Ngelmu.co – Kasus dugaan pengrusakan dan hilangnya barang bukti catatan keuangan salah satu tersangka yang berawal dari operasi tangkap tangan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, awal tahun 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya bisa pasrah.
Adapun barang bukti yang rusak dan hilang merupakan catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman. Di dalam catatan buku bank berwarna merah itu tertulis beberapa aliran dana yang diduga untuk pejabat negara dan pejabat Polri, termasuk salah satunya adalah Kapolri Tito Karnavian. Sekitar 19 halaman dari buku catatan yang diduga sengaja dirusak dan dihilangkan itu berkaitan dengan catatan aliran uang suap.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sempat mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya mengusut kasus itu melalui tim direktorat Pengawas Internal. Namun, saat dua orang penyidik yang menangani kasus itu diusut pihaknya, institusi asal kedua penyidik tersebut, yakni Polri, sudah lebih dahulu menarik kedua penyidik tersebut.
“Pengawasan Internal sebelumnya ada pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pihak yang mengetahui dan melakukan kegiatan-kegiatan yang diduga perbuatannya melanggar disiplin pegawai di KPK. Jadi itu telah ditelusuri tim pengawasan internal, tapi memang dalam perjalanan proses pemeriksaan tersebut, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri karena dijelaskan ada kebutuhan penugasan lebih lanjut, sehingga waktu itu dua pegawai KPK itu dikembalikan,” papar Febri di Jakarta Selatan, Senin 8 Oktober 2018, dikutip dari Viva.
Baca juga: Duh, Romahurmuziy Disebut Terang dalam Dakwaan KPK
KPK menyatakan bahwa pihaknya pernah menyebut bahwa pengembalian kedua penyidik dari institusi Polri itu bagian dari sanksi. Namun sayangnya, sebelum keputusan resmi dilakukan KPK, kedua penyidik tersebut ditarik oleh Polri, padahal periksaan internal masih berlangsung di KPK. Selanjutnya, Febri mengatakan bahwa pihaknya saat ini sudah tidak memiliki wewenang memproses dua penyidik yang diduga melakukan perusakan barang bukti tersebut, namun tidak berkomentar banyak tentang proses hukum pidana.
Seperti diketahui, berdasar hasil investigasi sejumlah media yang tergabung IndonesiaLeaks, dalam buku catatan itu terdapat sejumlah aliran uang ke Kapolri Tito Karnavian, yang saat itu masih menjabat Kapolda Metro Jaya. Selain itu, ada juga catatan aliran uang dari Basuki ke sejumlah pejabat di Tanah Air.
Sebelumnya, buku catatan keuangan itu sebenarnya sudah dipindahkan ke sebuah laptop dan dipegang oleh penyidik KPK lain yang menangani kasus dugaan suap impor daging di Surya Tarmiani. Namun, laptop itu dikabarkan dicuri oleh orang tak dikenal saat Surya pulang dari Yogyakarta pada April 2017.
Sampai saat ini, kasus hilangnya laptop tersebut masih ‘gelap’. Hanya sejumlah media yang tergabung di Indonesialeaks yang berhasil mempublikasikan kronologi serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kasusnya tersebut. KPK sendiri tak memungkinkan meneruskan kasus itu ke jalur hukum pidana maupun korupsi berupa menghalangi proses hukum.
Nah, terkait dengan sikap pasrahnya KPK atas rusak dan hilangnya barang bukti buku merah, membuat sejumlah masyarakat, terutama di sosial media buka suara. Mereka mempertanyakan sikap KPK yang hanya bisa pasrah tersebut. Kredibilitas KPK pun dipertanyakan oleh masyarakat.
Kepasrahan KPK terhadap kasus rusak dan hilangnya barang bukti tersebut malah menunjukkan lemahnya KPK di mata masyarakat yang membuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap kredibelitas KPK. Bahkan jika hanya bisa pasrah ketika buku merah dirobek dan laptop berisi bukti, ada yang mempertanyakan mengapa KPK harus digaji mahal dengan uang pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Bahkan, ada yang mempernyakan mengapa KPK selalu kehilangan atau menemu kan barang bukti secara ‘tepat waktu’.