firli dengan aturan yang ada.
Pasalnya, dalam kasus lain, KPK akan mengeluarkan surat perintah demi mendatangkan yang bersangkutan untuk pemeriksaan; jika terus mangkir.
“Mengapa Lukas Enembe, tidak diperlakukan sama dengan para tersangka lain?” tanya Praswad.
“Tindakan ini adalah pelanggaran prinsip dan kode etik yang ada di KPK, yaitu memperlakukan setiap warga negara Indonesia, secara sama di hadapan hukum!”
Praswad juga menilai sikap Firli, akan membuat penyidik KPK sungkan memeriksa Lukas.
Sebab, Firli sebagai ketua KPK, tampak ramah sekali dengan tersangka korupsi.
“Bahkan, mungkin akan malah menjadi segan dan takut, karena melihat pimpinan KPK bercengkerama dan beramah-tamah dengan tersangka,” jelas Praswad.
Melanggar UU 19/2019
Di sisi lain, Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman, juga bicara.
Ia menilai sikap Firli, telah melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Di mana dalam UU tersebut, Ketua KPK tidak lagi mempunyai posisi sebagai penyidik dan penuntut umum sebagaimana termaktub dalam UU KPK yang lama; UU 30/2002.
“Ini bisa menimbulkan masalah hukum,” tutur Zaenur, Kamis, 3 November 2022.
Sama seperti Praswad, Zaenur juga memandang kedatangan Firli menemui Lukas, tidak mempunyai urgensi.
Bahkan, dalam Pasal 36 huruf a UU KPK terbaru, dijelaskan bahwa pimpinan KPK, dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka.
Begitu juga dengan pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK; apa pun alasannya.
Ancaman Penjara
Menurut Zaenur, Firli berpeluang dipidana paling lama 5 tahun; sebagaimana tertuang dalam Pasal 65 Bab X UU KPK:
Setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
“Artinya, yang lebih tepat menemui Lukas Enembe adalah penyidik KPK, bukan pimpinan KPK.”
“Bahkan, larangan tersebut mengandung ancaman pidana,” tegas Zaenur.
“Kalau dulu, itu masih bisa dibenarkan, karena pimpinan KPK juga sekaligus penyidik dan penuntut umum,” jelasnya lagi.
Tak Ada Urgensi Temui Lukas
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga menyampaikan hal yang sama.
Pihaknya menilai aksi Ketua KPK Firli Bahuri, mendampingi penyidik memeriksa Lukas, berpotensi melanggar aturan UU KPK.
“Undang-Undang KPK yang baru maupun lama, Pasal 36, bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang diperiksa KPK…”
“Dan bahkan, itu ancaman hukumannya 5 tahun,” jelas Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Pasal 36 UU KPK, tidak terlalu berlaku. Namun, bisa menjadi perdebatan.
Sebab, ada penegasan bahwa Firli sebagai pimpinan KPK, tidak boleh bertemu terperiksa.
Mau itu saksi ataupun tersangka; karena tidak pernah ada sejarah pimpinan KPK menemui terperiksa di ruangan kantor KPK.
Pimpinan KPK, sambung Boyamin, hanya memantau dari laptop dan internet.
“Artinya, bisa diduga [Firli] melanggar Pasal 36, bahwa pimpinan KPK dilarang menemui terperiksa, baik dalam saksi maupun tersangka.”
“Apalagi [Lukas Enembe] ini tersangka,” ucap Boyamin.
Bukan Lagi Penyidik
Potret ini membuat Boyamin menilai Firli, memahami ketentuan pasal-pasal di UU KPK yang lama.
Di mana disebutkan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut.
“Ini Pak Firli, kapasitasnya bukan sebagai penyidik lagi, meskipun ia memang polisi, tetapi secara undang-undang, ia bukan penuntut dan penyidik lagi.”
“Jadi, sebenarnya tidak ada urgensinya menemui Lukas Enembe,” kata Boyamin.
Ia kemudian mengartikan pertemuan Firli dengan Lukas, dalam rangka mendampingi penyidik dan tim kesehatan melakukan pemeriksaan sebagai kabar gembira.
Bahwa, Ketua KPK akan mengembalikan UU KPK yang lama, dengan mengurus dan memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK.
“Saya sangat gembira dengan adanya berita Pak Firli bertemu dengan Lukas Enembe,” kata Boyamin.
“Karena ini artinya, Pak Firli setuju kembali ke UU KPK yang lama, berarti setuju UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, dibatalkan,” sebutnya lagi.
UU KPK Lama
Boyamin menjelaskan lebih lanjut, bahwa UU KPK yang lama menyatakan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut.
“Artinya, Pak Firli boleh datang ke tempatnya Lukas Enembe, bersama penyidik. Dalam konteks sebagai penyidik. Itu artinya, harus kembali ke UU lama,” ujar Boyamin.
Itu mengapa, ia akan meminta Firli untuk memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK, agar tindakannya menemui Lukas sebagai tim dari rombongan penyidik menjadi sah.
Apa Kata Firli?
Ketua KPK Firli Bahuri merasa kedatangan tim KPK ke kediaman Lukas Enembe, semata-mata untuk kepentingan penegakan hukum.
Dalam prosesnya, kata Firli, KPK juga mempertimbangkan hak-hak tersangka.
“Kita ingin melakukan penegakan hukum dengan berdasar pada asas tugas pokok KPK.”
- Kepastian hukum;
- Keterbukaan;
- Akuntabilitas;
- Kepentingan umum;
- Proporsionalitas; dan
- Menjunjung tinggi HAM.
“Kita juga ingin mewujudkan tujuan penegakan hukum, yaitu kepastian, keadilan, dan juga kemanfaatan dalam setiap penanganan perkara,” klaim Firli; melalui keterangan tertulis.
Lebih lanjut ia menyampaikan proses selanjutnya, bahwa KPK akan memperhatikan hasil keterangan dari Lukas Enembe.
Keterangan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkaranya, sekaligus hasil pemeriksaan kesehatan; guna menentukan langkah penegakan hukum berikutnya.
Firli juga menegaskan, kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 Hukum Acara Pidana UU 8/1981, yang berbunyi:
“Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar, bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.”
Firli juga menegaskan, bahwa kunjungannya bersama tim KPK dan IDI ke Papua adalah bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPK.
Dengan tetap memperhatikan ketentuan undang-undang yang berlaku, sebut Firli.
Salut! Firli Bahuri memang baik banget!