Ngelmu.co – CCTV yang terletak di pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Malang, merekam jelas kengerian yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) malam lalu.
Demikian penuturan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, yang masih melanjutkan kerjanya; guna menemukan bukti pun keterangan tambahan terkait insiden.
Nugroho Setiawan adalah anggota TGIPF yang juga AFC Safety security officer dan PFA safeguardian Committee Chairman.
Ia membeberkan, bagaimana CCTV di pintu 13 Stadion Kanjuruhan, merekam jelas para suporter berdesak-desakan.
Mereka berupaya meninggalkan tribune; tempat yang menjadi sasaran tembakan gas air mata aparat.
”Saya sempat melihat rekaman CCTV kejadian, khususnya di pintu 13, mengerikan sekali,” tegas Nugroho, Ahad (9/10/2022).
“Jadi, situasinya adalah pintu terbuka, tapi sangat kecil. Itu seharusnya pintu untuk masuk, tapi terpaksa menjadi pintu keluar.”
“Situasinya adalah orang itu berebut keluar, sementara sebagian sudah jatuh, pingsan, terhimpit, terinjak, karena efek dari gas air mata.”
Lebih lanjut, Nugroho juga menyampaikan soal perbaikan atau peremajaan infrastruktur di Stadion Kanjuruhan.
Salah satunya, penyediaan anak tangga yang memenuhi standar keamanan.
Menurut Nugroho, standar anak tangga yang baik baik adalah memiliki ketinggian 18 cm, dan lebar tapak 30 cm.
”Kemudian lebar dari anak tangga ini juga tidak terlalu ideal untuk kondisi crowd, karena harus ada railing untuk pegangan.”
“Nah, railingnya juga sangat tidak terawat, dengan stampede desakan yang sangat luar biasa, akhirnya railingnya patah.”
“Dan itu juga termasuk yang melukai korban,” jelas Nugroho.
Baca Juga:
Dari fakta yang ditemukan tersebut, TGIPF menyimpulkan, bahwa Stadion Kanjuruhan, tidak layak untuk menggelar pertandingan dengan risiko tinggi [highrisk match].
”Mungkin kalau itu medium atau low risk, masih bisa. Jadi, artinya untuk highrisk match, kita harus buat kalkulasi yang sangat konkret.”
“Misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat,” tutur Nugroho.
TGIPF juga berkesempatan menemui dan melihat kondisi terkini para korban tragedi Kanjuruhan.
Menurut Nugroho, para korban, rata-rata mengalami sejumlah trauma, luka memerah–bahkan menghitam–yang lagi-lagi diakibatkan gas air mata.
Setidaknya, butuh waktu satu bulan untuk proses penyembuhan.
”Jadi, efek dari zat-zat yang terkandung di gas air mata ini sangat luar biasa.”
“Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan,” pungkas Nugroho.