Ngelmu.co – Benarkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, salah satu pejabat negara yang terlibat bisnis PCR [polymerase chain reaction]?
Pertanyaan ini muncul, setelah Majalah Tempo edisi 1 November 2021, rilis.
Di sana tertera, bahwa PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi [dua perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut] tercatat mengempit saham di PT GSI [Genomik Solidaritas Indonesia].
Keduanya mengantongi 242 lembar saham di GSI, dengan nilai Rp242 juta.
GSI yang merupakan perusahaan dengan lima cabang di Jakarta, memang mengelola laboratorium untuk tes PCR.
Jubir Menepis
Sementara Juru Bicara Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menepis dugaan ini.
Ia bilang, GSI adalah bentuk solidaritas sosial yang membantu menyediakan tes Covid-19 dalam jumlah besar.
Sejak berdiri pada April 2020, kata Jodi, GSI tidak pernah membagi keuntungan kepada pemegang saham.
“Partisipasi Pak Luhut untuk membantu penanganan pada awal pandemi,” tuturnya, mengutip Tempo.
Sedangkan kehadiran Luhut di GSI, disebut-sebut lantaran ajakan dari koleganya yang punya saham.
Seperti petinggi PT Adaro Energy dan PT Indika Energy Tbk.
Baca Juga:
Bagaimana soal dua perusahaan yang diduga terlibat dengan Luhut?
Jodi menyatakan, atasannya tersebut tidak memiliki kontrol lagi, karena saham miliknya di bawah 10 persen.
“Jadi, kami tidak bisa berkomentar soal PT Toba Bumi Energi,” tegasnya.
Penumpang Tak Wajib PCR
Pemerintah memang terus memanen kritik keras dari berbagai pihak, usai mewajibkan tes usap sebagai syarat perjalanan jarak jauh menggunakan pesawat.
Belum lagi, dalam waktu dekat, kewajiban itu akan diperluas untuk transportasi lain.
Dalihnya adalah mencegah lonjakan kasus Covid-19, menjelang akhir tahun.
Itu mengapa, kritik terus mengudara. Bukan hanya karena harga tes PCR yang masih di atas rata-rata kemampuan warga.
Namun, juga lantaran penerapan syarat tersebut terjadi ketika angka penyebaran kasus Covid-19, melandai.
Di sisi lain, tiga pejabat pemerintah [yang mengetahui kebijakan tentang PCR] juga mengatakan, persoalan reagen yang akan kedaluwarsa, menjadi salah satu penyebab tes usap diwajibkan bagi penumpang transportasi umum jarak jauh.
Pasalnya, sejumlah pengusaha telah menyetok alat tes PCR pada saat varian delta melonjak, dengan masa kedaluwarsa reagen akhir tahun 2021.
Bulan berganti. Pemerintah mengubah ketentuan tes PCR–untuk penumpang pesawat–lagi.
Mereka yang bepergian dengan pesawat rute intra Jawa dan Bali, tak perlu lagi mengantongi syarat tes usap.
“Untuk perjalanan, akan ada perubahan, untuk Jawa dan Bali, perjalanan udara, tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR.”
Demikian kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers, Senin (1/11).
Penumpang, sambungnya, cukup menunjukkan tes rapid antigen, sesuai yang berlaku.
Kebijakan ini memang telah diusulkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Namun, sebelumnya, pemerintah masih mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat intra Jawa dan Bali, serta luar Jawa dan Bali [dengan status PPKM level 3 dan 4].
Lalu, pemerintah yang mengubah aturan [bagi penumpang pesawat Jawa dan Bali], sempat akan mewajibkan tes PCR untuk semua moda transportasi.
Kewajiban tes PCR pun menuai penolakan keras dari masyarakat.
Selain memberatkan penumpang, berbagai pihak juga menanyakan keputusan pemerintah mewajibkan tes PCR di tengah turunnya angka kasus Covid-19.
Jubir Kembali Menegaskan
Juru Bicara Luhut, kembali memberi penegasan soal isu dugaan atasannya terlibat bisnis tes PCR, sejak awal pandemi.
Jodi, menepis tudingan yang datang dari mantan Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto tu.
Menurutnya, Luhut tak ikut mendirikan PT GSI untuk bisnis tes PCR.
Luhut, kata Jodi, hanya mendorong pihak swasta yang hendak membantu penanganan pandemi.
“Tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI,” jawabnya.
“Apalagi Pak Luhut sendiri, selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan,” imbuhnya.
“Sehingga menjadi semakin terjangkau, buat masyarakat,” jelas Jodi, melalui pesan singkat, mengutip CNN Indonesia, Senin (1/11).
Menurutnya, pada awal 2020, ada sejumlah pengusaha yang berniat membantu penanganan pandemi di Tanah Air.
Para pengusaha itu, kemudian mengajak Luhut mendirikan PT GSI. Fokusnya adalah untuk melayani tes Covid-19.
GSI pun berdiri, sebagai solusi atas sulitnya tes Covid-19 di awal wabah Corona.
Sejumlah pengusaha besar, kata Jodi, patungan untuk mendirikan PT GSI, yang kantor pertama juga merupakan sumbangan salah seorang dari mereka.
“Sesuai namanya, GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial,” klaimnya.
Jodi juga meluruskan, tentang alasan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan.
Aturan tersebut, menurutnya, dibuat guna mencegah lonjakan kasus Covid-19 di tengah peningkatan mobilitas masyarakat.
“Perlu disadari, bahwa kebijakan test PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru [Natal dan tahun baru], ya,” kata Jodi.
“Data dari kami menunjukkan, tingkat mobilitas di Bali, misalnya, sudah sama dengan Nataru tahun lalu,” tutupnya.
Dugaan Sejumlah Pejabat Terlibat Bisnis PCR
Sebelumnya, Agustinus Edy Kristianto menyebut, sejumlah menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terlibat bisnis tes PCR.
Mereka adalah pejabat yang terafiliasi dengan PT GSI, selaku penyedia jasa tes Covid-19.
Perusahaan itu, kata Edy, didirkan oleh sejumlah perusahaan besar, yang menurutnya, Luhut terlibat lewat dua perusahaan.
PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra; anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Bukan hanya Luhut, tetapi ada juga nama Menteri BUMN Erick Thohir.
Edy mengaitkan Erick, dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berhubungan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Perusahaan tersebut dipimpin oleh Boy Thohir; saudara Erick.