Ngelmu.co – Pesta demokrasi nasional baru saja dimulai pagi ini, tebakan, prediksi, quick count dan exit poll telah dilakukan oleh berbagai lembaga survei dan pengamat. Terlepas dari hasil yang ditampilkan, banyak sekali pro dan kontra mengenai klaim kemenangan salah satu capres/cawapres.
Tapi saya ingin membahas sesuatu yang amat menarik diluar kompetisi capres/cawapres. Ya, ini terkait dengan pemilihan calon legislatif, atau dalam kata lain, kompetisi antar partai pengusung capres/cawapres.
Ada fenomena menarik mengenai sepak terjang PKS, sebagai salah satu kontestan di pemilu kali ini. Partai ini selalu dianggap/diprediksi gagal lolos dari PT ambang batas 4% karena sikapnya yang konon katanya oposan, ekslusif dan rigid.
PKS bukan media darling seperti PSI atau disorot media besar seperti Perindo, Nasdem ataupun Golkar dimana tokoh-tokohnya memiliki stasiun TV nasional. PKS tidak memiliki tokoh sekaliber Megawati dengan PDIP nya, SBY dengan Demokrat-nya atau Prabowo dengan Gerindranya. Partai inipun memilih untuk berjuang diluar pemerintahan sehingga tidak memiliki menteri didalam kabinet layaknya PKB. Padahal semua orang mahfum, posisi menteri bisa menjadi sumber sokongan politik, logistik dan power dalam suatu kontestasi pemilu.
Namun, nyatanya PKS menembus dan mematahkan semua prediksi yang ada. Partai ini, berdasarkan quick count akan lolos PT dan bahkan memiliki kisaran suara 8-10 persen dan berpotensi masuk 5 atau bahkan 4 besar ranking parpol nasional pada pemilu 2019. PKS, tanpa tokoh yang diagungkan, logistik dan dana yang biasa biasa saja dan bahkan tanpa adanya sorotan media nasional, namun ternyata malah bisa mendapatkan suara yg amat signifikan.
Apa yang dicapai oleh PKS merupakan suatu prestasi yang dibuat berdasarkan perencanaan matang dan berkesinambungan. Partai ini ditinggal tokoh utamanya, semacam Fahri Hamzah dan Anis Matta, namun struktur partai tetap kuat dan jaringan politik malah semakin membaik. PKS memetik hasil investasinya selama ini dimana modal utama partai ini terdapat pada manpower yang unggul dan loyal pada garis kebijakan partai, hal mana tampaknya masih jarang ditemukan di Partai lain.
Pemilu 2019 membuka mata saya, anda dan kita semua, bahwa harapan untuk kebangkitan perjuangan politik umat Islam itu masih ada dengan melihat pencapaian PKS tahun ini. Partai ini menjadi bukti nyata, bahwa hasil baik di suatu pemilihan umum bisa saja bersumber dari keikhlasan, strategi, ikhtiar dan kepasrahan. PKS mematahkan dominasi partai yang disokong media dan dana yang nyaris tidak terbatas. Partai ini bahkan harus melewati krisis dengan perginya Fahri Hamzah, Anis Matta dan tokoh-tokoh terasnya, menjelang Pemilu berlangsung, namun siapa nyana, krisis tersebut malah mendorong Partai ini ke dalam ranking 5 besar (the Big Five) hasil Pemilu 2019.
Disaat kritik dialamatkan ke salah satu pasangan calon, yang katanya akan mengubah pancasila dengan sistem kekhalifahan, semua orang tahu kritik itu sejatinya dialamatkan ke PKS. Namun Suara Partai ini malah melonjak naik. Ada dua kemungkinan mengapa kritik ini tidak mempan terhadap PKS, pertama, rakyat tidak percaya bahwa PKS akan mengkhianati Pancasila atau kedua, rakyat sudah cukup pintar bahwa Pancasila sebetulnya merupakan pelaksanaan dan impelentasi dari Syariat Islam itu sendiri.
Melihat trend pencapaian PKS dari satu pemilu ke pemilu lainnya, maka bukan tidak mungkin akan ada saat PKS malah mendominasi suara nasional karena keikhlasannya dalam berkhidmat untuk kesejahteraan Rakyat Indonesia. Partai ini bukanlah partai yang sempurna, namun sejak pendiriannya, indeks korupsi PKS merupakan yang terendah dibandingkan partai partai lain yang sudah lama eksis dan disokong oleh konglomerasi serta politikus besar yang ada di negeri ini.
PKS tengah berupaya untuk membuktikan bahwa umat Islam Indonesia akan bangkit serta memiliki kemampuan untuk memimpin NKRI berdasarkan Pancasila demi keadilan untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini tampaknya amat mungkin terjadi melihat kesinambungan, konsistensi serta prestasi PKS dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Uang akan habis, tokoh besar tidak mungkin hidup selamanya, media akan meliput sesuai dgn kebijakan pemiliknya, maka, semua partai yang mengandalkan hal-hal tersebut, akan mengalami kegagalan bila tidak menjalankan regenerasi dan perbaikan manajemen partai.
Pada saat itu semua terjadi di partai besar lain, PKS akan tampil sebagai benchmark dimana kualitas parpol bukan dinilai dari materi, logistik dan pengaruh perorangan tetapi justru dari manajemen yang baik, ikhlas dan berkesinambungan. PKS akan menjadi partai besar dimana strategi dan program menjadi elemen penentu kemenangan sekaligus mencontohkan bahwa Allah SWT akan memberi kemenangan kepada mereka yang berkerja keras dan pasrah disaat yang bersamaan.
Siapa tahu, PKS justru pewaris Politik dari HOS Tjokroaminoto yang fatsumnya diimplementasikan secara baik oleh partai ini.
Sebagai penutup, apabila nantinya capres yang kita dukung dinyatakan kalah, selalu ingat firman Allah – Al Baqarah 216:
تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
Kita mungkin membenci hasil Pemilu 2019, namun perhatikan lah hikmah dibalik suatu musibah, PKS adalah hikmah itu, partai tanpa sokongan dana berlimpah, tanpa tokoh politik besar, tanpa satupun media nasional, mampu mendominasi hasil pemilihan legislatif.
Bukankah, itu suatu prestasi yang hanya bisa diraih dengan sepintar pintarnya siasat (kebijakan dan strategi partai), setinggi-tingginya ilmu (program program unggulan partai) dan semurni-murninya tauhid (pasrah pada illahi).
Wallahu A’lam bishawab
Oleh: Ridwan Thalib